ANDA ingin cepat kaya, bergabunglah dengan PT Suti Kelola. Begitulah barangkali maunya iklan perusahaan itu, yang rutin terpampang di koran lokal maupun Ibu Kota, untuk menjaring nasabahnya. Tampaknya iming-iming bunga 3,5% per bulan plus bonus 2,5% per tahun jelas lebih menarik dibandingkan dengan bunga deposito di bank resmi mana pun, yang bunganya kurang dari separuhnya.Tak mengherankan kalau rayuan itu mampu menggiring masyarakat berbondong-bondong menjadi anggota perusahaan yang resminya mengantongi izin perdagangan, dan bukan usaha jasa keuangan mirip simpan-pinjam itu. Praktek "sampingan" PT Suti Kelola (PTSK) inilah yang diduga berhasil mengelabui nasabahnya. Mulai pekan lalu perusahaan yang mempunyai 54 kantor cabang di Jawa dan Sumatera dengan pusat markasnya di Jakarta itu ditinggalkabur oleh bosnya. Dan buntutnya, ratusan nasabahnya dibuat kalang-kabut sejak Selasa pekan lalu. Ny. Sri Winarni, misalnya, ketika mendatangi Kantor PTSK di Jalan Pusponjolo Barat, Semarang, menjadi gugup. Niatnya mengambil bunga dari uang sebesar Rp 117 juta, yang ditanam pada perusahaan itu, pupus setelah melihat kantor itu terkunci rapat. Pedagang emas dan permata ini kemudian terbang ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, dia mendapatkan kantor pusat PTSK di Jalan Kiai Caringin, Jakarta Pusat, juga tutup. Dengan wajah kecut, ibu tiga putra ini kembali ke kotanya dan melaporkan kasusnya ke Poltabes Semarang. Tampaknya yang kecewa bukan hanya Winarni seorang. Puluhan nasabah yang bergerombol di depan kantor mulai usil melakukan pengrusakan. Untunglah petugas segera mengamankan. Poltabes Semarang hingga Sabtu lalu sudah menampung sekitar 100 pengaduan nasabah. Total uang mereka ditaksir Rp 700 juta. Jumlah korban ini belumtermasuk nasabah yang melapor di tempat lain. Di Jawa Tengah saja, PTSK mempunyai 20 cabang di 17 kota dan telah tutup secara serentak. Kapolda Jawa Tengah Mayor Jenderal Aji Komarudin segera menghubungi Bank Indonesia Cabang Semarang agar memblokir semua rekening PTSK yang tersimpan dibank. Tapi kami belum tahu apakah rekening itu masih ada dananya," kata Kapolda. Ternyata kasus serupa juga melanda kantor-kantor cabangnya di Jawa Timur dan Jawa Barat. Kantor cabang di Bandung, misalnya, juga terkunci rapat sejak Sabtu lalu. Sekitar 93 nasabah sudah melaporkan kasusnya ke Poltabes Bandung. Dan rekening PTSK di bank swasta Bandung langsung diblokir. Namun hanya tersisa Rp 1 juta. Di Surabaya sekitar 900 nasabah terkatung-katung. Jumlahdana mereka diperkirakan mencapai Rp 3,5 milyar. Awal keresahan nasabah tampaknya dimulai ketika penanggung jawab PTSK yang biasa mereka temui tidak kelihatan lagi. Dan karyawannya mengaku tidak tahu.Ditambah lagi beberapa uang nasabah plus bunganya yang sudah jatuh tempo mulai macet pembayarannya. Sebelum markas PTSK itu diserbu para nasabah, kantor itu segera diamankan. Dan Sabtu dini hari lalu, empat pimpinannya diciduk. Mereka adalah: DirekturUtama Wiki Wikarsa, Penasihat Umum Ibrahim Malau dan bekas Direktur Operasi Hendrik Malau, serta Pjs. Direktur Keuangan Jacob Malau. Pendiri PTSK, menurut Jacob Malau, adalah seorang bujangan bernama Rob Tigor Malau. Bos berusia 35 tahun itu bersama bekas direktur keuangannya, Elfrida,kini dinyatakan buron. Ambruknya PTSK, menurut pengakuan Jacob, bermula dari mutasi awal bulan lalu. Entah kenapa, Tigor mengundurkan diri dari jabatanDirut, posisinya kemudian diserahkan kepada Wiki, bekas direktur personalia. Tigor sendiri menjadi komisaris. "Belakangan ketahuan bahwa taktik ini untukmenyelamatkan diri. Dan kami dijadikan kambing hitam," kata pegawai PTSK. Usaha jasa keuangan yang dilakukan PTSK, menurut Jacob, sebenarnya usaha yang mustahil. Walapun, kabarnya, sempat meraup uang nasabah sekitar Rp 8 milyar.Namun, dengan pemberian bunga 3,5% per bulan, usaha itu tidak mungkin untung. Karena dari usaha perdagangan sesuai dengan izin resmi keuntungan yang diperoleh habis hanya untuk membayar bunga uang nasabah itu. Sedangkan gaji untuk 350 karyawan terpaksa diambil dari simpanan pokok nasabah. "Banyak tagihan dari bank dan rekanan yang akhirnya tidak mampu terbayar, gaji karyawan mulai macet," katanya. Sehingga sejak Kamis pekan lalu perusahaan ini ditutup, dan karyawannya diliburkan. PTSK didirikan di Jakarta pada 1987 sebagai perusahaan perdagangan barang-barang elektronik dan rumah tangga, dengan izin dari Departemen Perdagangan. Kemudian berkembang dengan 54 kantor cabang. Entah kenapa,kemudian menjangkau bidang jasa keuangan, dengan kedok kerja sama penyertaan dana. Tapi kasus Suti Kelola sebenarnya bukan hal baru. Kita masih ingat penipuan gaya serupa yang dilakukan Yayasan Keluarga Adil Makmur milik Yusuf Ongko Wijoyo dan kasus kosmetik di Mampang, Jakarta. Namun banyaknya kasuskasusserupa ternyata tak membuat iklan-iklan mirip PTSK di sejumlah media massa semakin berkurang. Mungkin ini pelajaran untuk berhati-hati bila membaca iklan-iklan serupa itu di koran-koran. Gatot Triyanto, Bambang Sujatmiko, dan Hedy Lugito
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini