Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Emerson Yuntho pagi itu sibuk membuka-buka file komputer di kantornya di Âkawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Peneliti senior Indonesia Corruption Watch itu tengah mengumpulkan kembali arsip kasus korupsi lama yang masuk laci meja polisi dan jaksa.
Bersama kawan-kawannya, Emerson berniat menghidupkan kembali kasus yang dihentikan pengusutannya itu lewat jalur praperadilan. Peluang organisasi antikorupsi memperkarakan penghentian pengusutan kasus pidana kini terbuka lebar. Soalnya, awal Januari lalu, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi yang meminta pembatasan pihak ketiga yang boleh menggugat lewat jalur praperadilan.
Mahkamah Konstitusi justru mempertegas posisi lembaga swadaya masyarakat sebagai pihak ketiga yang bisa menggugat, bila perkara korupsi dihentikan pada tahap penyidikan atau penuntutan. Â"Putusan itu memantik kembali gairah kami untuk membongkar kasus-kasus lama," ujar Emerson pada Rabu pekan lalu.
Sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi itu, hakim berkali-kali menolak gugatan praperadilan yang diajukan pihak di luar saksi korban dan pelapor. Contohnya dua gugatan praperadilan yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch. Pada 2003, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan atas penghentian penyidikan kasus korupsi Rp 9,8 triliun yang diduga melibatkan bos PT Texmaco, Marimutu Sinivasan. Lalu, pada 2006, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak gugatan atas penghentian penuntutan kasus korupsi tujuh yayasan yang dipimpin mantan presiden Soeharto.
"Dulu, hakim tak pernah menyentuh substansi perkara," ujar Emerson. "Mereka langsung memvonis kami tak memenuhi syarat sebagai pemohon." Menurut catatan ICW, sejak 2001 tidak kurang dari 50 kasus korupsi yang dihentikan penyidikan atau penuntutannya.
Gugatan judicial review yang kandas itu diajukan bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad pada 23 Juli 2012. Fadel menggugat Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, setelah dia kembali menjadi tersangka kasus korupsi pada 16 Mei 2012.
Fadel terseret kasus bancakan anggaran tak lama setelah terpilih menjadi gubernur pertama Gorontalo pada 2001. Anggota DPRD yang mengantarkan dia ke kursi gubernur meminta bantuan dana mobilisasi, masing-masing Rp 120 juta.
Sempat menolak permintaan itu, pada 8 Maret 2002, Fadel membuat surat keputusan bersama dengan Ketua DPRD Amir Piola. Keputusan itu intinya menyetujui pencairan bantuan dana tanpa pajak Rp 5,4 miliar. Dana pun cair pada 27 Maret 2002.
Tak lama kemudian, Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengusut kasus bagi-bagi duit itu. Jaksa menyidik dugaan penyalahgunaan wewenang oleh 45 anggota DPRD. Tapi, pada Maret 2003, Ketua DPRD Amir Piola mengajukan slip setoran dana Rp 5,4 miliar ke rekening kas daerah Gorontalo di Bank Sulut. Bukti itu menjadi dasar jaksa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan pertama.
Gorontalo Corruption Watch, yang mengawal perkara ini, menggugat penghentian penyidikan itu ke Pengadilan Negeri Gorontalo. Tapi gugatan praperadilan itu ditolak.
Beberapa bulan berselang, beredar bocoran hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Makassar atas laporan keuangan Provinsi Gorontalo tahun 2002 dan 2003. Tim BPK Makassar tak menemukan catatan pengembalian dana Rp 5,4 miliar melalui Amir Piola. Kejaksaan Tinggi Gorontalo pun membuka kembali penyidikan perkara ini pada 10 Desember 2004.
Jaksa lantas mengajukan surat izin pemeriksaan Amir dan Fadel kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun Presiden hanya menerbitkan surat pemeriksaan untuk Amir. Di Pengadilan Negeri Gorontalo, pada 1 Agustus 2006, hakim memvonis Amir satu setengah tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Vonis itu telah diperkuat Mahkamah Agung.
Sewaktu kasus Amir masih di Mahkamah Agung, Presiden Yudhoyono menerbitkan izin pemeriksaan Fadel. Pada Maret 2009, jaksa memeriksa politikus Partai Golkar itu sebagai tersangka. Namun, pada 21 Agustus 2009, untuk kedua kalinya Kejaksaan Tinggi kembali menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Tiga bulan kemudian Fadel dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Surat penghentian penyidikan kedua kembali menjadi sasaran gugatan aktivis Gorontalo Corruption Watch. Pada 28 November 2011, Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan praperadilan mereka. ÂPutusan itu keluar sebulan setelah Fadel terdepak dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Ketika mengajukan gugatan praperadilÂan, Gorontalo Corruption Watch memakai peluang dalam Pasal 80 KUHAP. Pasal itu menyebutkan, permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan bisa diajukan penyidik, penuntut umum, atau pihak ketiga yang berkepentingan.
Dalam uji materinya, kuasa hukum Fadel, Muchtar Luthfi dan kawan-kawan, meminta Mahkamah Konstitusi memperjelas tafsir "pihak ketiga yang berkepentingan". Menurut mereka, pihak ketiga semestinya hanya merujuk pada pelapor atau saksi korban, bukan organisasi semacam Gorontalo Corruption Watch.
Perbedaan penafsiran atas Pasal 80 ÂKUHAP, menurut kuasa hukum Fadel, berdampak pada ketidakpastian hukum dan perlakuan yang tak sama di depan hukum. Yang dirugikan terutama tersangka yang kasusnya dibuka lagi setelah dihentikan. Hal itu, menurut mereka, bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 28I ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam sidang pada 8 Januari lalu, sembilan hakim konstitusi bulat menolak permohonan Fadel. "Dalil pemohon tak beralasan menurut hukum," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. ketika membacakan putusan.
Menurut Mahkamah, frasa "pihak ketiga yang berkepentingan" tak bisa ditafsirkan sempit hanya merujuk pada saksi korban atau pelapor. Perkumpulan orang yang bertujuan memperjuangkan kepentingan umum pun bisa memperkarakan penghentian penyidikan atau penuntutan.
Putusan Mahkamah Konstitusi belum membuat Fadel menyerah. Selain melaporkan hakim yang mengabulkan praperadilÂan ke Komisi Yudisial, Fadel akan mengadukan jaksa yang menyidik lagi kasusnya ke Komisi Kejaksaan. "Di balik tutup-buka kasus itu, pasti ada permainan," kata Fadel, yang berkukuh tak bersalah, Rabu pekan lalu.
Sebaliknya, kalangan aktivis menyambut putusan Mahkamah Konstitusi ini dengan sukacita. Mereka berencana mengisi ruang yang diberikan Mahkamah Konstitusi dengan berbagai rencana. Di ICW, Emerson dan kawan-kawan bersiap-siap mengajukan praperadilan atas penghentian penyidikan dugaan korupsi kasus Sistem Administrasi Badan Hukum. Juni tahun lalu, Kejaksaan Agung menghentikan kasus itu ketika menyidik bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra sebagai tersangka.
Pegiat di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga menyambut putusan Mahkamah Konstitusi dengan gugatan praperadilÂan. Manajer Bidang Hukum dan Kebijakan Walhi Muhnur mengatakan dalam waktu dekat mereka akan mempraperadilankan penghentian penyidikan kasus pembalakÂan hutan di Riau. Pada Desember 2008, Kepolisian Daerah Riau menghentikan penyidikan kasus illegal logging yang diduga melibatkan 14 perusahaan itu.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar juga menganggap putusan Mahkamah Konstitusi sebagai terobosan penting. Namun, dia mengingatkan, putusan itu belum memecahkan kebuntuan pengusutan kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Soalnya, polisi dan jaksa tak pernah mengeluarkan perintah penghentian penyidikan kasus pelanggaran hak asasi. Mereka hanya membiarkan kasus itu mengambang. Dalam kasus yang dipetieskan itu, kata Haris, "Belum ada mekanisme hukum untuk menerobosnya."
Jajang Jamaludin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo