Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGOR Nainggolan tidak habis-habisnya membagi senyum. Padahal sidang gugatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melawan Kepala Kepolisian Republik Indonesia belum juga dimulai. Kuasa hukum Ketua AJI Jakarta, Rommy Fibri, itu begitu optimistis. "Kami akan menang hari ini," ujar Tigor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin pekan silam.
Keyakinan yang tak sia-sia. Hari itu majelis hakim yang dipimpin oleh Iskandar Tjakke mengabulkan sebagian besar legal standing AJI. Gugatan organisasi wartawan ini ditujukan kepada Kepala Kepolisian RI, Kepala Polda Metro Jaya, Kepala Polres Jakarta Pusat, dan Kepala Polsek Menteng, Jakarta Pusat. Mereka dinilai membiarkan terjadinya kekerasan terhadap wartawan di kantor Majalah TEMPO, 8 Maret lalu.
Dalam putusannya hakim menyatakan, kepolisian telah melakukan perbuatan melawan hukum karena membiarkan terjadinya kekerasan. Mereka tidak bertindak tegas dan memadai untuk mengamankan dan melindungi wartawan TEMPO. "Ini bertentangan dengan kewajiban polisi menurut undang-undang," kata Tjakke dalam pertimbangan putusannya.
Hakim juga menghukum tergugat untuk meminta maaf secara terbuka kepada para korban, yakni Pemimpin Redaksi TEMPO Bambang Harymurti, tiga orang wartawan TEMPO—Ahmad Taufik, Abdul Manan, dan Karaniya Dharmasaputra—serta AJI Jakarta.
Kekerasan terhadap mereka terjadi ketika orang-orang yang mengaku karyawan Grup Artha Graha (milik Tomy Winata) mendatangi kantor Majalah TEMPO di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Mereka memprotes tulisan berjudul Ada Tomy di Tenabang?, yang berisi dugaan keterlibatan Tomy Winata dalam rencana pembangunan Pasar Tanah Abang.
Ratusan orang berwajah garang itu melakukan kekerasan dengan mendorong-dorong pagar dan berusaha masuk ke halaman kantor yang dijaga puluhan polisi. Beberapa di antaranya berteriak "bakar!", "tangkap!", "cabut izinnya!", "tutup Majalah TEMPO!" Kapolsek Menteng, menurut penggugat, hanya mengatakan, "Selesaikan dong, kan Anda yang tahu persoalannya," ketika ditanya Ahmad Taufik yang melihat situasi makin tak terkendali.
Di ruang rapat TEMPO, polisi tidak bertindak apa-apa ketika Hidayat Lukman (yang memimpin rombongan) melemparkan kotak tisu kepada Taufik tapi mengenai pangkal hidung Manan. Lalu di kantor Polres Jakarta Pusat, Pemimpin Redaksi TEMPO Bambang Harymurti pun ditinju perut, kepala, dan ditendang kakinya oleh David Tjiu alias A Miauw, tangan kanan Tomy Winata. Dan ketika Karaniya memprotes aksi ini, malah dipukul pula.
Namun, tidak semua gugatan AJI dipenuhi. Permintaan sita atas Markas Besar Kepolisian tak dikabulkan. Begitu pula keinginan untuk memasukkan mata kuliah UU Pers dalam kurikulum Akademi Kepolisian dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Kata Tjakke, majelis tidak bisa memenuhi semua keinginan karena polisi juga sedikit membantu mengatasi penggerudukan ke kantor TEMPO. Hanya, membiarkan terjadinya pemukulan terhadap wartawan TEMPO juga tak bisa dibenarkan. "Sekecil apa pun harus dihukum," ujar Tjakke.
Menghadapi putusan tersebut, kuasa hukum tergugat, Ajun Komisaris Rudi Heryanto, langsung menyatakan banding. Majelis dianggapnya tidak mempertimbangkan vonis terhadap David Tjiu yang dibebaskan pengadilan karena tak terbukti memukul Bambang. Soal polisi yang tidak mencegah pemukulan dan tidak segera menangkap pemukul wartawan, Rudi menolak berkomentar. "No comment," ujarnya.
Vonis hakim amat menarik karena legal standing sebenarnya tidak dikenal dalam hukum acara perdata kita. Sebelumnya gugatan serupa juga pernah dilakukan terhadap petugas keamanan dan keterlibatan yang menganiaya wartawan. Hasilnya, wartawan pula yang dimenangkan. Kendati tidak diatur dalam hukum acara perdata, menurut hakim anggota Andriani Nurdin, gugatan semacam itu bisa dilakukan karena kita pun menerima gugatan class action. "Ini memang terobosan hukum," tuturnya.
Tigor yakin, putusan tersebut berpengaruh terhadap perkara TEMPO lainnya. Ini bisa dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana Bambang Harymurti, Taufik, dan T. Iskandar Ali, yang didakwa menyebar fitnah dan berita bohong lewat tulisan Ada Tomy di Tenabang?.
David Tjiu dan Hidayat Lukman alias Teddy Uban, yang sudah divonis dalam kasus kekerasan terhadap wartawan, pun bisa diperiksa lagi oleh polisi. David telah diputus bebas dan Teddy dihukum ringan, 5 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan. Soalnya, putusan legal standing itu menebarkan bukti bahwa kekerasan tersebut telah terjadi. Menurut Tigor, proses hukum terhadap mereka tidak akan menabrak asas nebis in idem (perkara yang sama tidak boleh diadili lebih dari satu kali) jika kali ini keduanya disidik dengan Undang-Undang Pers.
Ketua Komisi Ombudsman Nasional, Antonius Sujata, pun sependapat. Kemenangan gugatan AJI bisa memberikan celah kepada polisi untuk menyidik lagi David dan Hidayat. Tapi, "Agar polisi bergerak, perlu ada pengaduan atau laporan baru," ujar bekas Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus ini.
Mendapat peluang baru, bukan cuma wajah Tigor yang sumringah. Usai putusan siang itu, Ahmad Taufik buru-buru melakukan sujud syukur di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kegembiraan juga menghampiri Bambang Harymurti. Katanya, "Putusan ini membuktikan, masih ada hakim yang bisa dipercaya."
Endri Kurniawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo