Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRIA 63 tahun itu terkejut bukan kepalang tatkala sejumlah anggota tim Reserse Mobil Kepolisian Daerah Metro Jaya menggeruduk rumahnya di Kompleks Mangkalya Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, Kamis 22 September lalu. Dari lelaki bernama R. Firmansyah itu, polisi menyita 39 kartu tanda penduduk abal-abal alias palsu. Hari itu juga, selain membawa puluhan KTP palsu itu, polisi mencokok Firmansyah.
Firman adalah orang pertama yang ditangkap polisi dalam serangkaian operasi pembekukan sindikat penggangsir ”papan”—demikian istilah para penjahat itu untuk menyebut kartu kredit—yang digelar polisi secara intensif sejak sekitar lima pekan silam. Pada hari yang sama polisi juga menangkap Harun Wijaya, 38 tahun, di bilangan Cibubur, Jakarta Timur. Harun kolega Firman. Keduanya bagian dari komplotan yang tugasnya membuat rekening tabungan dengan identitas palsu.
Berkat informasi dari mereka berdua itulah polisi lalu menciduk Haris Mulyana alias Beno, pria 38 tahun yang berperan sebagai pemasok identitas palsu sebagai data untuk membuat rekening tabungan. Dari ”kicauan” Harun dan Firmansyah ini pula polisi lalu membekuk Ranand Paskal Lolong, yang menurut polisi pemimpin komplotan penjebol kartu kredit ini. ”Ranand itu yang mengatur kerja sindikat,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Gatot Edy Pramono, Jumat pekan lalu. Total anggota komplotan yang diringkus polisi 14 orang.
Selain menangkap Ranand, Firmansyah, Harun Wijaya, dan Haris Mulyadi alias Beno, polisi menangkap Andi Rubian, Kusnandar, Hoisaeni Ibrahim, Muhril Zain Sany, Yayat Ahadiyat, Yudi Dwilianto, Budy Putro. Dari komplotan yang sama, polisi membekuk Raden Adi Dewanto, Nurdin, dan Firmanto Gandawidjaja. Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok ini memakai modus refund. ”Jadi, komplotan ini memang menjalankan dua modus sekaligus,” ujar Gatot.
Mereka, berdasarkan penyelidikan selama tiga bulan terakhir, diketahui melakukan penggangsiran kartu kredit sejak 2010. Jumlah duit yang dikeruk tak kurang dari Rp 81 miliar.
Ranand bukan pemain baru dalam kejahatan kartu kredit dengan modus offline. Pria ini diduga memiliki jaringan kejahatan dengan modus sama di luar negeri, khususnya di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Tiga negara itu, menurut Gatot, juga telah mengeluarkan red notice untuk Ranand. ”Dia pernah dipenjarakan empat tahun di Singapura dalam kasus pemalsuan kartu kredit pada 2008,” ujar Gatot.
Pemain utama lain dalam komplotan Ranand adalah Yudi Dwilianto. Memiliki pengalaman 10 tahun bekerja di sebuah bank swasta terkemuka di Jakarta, ia memahami benar seluk-beluk kartu kredit. Karena itulah, dalam komplotan ini ia memiliki peran penting: eksekutor transaksi offline di mesin electronic data capture (EDC). ”Dia juga yang menyediakan EDC itu untuk transaksi offline,” kata Gatot. Yudi menggunakan EDC bekas sebuah bank untuk menjalankan aksinya.
Adapun untuk modus refund, yang bertindak sebagai pengatur kejahatan ini Adi Dewanto. Bekalnya sebagai karyawan bank swasta membuat Adi paham seluk-beluk bagaimana transaksi bank terjadi berikut bolong-bolongnya. ”Jadi, selalu ada orang dalam untuk kasus kejahatan perbankan,” kata Gatot.
Sumber Tempo di kepolisian menegaskan, jaringan yang ditangkap polisi ini sebenarnya belum sampai puncaknya. Menurut sang sumber, mereka memang berperan penting dalam komplotan itu, tapi otak pelaku sesungguhnya, yang antara lain menghubungkan komplotan ini dengan komplotan lain, termasuk di luar negeri, belum tertangkap. Ini yang tengah diburu dan datanya dikorek para penyelidik dari Ranand. ”Dia ini yang berperan penting sebagai jembatan ke jaringan internasional,” kata sumber di kepolisian ini.
Kepala Sub-Direktorat Harta dan Bangunan Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, tidak membantah adanya pelaku lain yang tengah mereka incar. Hanya, ia menolak menyebut namanya. ”Yang pasti, masih ada yang kami kejar,” katanya. ”Ini memang belum semuanya.”
Sandy Indra Pratama, Ananda Badudu (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo