Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Jalan Sunyi Menuju Bui

Mahkamah Agung mengganjar Pande Lubis empat tahun penjara. Terdakwa dan tersangka lainnya dalam skandal Bank Bali masih melenggang.

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Jalan Sunyi Menuju Bui
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wajah Pande Nasorahona Lubis tampak galau. Asap rokok diembuskan kuat-kuat ke langit-langit ruangan, matanya menerawang mengikuti asap yang melayang. Bekas Deputi Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu duduk di dekat lorong yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga yang luasnya hampir selapangan badminton. Beberapa kali ia sempat meninggalkan ruangan dengan langkah tergesa-gesa setelah menekan kuat-kuat puntung rokok ke asbak "Saya sudah lupa kasus ini. Saya tahu putusan kasasi dari televisi dan telepon teman-teman," tuturnya kepada TEMPO di rumahnya di Jakarta, Rabu pekan silam.

Kabar yang mengagetkan baru saja diterimanya. Beberapa jam sebelumnya, Mahkamah Agung mengumumkan vonis empat tahun penjara buat dirinya. Terbayanglah sel dingin berjeruji akan mengisi hari-harinya dalam waktu dekat. Apalagi, di luar rumah, anggota intelijen kejaksaan mengawasi rumah itu siang dan malam. Ini dibenarkan oleh Kemas Yahya Rahman, juru bicara Kejaksaan Agung. Selain mengawasi, kejaksaan juga berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mengecek status pencekalan terhadap terdakwa. "Saya kira Pande Lubis masih dicekal, karena biasanya terhadap perkara-perkara besar seperti itu dilakukan pencekalan," ujar Kemas. Dan pihak kejaksaan berencana segera mengirim Pande ke penjara begitu salinan putusannya diterima.

Bekas petinggi BPPN itu menuai buah perkara lawas ketika Bank Bali belum dilebur jadi Bank Permata. Kasus ini bermula dari piutang Bank Bali kepada bank lain yang tidak bisa ditagih. Bank Bali punya tagihan interbank ke Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Rp 598 miliar, dan ke Bank Umum Nasional (BUN) Rp 200 miliar. Saat krisis ekonomi terjadi, kedua bank tersebut tutup dan seluruh kewajibannya diambil alih oleh pemerintah, dalam hal ini BPPN.

Karena Direktur Utama Bank Bali saat itu, Rudy Ramli, sulit menagih ke BPPN, ia meneken perjanjian dengan PT Era Giat Prima. Intinya, perusahaan ini bersedia menagih utang tersebut dengan fee sekitar 50 persen dari hasil yang diperoleh. Dalam perusahaan tersebut ada nama Setya Novanto (direktur utama) dan Joko S. Tjandra (direktur). Nah, dalam urusan pencairannya, terlibatlah Pande Lubis, mewakili BPPN.

Sebelumnya, pada 11 Februari 1999, terjadi pertemuan di Hotel Mulia, Jakarta, yang dihadiri antara lain Ketua DPA Arnold Baramuli, Menteri Negara BUMN Tanri Abeng, Gubernur BI Syahril Sabirin, Pande Lubis, pihak EGP, dan direksi Bank Bali.

Saat ini baru Pande Lubis yang diganjar hukuman penjara dengan kekuatan hukum tetap (putusan MA). Sebelumnya, pada pertengahan Juni 2000, Joko Tjandra juga telah diputus oleh MA, tapi vonisnya bebas. Berkas tersangka atau terdakwa lainnya masih disimpan di kejaksaan, kecuali Syahril Sabirin yang sedang menanti putusan kasasi (di pengadilan tinggi ia dinyatakan bebas).

Sejatinya, Pande beruntung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena di sana ia dinyatakan bebas pada November 2000. Ketua majelis hakim, Putra Jadnya, saat memutuskan perkara menyatakan bahwa pencairan dana yang dilakukan Pande bukan semata tanggung jawab pribadi, melainkan tanggung jawab institusi.

Tak puas dengan vonis itu, jaksa kemudian mengajukan kasasi. Menurut Jaksa Tarwo Hadi Sadjuri, terdakwa berperan banyak, terutama menyalahgunakan jabatannya dengan perbuatan melawan hukum dalam pencairan tagihan Bank Bali sebesar Rp 904,6 miliar.

