Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pecandu Juga Manusia

Sekitar 3,2 juta penduduk Indonesia terlibat narkoba. Di Bali berdiri wadah pemadat.

26 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYAP replika pesawat Garuda Indonesia yang dirakit di bengkel kerja di bagian belakang Penjara Pemuda, Tangerang, Banten itu selesai sudah. Mematut-matut sebentar, Niko Okaido kemudian mengecatnya, Rabu pekan lalu.

Pesawat miniatur dari kayu itu lalu ditumpuk di pojok bengkel. Siap dipasar-kan dengan harga Rp 50 ribu per unit. Selesai urusan pesawat, Niko kembali ke ruang tahanannya seluas 4 meter persegi di blok E. Ia membuka baju: penuh tato sekujur tubuh.

Niko kemudian bermain dengan kuas dan kanvas. ”Saya melukis Yesus,” kata bujangan 25 tahun penganut Buddha itu. Di dinding sel tergantung selembar lukisan bocah berbaju putih, bersayap, seperti bidadari kecil.

Pesawat, bidadari kecil, dan Yesus itu ibarat tonggak perjalanan Niko. U-ntuk waktu yang cukup panjang ia se-perti hidup di awang-awang. ”Awalnya pil koplo,” katanya mengenang pengembaraannya di dunia remang.

Semula dia menelan koplo untuk meng-hapus rasa kecewa pada ayah-ibunya, yang tak akur dan kemudian bercerai. Ia pun tak sempat menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah lan-jutan pertama.

Niko bukan dari keluarga miskin. Ayah-nya punya bengkel mobil dan motor di Jalan Pintu Air, Sangego, Kota Ta-ngerang. Setelah putus sekolah, se-puluh tahun lalu ia tenggelam dalam narkoba. Hampir semua jenis ia coba. ”Putaw yang paling saya sukai,” katanya.

Dari pemakai, ia meningkat jadi peng-edar. Pada 2004 ia tertangkap dan ber-kenalan dengan penjara Salemba se-la-ma setahun. Begitu bebas, ia kembali ke pangkuan putaw. ”Saya ketagih-an,” katanya. Dalam sebulan ia sudah menumpuk utang Rp 5 juta. Apa akal, ”Saya jual peralatan bengkel orang tua,” kata-nya.

Suatu ketika ia sakaw dan kantong kosong. ”Rasanya, sekujur tubuh sakit sekali,” katanya. Kebetulan, di depan sebuah warung Internet di Jalan Soleh Ali, Tangerang, ia melihat sepeda motor terparkir. Ia melihat kesempatan, tapi gagal. Ia ditangkap dan digebuki.

Kali ini ia dijebloskan ke Penjara Pe-muda Tangerang, dengan penghuni 2.713 tahanan—60 persennya terlibat nar-koba. Di sini ia putus narkoba. ”Setiap sakaw, saya mengatasinya dengan mendengarkan musik rohani,” katanya. Dia juga mulai melukis.

Delapan bulan lagi, Niko akan bebas. Narkoba lagi? ”Tidak. Saya akan kerja di bengkel,” katanya. Sayangnya, pembinaan tahanan yang terlibat narkoba disamakan dengan tahanan kasus lain. Menurut Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pemuda, Bambang Irawan, untuk kasus narkoba mestinya ada psikolog. ”Karena belum ada, pembinaannya menyatu dengan tahanan kasus lain,” kata-nya.

Di Jakarta, tahanan kasus nar-koba ditempatkan di penjara khusus narko-tik Cipinang, Jakarta Timur. Penjara de-ngan keamanan supermaksimum ini diresmikan Presiden Megawati Soekar-noputri pada Oktober 2003. Di sini ada 1.247 tahanan, 90 persen terlibat narkoba. Selebihnya tahanan titipan.

Andi, 20 tahun, dibekuk polisi setelah keluar dari sebuah diskotek di Jakarta Pusat pada medio 2005. Polisi menemukan sabu-sabu dan ekstasi di kantongnya. Pengadilan mengganjarnya hukum-an lima tahun penjara.

Andi berkenalan dengan ekstasi sejak 1996. Beralih ke putaw, tiga tahun kemudian dia sudah akrab dengan sabu-sabu. Dari pemakai, biasa, ia meningkat jadi pengedar. ”Enak, bisa make sekaligus dapat untung,” katanya. Dia berjualan di satu diskotek di Jakarta Barat. Dalam semalam dia menjual 10 sampai 100 butir ekstasi, ditambah 50 gram sabu-sabu.

Di penjara narkotik Cipinang ini disediakan program rehabilitasi, misalnya program pemusnahan racun narkotik. Narapidana akan dikurung dalam blok rehabilitasi yang dapat menampung 60 orang selama 2 minggu. Ada juga prog-ram keterampilan komputer dan bahasa Inggris. Tapi Andi tak mau meng-ikuti program ini. ”Saya lebih suka nong-krong saja,” katanya.

Menurut Ketua Pelaksana Ha-rian B-a-dan Narkotika Nasional (BNN), Ko-misaris Jenderal I Made Mangku Pastika, jumlah pengidap narkotik—pemakai dan pengedar—di Indonesia men-capai 3,2 juta orang. Umumnya p-e-nyalahgunaan narkoba sudah di-mu-lai pada ren-tang usia 10-19 tahun.

BNN dan Pusat Penelitian Keseha-tan Universitas Indonesia juga menghitung biaya yang dikeluarkan pengguna narkoba. Pemula yang masih coba-coba memerlukan Rp 680 ribu per bulan, yang teratur pakai Rp 1,5 juta, dan pecandu Rp 7,8 juta.

Diperkirakan, duit yang beredar da-lam bisnis narkoba ini mencapai Rp 12 triliun setahun, sedangkan biaya sosial penyalahgunaan narkoba Rp 4,2 triliun setahun. ”Angka ini bertambah setiap tahun,” kata Made.

Di antara pecandu narkoba sudah ada yang mendirikan organisasi, yaitu Ikat-an Persaudaraan Pengguna Napza Indonesia. Serikat ini didirikan di Kuta, Bali, pada 10 Juni lalu. ”Lewat wadah ini kami berusaha mengubah citra,” kata I Gusti Wahyunda, pecandu dari Bali.

Caranya, kata Gusti, mereka akan ber-perilaku positif di tengah masyarakat. Salah satu kegiatan mereka adalah aksi menanggulangi penyebaran HIV. S-ebab, penyebaran virus ini juga melalui pecandu yang menggunakan jarum suntik.

Mereka juga akan mendorong per-ubahan undang-undang yang di-anggap menghalangi peran pengguna nar-koba dalam kehidupan sosial. Misalnya Undang-Undang No 22/1997 tentang Psi-kotropika. Peraturan ini tak menenggang penggunaan narkoba meskipun un-tuk pengobatan. ”Mengetahui tidak melaporkan saja sudah dikenai hukum-an,” kata Wahyunda.

Menurut Wahyunda, pecandu mesti-nya dilihat juga sebagai korban. ”Dia me-miliki masalah kesehatan, dan juga ingin sembuh,” katanya. Jadi, Wahyunda mengatakan, pecandu berhak memenuhi kebutuhannya untuk menggu-nakan narkoba dalam pengawasan dok-ter.

Wahyunda mengakui, berjuang u-ntuk soal ini bukan perkara mudah. ”Apa-lagi stigma masyarakat, bahwa pecan-du identik dengan pelaku kriminal, ma-sih sangat kuat,” katanya.

Ada lagi wadah Menyongsong Dunia Baru, yang juga didirikan di Bali pada Juli 2003. Kegiatannya hampir sama de-ngan Ikatan Persaudaraan Napza. Ha-nya, Menyongsong tak peduli soal undang-undang. Mereka lebih fokus pada pengobatan dan penyuluhan, serta menyadarkan rekan-rekannya yang masih bergantung pada narkoba.

Kelompok ini sebenarnya adalah klien klinik methadhone Sandat di dekat Rumah Sakit Umum Pertamina Sanglah, Bali. Program methadone adalah bagian dari harm reduction atau pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba.

Untuk mengikuti program yang da-na-nya didukung oleh Australian Aids ini, peserta hanya cukup membayar Rp 5.000 sekali pakai, dengan pengaruh obat 24 jam. Sedangkan heroin harga-nya Rp 200 ribu untuk empat kali suntik, per suntik-an tahan 3-4 jam.

Program metadhone bersifat jangka panjang. Begitu masuk klinik, si pecandu harus melewati fase pembersihan heroin 10 hari, fase stabil 2-6 bulan, dan kemudian fase penurunan. Total waktu yang dibutuhkan minimal 18 bulan. Setelah itu, baru-lah penggunaan obat yang serumpun de-ngan heroin ini dihentikan.

Karena jangka waktu pengobatan yang lama itulah mereka menjadi akrab, lalu mendirikan wadah. Dengan Menyongsong Dunia Baru, mereka sudah menye-lenggarakan beragam kegiatan, antara lain membantu korban tsunami Aceh.

Ada juga program pemeliharaan lingkungan, ”Misalnya dengan menanam ba-kau di pinggir pantai,” kata Franky Richard Passa, konselor methadhone.

Saat ini Menyongsong telah menjalin hubungan dengan Dinas Sosial Bali. Mereka akan mendapat pelatihan ke-te-rampilan, dengan harapan mampu mandiri setelah selesai program pemulihan. ”Yang jelas, sebagian pecandu te-lah bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat pencegah narkoba,” kata Franky.

Nurlis E. Meuko, Tito Sianipar (Jakarta), Ayu Cipta (Tangerang), dan Rofiqi Hasan (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus