Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat pada Kamis malam pekan lalu terlihat lengang. Pintu lobi gedung utama tertutup. Pelataran parkir yang luas di depannya juga kosong. Penjagaan hanya terlihat di pos pintu gerbang. Lampu beberapa bangunan, termasuk gedung utama, dimatikan. Tak ada aktivitas mencolok yang terlihat dari luar markas di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, itu.
Pemandangan ini kontras dengan malam sebelumnya. Saat itu, markas polisi mirip pasar malam. Hiruk-pikuk kehadiran jaksa, polisi, dan wartawan tertangkap kamera televisi, yang terus menyorotkan lampu. Susno Duadji "ngumpet" di sana ketika jaksa hendak menahan bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia itu. Alhasil, tim jaksa pulang dengan tangan kosong.
Sebelumnya, kejaksaan sudah tiga kali memanggil Susno, 59 tahun, untuk menjaÂlani hukuman. Tapi bekas Kepala Polda Jawa Barat itu tak merespons. "Terpidana berkilah eksekusi itu tak sah," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, Kamis pekan lalu.
Gagal memanggil baik-baik, rencana jemput paksa pun dirancang. Rabu pekan lalu, 25 jaksa bergerak ke perumahan elite Resor Dago Pakar, Bandung. Mereka gabungan jaksa dari Jakarta dan Bandung. Para jaksa itu bertekad memaksa Susno mematuhi putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi dua kasus korupsinya.
Putusan kasasi ini keluar pada 22 November tahun lalu. Sebelumnya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Susno dihukum tiga setengah tahun penjara dan diwajibkan membayar kerugian negara Rp 4,2 miliar. Dia divonis bersalah dalam kasus korupsi dana pengamanan pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2008 senilai Rp 8,5 miliar. Waktu itu Susno menjabat Kepala Polda Jawa Barat dan berpangkat inspektur jenderal. Susno juga dihukum karena menerima suap Rp 500 juta dari kasus PT Salmah Arowana Lestari saat menjabat Kepala Bareskrim dengan pangkat komisaris jenderal.
Meski berangkat dengan kekuatan penuh, jaksa kembali gagal menahan Susno. Di rumah pribadinya, dia tak bisa "diambil" lantaran kediamannya dijaga ketat polisi bersenjata dan puluhan aktivis Partai Bulan Bintang. Dengan kawalan polisi itu pula Susno diboyong ke Markas Polda Jawa Barat.
Kegagalan menangkap Susno malam itu juga disiarkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi. Untung mengaku heran dengan datangnya puluhan wartawan "mendampingi" para jaksa. Informasi eksekusi, kata dia, tak boleh bocor ke muka umum. "Kalau eksekusi itu tidak disiarkan, mungkin ceritanya akan lain," ujar Untung.
Restoran Hotel Marbella, Bandung, dipenuhi 25 pria pada pukul 10.00, Rabu pekan lalu. Mereka duduk di kursi yang menyebar di sudut restoran hotel yang menjulang di kawasan perbukitan ini. Ada yang terlihat tertidur di kursi, ada pula yang mengobrol. Mereka para jaksa yang hendak mengeksekusi Susno. Tak ada yang mengenakan seragam. Semua berpakaian bebas.
Tak lama berselang, rombongan wartawan datang ke restoran itu. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Didiek Darmanto menyambut dan mempersilakan mereka memesan kopi sambil mencari kursi. "Kami akan mengeksekusi Susno. Ini surat perintahnya," kata Didiek sambil memperlihatkan secarik kertas. Ia tak menyebutkan di mana timnya akan mencokok Susno, yang kini tercatat sebagai calon legislator dari Partai Bulan Bintang.
Didiek lalu memperkenalkan Pelaksana Tugas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Amir Yanto dan Asisten Intel Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Firdaus D. Wilmar. Selesai perkenalan, kopi pesanan pun datang. Namun, belum lagi kopi itu tandas dihirup, Didiek buru-buru memberi kode kepada timnya untuk bergerak. Mereka berkumpul di tempat parkir hotel, lalu masuk ke belasan mobil. Wartawan, yang mengendarai sepeda motor, menguntit dari belakang.
Konvoi mobil bergerak ke dalam perumahan Resor Dago Pakar. Baru satu kilometer berjalan, konvoi berhenti di rumah kedua perumahan elite itu. "Ini rumah Susno," ucap seorang jaksa. Para wartawan hanya mengangguk karena tak menyangka rumah Susno tak jauh dari hotel itu. Di rumah tanpa pagar itu, satu unit mobil Toyota Land Cruiser bernomor polisi B-99-HER parkir di depan garasi.
Beberapa jaksa, di antaranya Amir Yanto dan Firdaus, mengetuk pintu garasi sambil mengucap salam. Susno muncul dari balik pintu. Ia memakai kaus berwarna biru dan bercelana pendek selutut. Berkacamata, rambut Susno tampak kusut. Dengan mimik berkerut, dia mempersilakan beberapa jaksa masuk. Seseorang lalu menutup gorden dan daun jendela. Tak lama kemudian, terdengar teriakan dari dalam rumah.
Amir keluar dari rumah sambil menghadap Didiek, yang menunggu di seberang jalan. Setelah itu, ia balik lagi ke dalam rumah. Sewaktu Amir keluar lagi, kepada Tempo dia mengatakan Susno dikawal seorang pria bersenjata api. Awalnya Susno meminta izin mandi sebelum dibawa. Lalu ia mengunci kamar dari dalam. "Setelah itu, ia tak mau ke luar kamar lagi," kata Amir.
Sumber Tempo di Kejaksaan Agung mengatakan Susno dikawal polisi aktif berpangkat ajun komisaris. Sambil mengacungkan pistol, ia mengancam para jaksa yang hendak memaksa masuk kamar Susno. "Jika ada yang berani mendobrak, saya tembak," ujar sumber tadi menirukan kalimat pengawal Susno.
Hingga sore, Susno bertahan di dalam kamar. Para eksekutor tak bisa berbuat banyak. Apalagi, menjelang siang, sekitar sepuluh orang yang mengaku simpatisan Partai Bulan Bintang datang dan langsung mengawal rumah Susno. Pada pukul 13.45, pengacara Susno, Frederich Yunadi, datang bersama Herawati, istri Susno, dan sejumlah pengurus Partai Bulan Bintang.
Pukul 15.00, satu truk anggota Sabhara Polda Jawa Barat juga datang untuk mengamankan rumah Susno. Pada saat bersamaan, Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Tubagus Anis Angkawijaya berbicara kepada wartawan di markasnya. Dia mengaku memerintahkan anggota Sabhara berangkat ke rumah Susno. "Pak Susno menelepon saya meminta perlindungan polisi," kata Anis.
Melihat gelagat menguntungkan itu, Didiek beserta Amir angkat kaki dari rumah Susno. Begitu pula Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Soemarno dan Kepala Kejaksaan Negeri Bandung Febri Adriansyah, yang menyusul ke lokasi. Mereka meninggalkan rumah Susno bersama-sama setengah jam setelah rombongan polisi datang.
Menjelang magrib, Susno baru keluar dari dalam rumah. Saat itu, Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum yang juga Ketua Dewan Syura Partai Bulan Bintang, sudah bergabung dengan Susno. "Jaksa telah sewenang-wenang terhadap Pak Susno," ucap Yusril. Menumpang mobil patroli polisi, Susno lalu meninggalkan rumah menuju Markas Polda Jawa Barat.
Di bekas kantornya itu, Susno disambut juru bicara Polda, Komisaris Besar Martinus Sitompul. Mereka lalu menuju ruang kerja Anis Angkawijaya di lantai dua. Menurut sumber Tempo, kedua orang itu berpelukan saat bertemu. Meski tak pernah menjadi atasan-bawahan langsung, menurut sumber Tempo, Susno akrab dengan Anis.
Pada pukul 19.00, jaksa eksekutor yang tadinya menghilang muncul di Polda. Tapi, sewaktu hendak masuk ke kawasan markas, mereka dicegat petugas pos penjagaan. Tak hanya meminta identitas semua jaksa, penjaga pun menginterogasi mereka.
Di dalam gedung, para jaksa duduk membentuk huruf "U". Mereka disambut sejumlah pejabat Polda Jawa Barat, keluarga Susno, dan pengacara Susno. Menurut Amir Yanto, dialog berjalan alot karena para pejabat setingkat direktur itu menegaskan bahwa Susno berada di bawah perlindungan polisi. "Kami bisa apa lagi kalau sudah begini," kata Amir.
Para eksekutor pun kembali mundur. Mereka pergi meninggalkan markas polisi. Namun 20 menit kemudian mereka balik lagi. Hanya, saat tiba di lobi gedung utama, mereka berhenti. Kali ini hanya Arif, salah seorang jaksa eksekutor, yang terus maju. Rekan-rekannya berteriak, "Terus maju, Rif!"
Di depan pintu lobi, Arif kembali dicegat dua provost. Ia ditanya mengapa mereka balik lagi. Arif menjawab diperintah atasan untuk mengeksekusi Susno. "Disuruh maju, ya, maju. Mundur, ya, mundur," ucap Arif kepada provost tersebut.
Pengacara tetap berkeras tak akan menyerahkan Susno. Akhirnya, para jaksa balik kanan. Saat mereka hendak keluar, dua mobil menutup jalan keluar. Suasana tegang. Sumber di kepolisian mengatakan penjaga gerbang mengira jaksa berhasil memboyong Susno. Menurut sumber Tempo, Susno keluar dari Markas Polda pukul 02.00 setelah tim jaksa pulang.
Kegagalan itu membuat tim eksekutor lelah lahir-batin. Kamis dinihari, mereka kembali ke Jakarta. Sesampai di Jakarta, mereka menggelar rapat dan melaporkan hasil ini kepada Jaksa Agung Basrief Arief. "Kami kurang tidur," kata Amir.
Kamis siang, Basrief menemui Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di Markas Besar Polri. Kepada wartawan, Timur menyatakan pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang menghalangi eksekusi, termasuk dalam kasus Susno Duadji. "Siapa yang berani halang-halangi, itu melanggar hukum," ujar Jenderal Timur.
Jumat pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga angkat bicara perihal Susno ini. Presiden menyatakan sudah memerintahkan Jaksa Agung dan Kepala Polri untuk menegakkan hukum dalam kasus Susno. "Saya instruksikan singkat, tegakkan hukum dengan seadil-adilnya dan sebenar-benarnya," kata Yudhoyono dalam konferensi pers di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jumat pekan lalu. Perlawanan Susno tampaknya sudah selesai.
Mustafa Silalahi, Erick P. Hardi, Rusman Paraqbueq, Fransisco Rosarian, Putri Anindya
Berlindung di Balik Ayat Usang
Bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno Duadji membangkang menjalani hukuman. Dia memanfaatkan celah putusan hakim yang tak mencantumkan perintah penahanan.
Yang menjadi tameng Susno adalah ketentuan tentang isi surat putusan pidana, seperti diatur huruf k ayat 1 Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Padahal ayat tersebut sudah dianulir Mahkamah Konstitusi.
Pasal 197
Ayat 1
"Surat putusan pemidanaan memuat:"
Huruf k
"Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan."
Ayat 2
"Tidak dipenuhinya ketentuan ayat 1, ...mengakibatkan putusan batal demi hukum."
Terus Membangkang
24 Maret 2011
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Susno bersalah. Dia terbukti menyunat dana pengamanan pemilihan kepala daerah Jawa Barat pada 2008. Dari dana pengamanan Rp 8 miliar, Susno mengambil Rp 5 miliar.
Susno juga divonis bersalah karena menerima suap Rp 500 juta dari Haposan Hutagalung melalui Sjahril Djohan, pengacara dan makelar perkara yang biasa berkeliaran di kepolisian.
Meski memvonis Susno bersalah, hakim tak mencantumkan perintah penahanannya. Susno mengajukan permohonan banding.
9 November 2011
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Majelis hakim banding menaikkan kerugian yang harus dibayar Susno menjadi Rp 4,2 miliar. Tapi hakim banding tak menambal bolong perintah penahanan. Susno mengajukan permohonan kasasi.
22 November 2012
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan jaksa dan Susno. Tapi Mahkamah Agung pun tak mengeluarkan perintah penahanan terhadap Susno.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Yusril Ihza Mahendra, yang meminta mempertegas keharusan putusan pidana memuat perintah penahanan. Pendapat MK: orang yang terbukti bersalah harus dihukum meski putusan hakim tak mencantumkan perintah eksekusi. Mahkamah pun menganulir huruf k ayat 1 Pasal 197 KUHAP yang mengharuskan pencantuman perintah eksekusi itu.
Susno tetap melawan ketika hendak dieksekusi. Alasan dia, putusan MK tak berlaku surut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo