Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah menjaga tulang belulang yang ditemukan pada lokasi proyek pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Desa Bili Aroen, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Komnas HAM, Abdul Haris Semendawal, menyatakan langkah tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan keterkaitan bukti-bukti tersebut dengan Peristiwa Rumoh Geudong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan beserta Pemerintah Aceh dan Pemkab Pidie untuk menjaga tulang belulang tersebut," ujar Abdul dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumoh Geudong diyakini sebagai tempat terjadinya pelanggaran HAM berat saat Aceh menjadi daerah operasi militer. Laporan Komnas HAM mencatat tragedi Rumoh Geudong mencakup kejahatan kemanusiaan seperti penangkapan sewenang-wenang, pemerkosaan, penyiksaan, sampai pembunuhan.
Kejahatan kemanusiaan itu setidaknya mengakibatkan 109 penduduk sipil diduga disiksa dan 74 perempuan diperkosa. Sementara itu, setidaknya terdapat sembilan orang dibunuh di Rumoh Geudong dan delapan orang lainnya tidak pernah kembali ke keluarganya hingga hari ini.
Peristiwa Rumoh Geudong menjadi satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah. Komnas HAM sudah menyelesaikan dan menyerahkan penyelidikan kasus ini ke Kejaksaan Agung.
Selain meminta pemerintah menjaga temuan tulang belulang itu, Abdul Haris berharap Jaksa Agung melakukan uji forensik, termasuk tes DNA, guna memastikan identitas korban dengan keluarga yang masih ada.
Pemerintah turut diminta membuka ruang bagi korban, keluarga korban, dan publik untuk dapat mengetahui informasi temuan tersebut sebagai pemenuhan hak korban dalam mengetahui kebenaran.
Abdul Haris menuturkan pembangunan Memorial Living Park merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Ia tak menampik pembangunan Memorial Living Park sebagai langkah mengabadikan memori pada lokasi terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat merupakan hal penting. "Namun, perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian mengingat kemungkinan adanya bukti-bukti lain di wilayah pembangunan Memorial Living Park tersebut," kata Abdul.
Dia berharap semua pihak mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sebelumnya, pekerja proyek pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong menemukan tulang belulang manusia di sekitar bangunan tugu dalam kompleks Rumoh Geudong. Tulang belulang yang ditemukan, yakni tulang lengan, tulang kaki, dan enam tulang paha.
Semua tulang tersebut telah dikuburkan dalam satu liang dipimpin oleh imam atau pemuka agama setempat secara agama Islam pada awal Maret 2024.
Rumoh Geudong yang menjadi salah satu bukti situs pelanggaran HAM berat di Aceh dirobohkan pada 19-21 Juni 2023 lalu. Hal itu dilakukan menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo yang akan mengumumkan atau kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM di daerah itu pada 27 Juni 2023.
Presiden Jokowi mengakui peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) sebagai salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia. Sikap tersebut diambil setelah pemerintah mendapatkan rekomendasi dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Januari 2023.
SULTAN ABDURRAHMAN