Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan pemerintah tidak akan menarik ratusan ribu lahan Prabowo yang dimiliki oleh calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, di Kalimantan Timur dan Aceh.
Moeldoko menilai lahan Prabowo yang berstatus hak guna usaha (HGU) itu produktif.
Baca : Soal Lahan Prabowo, Moeldoko Sebut Jokowi Hanya Menberi Contoh
Moeldoko menjelaskan negara memang bisa mengambil kembali lahan yang berstatus HGU. Syaratnya lahan tersebut sudah tidak digunakan lagi atau tidak produktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi kemarin kan disampaikan bahwa lahan Pak Prabowo lahan yang produktif. Kalau lahan itu digunakan tidak akan ditarik oleh negara," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 19 Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepemilikan ratusan ribu hektare lahan oleh Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh terungkap saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyinggungnya di debat calon presiden kedua di Hotel Sultan pada Ahad malam kemarin. Dalam forum itu pula Prabowo membenarkannya dan menjelaskan jika statusnya HGU.
Moeldoko menuturkan saat ini pemerintah memiliki kebijakan redistribusi aset dalam rangka reforma agraria. Negara, kata dia, akan mengambil kembali lahan-lahan HGU yang tidak produktif.
"HGU-HGU yang terlantar, yang idle, yang selama ini tidak digunakan, itu yang ditarik," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan ia ikut terlibat dalam pemberian izin pembelian hak guna usaha (HGU) lahan seluas 220 ribu hektare di Kalimantan Timur, oleh Prabowo.
Simak juga :
Usai Debat Capres, Prabowo Menghadiri Pertemuan Ulama se-Jawa di Surabaya.
Hal ini terjadi pada 2004 silam, saat JK baru dua pekan menjabat sebagai wakil presiden di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Tanah tersebut dibeli dengan harga US$ 150 juta dan dibayar tunai.
Menurut JK, pembelian lahan oleh Prabowo itu tidak menyalahi undang-undang. Terlebih tanah tersebut merupakan aset kredit macet yang dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).