Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyoroti putusan Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat yang mengabulkan eksepsi Gazalba Saleh terhadap dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, pertimbangan majelis hakim dalam putusan sela itu tidak logis dan melawan akal sehat. “Karena itu putusannya juga ngawur, nyeleneh, dan mencari-cari (alasan),” ujar Fickar ketika dihubungi, Sabtu, 1 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fickar menyebut, putusan sela yang mengabulkan eksepsi Gazalba Saleh tidak berdasarkan hukum. Hakim menganggap Jaksa KPK yang bertugas di KPK belum menerima pendelegasian dari Jaksa Agung.
“Jika kemudian karena Jaksa yang bertugas di KPK itu dianggap belum menerima pendelegasian dari Jaksa Agung, itu pertimbangan yang mengada-ada, karena pengertian Jaksa Agung dalam UU kejaksaan itu semua Jaksa,” tuturnya.
Selain itu, kata Fickar, KPK memiliki kewenangan tersendiri untuk melakukan upaya penetapan tersangka yang berdasar pada UU KPK.
“Selain kejaksaan, KPK berdasarkan UU KPK memiliki kewenangan melakukan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, menangkap, menahan, menggeledah dan menyita, termasuk mendakwa serta menuntut tersangka korupsi dan TPPU,” kata dia.
Fickar juga mengatakan, jaksa penuntut umum seharusnya menjalankan kewenangan berdasarkan UU KPK. “Semua jaksa penuntut umum yang diangkat negara, termasuk yang ditugaskan di KPK itu dengan sendirinya menjalankan berdasarkan UU KPK,” ucapnya.
Teranyar, KPK mengajukan perlawanan hukum atas putusan sela Pengadilan Tipikor yang mengabulkan eksepsi terdakwa kasus korupsi Gazalba Saleh. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan pihaknya akan segera menyusun memori perlawanan.
Menurut dia, memori perlawanan itu nantinya akan diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. “KPK sudah banding. Baru pernyataan banding, untuk selanjutnya kami akan menyusun memori perlawanan dan menyerahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta,” ujar Tanak ketika dihubungi, Sabtu.
Ketika ditanya kapan KPK akan menyerahkan memori perlawanan itu, Tanak hanya menjawab secepatnya. “Akan diusahakan secepatnya,” tuturnya.
Adapun KPK menyatakan perlawanan hukum itu telah mereka ajukan pada Rabu kemarin, 29 Mei 2024. Berdasarkan Akta Permintaan Perlawanan berdasarkan Pasal 156 KUHAP yang diterima Tempo, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Tira Agustina, mengajukan perlawanan atas putusan sela Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor 43/Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.
Tanak menyebut, putusan majelis hakim pengadilan Tipikor tak memiliki dasar hukum. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Jaksa KPK tak berwenang mengajukan tuntutan terhadap Gazalba Saleh karena tak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan dari Jaksa Agung.
“Secara yuridis pertimbangan hakim Tipikor itu tak berdasar dan tak beralasan atas hukum, oleh karena itu KPK tak akan pernah melaksanakan pertimbangan putusan Pengadilan Tipikor,” kata Tanak, Rabu malam.
BAGUS PRIBADI