Di mata jaksa, terdakwa telah memproses dan mencairkan klaim tagihan Bank Bali terhadap BDNI, yang terdiri dari delapan transaksi swap dan dua transaksi lainnya. "Padahal program tersebut tidak masuk dalam program penjaminan pemerintah karena tidak sesuai atau bertentangan dengan persyaratan dan prosedur yang berlaku," kata Tarwo, yang kini Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Palembang. Buktinya, ia menambahkan, sepuluh kali klaim tersebut diajukan, sepuluh kali pula ditolak oleh BI secara tertulis. Pencairan terjadi, masih menurut sang Jaksa, setelah Pande Lubis turun tangan dan beberapa kali dia bolak-balik ke BI untuk meminta dana Rp 904,6 miliar dicairkan.

Pande juga disalahkan karena ia memuluskan surat ke BI tanpa melakukan verifikasi. Yang juga memberatkan, terdakwa mengenakan bunga yang sebenarnya tak diatur dalam surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. "Ada bunga yang dihitung oleh Pande Lubis, padahal di sana kan sudah ada bunga. Itu berarti motifnya memberi keuntungan bagi orang lain. Ini juga fakta yang memperkuat adanya suatu kesengajaan untuk melakukan tindak pidana korupsi," kata Tarwo. Apalagi separuh dari dana yang dicairkan itu akan diberikan kepada PT EGP sesuai dengan perjanjian.

Pekan lalu, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan oleh kejaksaan. Artinya, Pande Lubis divonis empat tahun penjara sesuai dengan tuntutan jaksa. Menurut anggota majelis hakim, Abdurachman Saleh, terdakwa dianggap merugikan negara alias korupsi. Pande "memuluskan" keluarnya dana senilai Rp 904,6 miliar yang berada dalam pengelolaan BPPN dan disimpan di Bank Indonesia.

Pande sungguh kecewa terhadap putusan tersebut. Soalnya, pencairan dana tersebut disetujui oleh lima petinggi BPPN (ketua dan empat wakil), juga oleh Menteri Keuangan. "Saya pikir ini tidak logis kalau cuma saya yang dikaitkan melanggar prosedur. Kalau jaksa mengatakan melanggar prosedur, maka dihajar semua," kata Pande. Apalagi kesaksian Menteri Keuangan Bambang Subianto dan Ketua BPPN Glenn Jusuf di persidangan, menurut Pande, menyatakan semuanya sudah prosedur yang benar. "Jadi, kalau jaksa mau konsekuen, ya, semuanya melanggar prosedur. Saya ini cuma ditugasi," kata Pande.

Menurut Asfifuddin, pengacara Pande, pencairan dana yang dilakukan kliennya punya landasan hukum, yakni keputusan presiden dan surat edaran Menteri Keuangan. "Ada sebuah sistem yang saya anggap ada pendelegasian tanggung jawab. Jadi, tak bisa klien saya disalahkan," kata Asfi. Apalagi dalam dakwaan jaksa dicantumkan pasal-pasal penyertaan (Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Artinya, Pande Lubis tidak sendirian dalam tuduhan itu. Dalam dakwaan pun selalu disebutkan bersama Joko Tjandra, Rudy Ramli, Setya Novanto, Syahril Sabirin, dan seterusnya. Itu sebabnya Asfi menyatakan: seharusnya ada 10 orang yang disidangkan.

Seruan itu didengar oleh kejaksaan. "Penelitian terhadap tersangka lainnya akan dilakukan begitu kejaksaan menerima salinan putusan MA soal Pande Lubis tersebut," kata Kemas Yahya Rachman. Jika janji kejaksaan ini tak dipenuhi, Pande Lubis sungguh sial: ia menanggung skandal Bank Bali dan melenggang ke penjara sendirian.

Ahmad Taufik, Juli Hantoro, Adek, dan Setri Yasra


Nasib Para Pemeran

SKANDAL Bank Bali muncul gara-gara bank ini memiliki tagihan interbank ke Bank Dagang Nasional Indonesia sebesar Rp 598 miliar dan ke Bank Umum Nasional sebanyak Rp 200 miliar. Setelah kedua bank ini ditutup saat krisis ekonomi dan urusannya diambil alih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Rudy Ramli (bos Bank Bali) mengalami kesulitan menagih duit tersebut ke lembaga itu. Sebagai terobosan, Bank Bali lalu meneken perjanjian pengalihan tagihan (cessie) dengan PT Era Giat Prima. Intinya, PT EGP bersedia menagih piutang tersebut dengan fee 50 persen.

Lewat jurus kongkalikong, akhirnya uang itu benar-benar cair. Pada Juni 1999, BPPN menginstruksikan kepada Bank Indonesia agar membayar tagihan interbank Bank Bali senilai total Rp 904,6 miliar (termasuk bunga). Hanya, beberapa bulan kemudian, skandal yang merugikan negara ini terbongkar. Sejumlah pejabat diperiksa Kejaksaan Agung, tapi hanya sedikit yang diseret di pengadilan. Berikut ini peran dan nasib mereka.

  • Pande N. Lubis (Deputi Ketua BPPN)
    Peran: Diduga melakukan pertemuan di Hotel Mulia untuk memuluskan pencairan tagihan dengan tokoh skandal Bank Bali lainnya. Menunggui Syahril Sabirin mencairkan klaim tagihan Bank Bali.
    Status: Terpidana
    Putusan Perkara: Pada 15 Desember 2000, Hakim I Gde Putra Jadnya memutus bebas Pande. Lalu, 10 Maret 2004, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa dan memvonis Pande 4 tahun penjara.

  • Syahril Sabirin(Gubernur BI)
    Peran: Mencairkan tagihan Bank Bali secara cepat.
    Status: Terdakwa
    Putusan Perkara
    Dihukum tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Kasasinya kini sedang diperiksa Mahkamah Agung.

  • Tanri Abeng (Menteri Negara BUMN)
    Peran: Aktif dalam pertemuan dengan para tokoh skandal Bank Bali, termasuk pertemuan Mulia.
    Status: Tersangka di kejaksaan
    Putusan Perkara
    Tidak jelas (pernah disebut-sebut akan dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan).

  • Rudy Ramli (Direktur Utama Bank Bali)
    Peran: Pemilik Bank Bali yang ngotot tagihannya di BPPN dicairkan.
    Status: Terdakwa

    Putusan Perkara
    Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pimpinan Soedarto kembali menyatakan dakwaan jaksa atas Rudy batal demi hukum.

  • Joko S. Tjandra (Direktur PT EGP)
    Peran: Mendapat order dari Bank Bali untuk menagih klaim tagihan interbank ke BPPN. Beberapa tokoh dalam skandal ini sempat berapat di rumah Joko.
    Status: Bebas
    Putusan Perkara: Pada 28 Agustus 2000, Hakim Soedarto dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas Joko. Kasus korupsi Bank Bali dianggap bukan perkara pidana, melainkan perdata. MA membebaskan Joko.

  • A.A. Baramuli (Ketua DPA/tokoh Golkar)
    Peran: Diduga memimpin rapat 11 Februari di Hotel Mulia dan mendesak BPPN dan BI agar segera mencairkan klaim Bank Bali.
    Status: Tersangka
    Putusan Perkara: Tidak jelas.

  • Firman Soetjahja (Wakil Direktur Utama Bank Bali)
    Peran: Satu-satunya saksi yang mengakui adanya pertemuan di Hotel Mulia.
    Status: Terdakwa
    Perkara: Bebas di pengadilan

  • Hendri Kurniawan(Wakil Direktur Utama Bank Bali).
    Status: Terdakwa
    Putusan Perkara: Bebas.

  • Rusli Suryadi (Direktur Bank Bali)
    Status: Terdakwa
    Putusan Perkara: Bebas.

  • Setya Novanto (Direktur PT EGP, Wakil Bendahara Golkar)
    Peran: Ikut aktif dalam mempercepat keluarnya klaim tagihan ke BPPN. EGP mendapat fee atas jasanya itu.
    Status : Tersangka
    Putusan Perkara : Tidak jelas

  • Erman Munzir (Kepala Urusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan BI)
    Peran: Membuat verifikasi Bank Bali dan membuat surat agar Pande Lubis meminta disposisi BI.
    Status: Tersangka
    Putusan Perkara: Tidak jelas
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus