Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Musyawarah untuk mati

Keluarga oma, tukang reparasi jam, pompa, dll. menganiaya ketua rt, engkos, di depan ketua rw hingga meninggal. pasalnya, oma merasa tersaingi oleh korban yang seprofesi. (krim)

14 Februari 1987 | 00.00 WIB

Musyawarah untuk mati
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ENGKOS KOSASIH orangnya sabar. Begitu kata tetangganya. Selain sebagai Ketua RT, Engkos tukang reparasi arloji, memperbaiki pompa rusak dan mematri lampu. Karena serba bisa itulah, dia punya masalah dengan Oma bin Bangsakrama, tetangga satu profesi dengannya. Oma merasa tersaingi. Langganannya juga sudah beralih ke Engkos. Terjadilah perang dingin antara mereka, dan merembet ke anak cucu. Malah cucu Oma, Yayang, menuding Bohim. Anak Engkos yang berumur 18 tahun dan idiot itu dibilang pencuri ayam. Keluarga Engkos jadi "panas". Apalagi ketika Yoyo, 32, anak Oma, di depan umum mencibir, "Engkos itu kayak babi." Engkos, yang sudah 2 tahun menjabat Ketua RT Desa Tugu Mukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, ini melapor ke Ketua RW, Pak Maman. Oleh Maman mereka diajak berembuk. Undangan untuk Oma disampaikan tertulis. Sedangkan untuk Engkos hanya lisan. Engkos, 55, datang lebih dulu bersama istri dan Bohim. Sejam kemudian, sekitar pukul 20.00 pada 14 Januari, menyusul Oma, 60, bersama Icih, istrinya, serta anak cucunya: Yoyo, Supiyati, Memen, dan Yayang. Musyawarah berlangsung di tikar di ruang tamu. Maman menanyakan duduk soalnya. Engkos lalu angkat bicara dengan menyebutkan satu per satu penghinaan yang ditujukan kepadanya selama ini. Tapi sebelum Ketua RT itu selesai bicara, Icih, 55, kontan beringas. Lalu wanita itu menabrakkan tubuhnya ke Engkos. Ayah enam anak itu terjungkal. Seperti ada komando, terjangan itu dibantu Oma bersama anak-anaknya. Tidak cuma itu. Yoyo, misalnya menghajar kepala Engkos dua kali. Dan Oma menambah 3 kali. Dengkul Oma ikut menyodok perut Engkos. Ketua RW yang melerai malah kena banting dua kali. Tindakan yang tak disangka ini membuat istri Engkos pingsan. Namun, Bohim cuma diam. Engkos sudah lemas. Darah sedikit keluar dari mulutnya. "Kepala saya pusing dan mau muntah," kata Engkos kepada Maman. Engkos minta air putih dan bantal. Lalu ia direbahkan di kursi panjang. Pengeroyok Engkos, kecuali Icih yang lari duluan, dibawa Maman ke Balai Desa. Tapi tubuh Engkos panas. Ia minta kipas. Dan belum tiga kali kipas, Engkos menggelepar. Innalillahi qainnatlaihi rajin. Ia meninggal tanpa diketahui istrinya. Karena istrinya juga sedang pingsan, di situ. Malam itu jenazah Engkos dibawa ke kantor polisi dengan kendaraan pengangkut sayur. Baru setelah itu dibawa ke rumah sakit. Apa Engkos gegar otak, belum jelas. Visum dokter hingga pekan ini belum diungkapkan. Tapi pekan lalu rekonstruksi penganiayaan tersebut sudah dilakukan. Dan bulan depan ini, kata polisi, berkasnya akan diserahkan kepada jaksa. "Sengaja atau tidak, mereka telah menghilangkan nyawa orang lain," ujar Letda Heru Winarko, Wakasat serse Polres Bandung kepada TEMPO. W.Y., Laporan Biro Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus