Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Pande Lubis:

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Pande Lubis:
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tidak ada keriuhan yang menonjol di sebuah rumah berlantai dua di Taman Gandaria, Jakarta Selatan, itu. Padahal Rabu pekan lalu Mahkamah Agung menjatuhkan putusan bagi Pande Lubis, kepala keluarga di rumah itu, untuk mendekam empat tahun di penjara dalam kasus cessie Bank Bali. Seorang teman dekat Pande sempat mengatakan pria lulusan Institut Teknologi Bandung ini masih bingung dan gagap untuk memberikan keterangan kepada pers. Namun, setelah ditunggu sejak siang hari, Pande didampingi pengacaranya, Asfifuddin, menerima TEMPO selama lebih dari dua jam, Rabu pekan lalu. Wartawan TEMPO Bambang Harymurti, Setri Yasra, Sukma N., dan Adek M.R. diterima di ruang tamunya yang amat luas. Berikut petikannya.

MA akhirnya mengabulkan kasasi jaksa dan Anda harus menjalani vonis empat tahun penjara. Apakah Anda merasa dijadikan kambing hitam?

Kurang enak, ya, kalau pakai istilah begitu. Yang pasti, keputusan (pencairan dan cessie) itu kan melibatkan lima orang, Ketua BPPN dan empat deputi. Meski Glenn Yusuf (Ketua BPPN) sedang berada di luar negeri, dia sudah meninggalkan kuasa kepada Farid Harianto (Deputi Ketua BPPN) melalui memo. Pemrosesan sampai pembayaran itu kerja lembaga, bukan kerja saya pribadi. Tapi mengapa saya terpilih jadi begini? Hi-hi-hi….

Bukankah Anda yang mengurus ke BI?

Memang tugas saya mengurus cessie dan harus mengoreksi. Tapi saya tidak pernah mengerjakan tanpa diberi tugas.

Ada yang mengatakan Anda bermain sendiri dalam pencairan itu. Bagaimana komentar Anda?

Begini, 30 Mei (1999) malam saya baru pulang dari Inggris. Besoknya saya menelepon ke kantor bahwa saya tidak bisa datang. Hari berikutnya saya berangkat pukul 11-an. Sampai di kantor, Farid datang dan mengatakan saya diminta Menteri Keuangan membuat surat perintah bayar berkenaan dengan tagihan Bank Bali kepada BDNI.

Apakah termasuk BUN (Bank Umum Nasional)?

BUN kami tolak. Semua itu sekitar Rp 1,8 triliun. Kemudian Farid meminta saya membuat surat ke BI untuk melaksanakan pembayaran tagihan Bank Bali.

Kemudian, apa yang Anda lakukan?

Kemudian surat (ke BI) itu diberikan kepada saya untuk ditandatangani. Surat itu juga sudah diteken Farid, yang secara de facto sebagai ketua. Farid mengatakan, "Sekarang tugas Pak Pande, surat ini harus sampai ke tangan orang yang membidangi, Erman Munzir (pejabat BI yang membuat verifikasi Bank Bali), hari ini juga." Saya kemudian mengantar surat itu, sampai pukul 7-an sore. Jadi, tidak ada inisiatif.

Apa yang terjadi setelah pertemuan antara pejabat BPPN, BI, dan Departemen Keuangan?

Setelah pertemuan itu, keluar SK Menteri Keuangan mengenai wewenang BPPN menggunakan Rekening 502 (rekening yang menjadi baskom aliran uang dari BI).

Apakah mulusnya proses pencairan itu hasil pertemuan di Hotel Mulia?

Tidak ada pertemuan di Hotel Mulia pada 11 Februari 1999 itu. Pertemuan-pertemuan yang saya tahu ada dua kali pada 10 dan 11 Februari, antara Firman Soetjahja (Direktur Bank Bali), Bank Indonesia, dan orang-orang BPPN di gedung Bank Indonesia. Tapi pertemuan itu tidak seperti yang digambarkan Rudy Ramli (Direktur Utama Bank Bali) dalam catatan hariannya.

Bagaimana dengan peristiwa 12 Februari 1999?

Tanggal 12 Februari, Firman Soetjahja datang ke kantor saya di BPPN setelah bertemu orang-orang BPPN dan BI. Dia membawa surat dengan maksud meminta klaim dibayarkan, tapi isinya cerita segala macam soal Bank Bali. Saya tanyakan, maunya apa. "Saya mau dibayar," kata Firman. Saya katakan suratnya tidak mengatakan begitu. Saya terlibat soal klaim itu baru setelah Firman datang dan saya tahu ada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Itu yang diartikan klaim.

Apakah Anda melihat ada konspirasi dalam kasus ini?

Menurut saya, cerita ini dasarnya catatan buku harian Rudy Ramli, seseorang yang saya tahu tidak biasa membuat buku harian. Menurut saya, buku harian itu dibuat di kantor Dimyati Hartono (pengurus PDIP). Kasus Bank Bali ini bangunan dasarnya upaya PDI Perjuangan menjatuhkan Habibie. Tapi kenapa bawa-bawa saya?

Apakah Anda punya kronologi peristiwa yang sebenarnya?

Saya banyak menahan diri karena waktu itu saya mendapat sorotan dari semua media. Nah, kalau (saya bicara) ludah gua kena muka sendiri, karena saya meludah melawan angin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus