Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pemerkosaan Santri di Lombok Timur

Dua kasus pemerkosaan santri mencuat di Lombok Timur. Korban diperkirakan mencapai puluhan.

21 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kabupaten Lombok Timur dihebohkan dengan dua kasus kekerasan seksual pondok pesantren.

  • Kedua pelaku adalah pemimpin pondok pesantren.

  • Masih banyak korban yang takut melapor.

Peringatan: Artikel ini mengandung cerita kekerasan seksual. Sejumlah identitas disembunyikan karena korban berstatus anak di bawah umur.

KEPOLISIAN Resor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, sedang getol mengungkap dua kasus kekerasan seksual santri di dua pondok pesantren di Kecamatan Sikur sejak Maret lalu. Kasus pertama terjadi di pondok yang dikelola LM. Sebulan kemudian, polisi menangkap HS, pemimpin Pondok Pesantren AB, yang diduga memperkosa 41 santri perempuan. Namun tak semua korban melapor.

Kepala Polres Lombok Timur Ajun Komisaris Besar Herry Indra Cahyono mengatakan anggotanya sudah menangkap LM dan HS. Keduanya mendekam di sel tahanan polisi. Tapi polisi belum bisa memastikan jumlah korban HS yang diklaim mencapai 41 orang. “Itu mungkin hanya informasi, ya. Yang pasti melapor dua korban," katanya.

Korban LM diperkirakan mencapai lima orang. Baru dua yang melapor. Jumlah korban itu diperoleh dari kesaksian A, 17 tahun, santri di pondok pimpinan LM. LM kerap dipanggil Mamiq oleh muridnya. Mamiq adalah panggilan untuk bapak dalam bahasa Sasak. Biasanya, panggilan ini dipakai untuk bangsawan atau orang yang sudah menunaikan ibadah haji.

A bercerita, LM mendekati korban melalui perantara. Kepada korban, sang perantara menyampaikan salam dan bujuk rayu LM. "Mau ndak sama orang yang luar biasa? Jika bersama beliau keluarga akan dijamin dunia-akhirat," tutur A menirukan ucapan sang perantara. Jika ditolak, A dan keluarga disebut akan sengsara.

Baca: Jurus Menjerat Pelaku Kekerasan Seksual

Karena takut, A  menuruti permintaan LM. Sejak saat itu, ia berkali-kali diperkosa LM. “Minimal seminggu sekali atau dua kali," ujarnya. Sebelum memperkosa, LM menjanjikan nanti akan bertemu dengan Rasulullah di surga.

Korban B, 17 tahun, menuturkan hal senada. Dia juga didatangi perantara LM untuk berhubungan dengan Mamiq. B juga tak bisa mengelak karena keluarganya turut diancam akan sengsara jika tak melayani LM. "Dia (LM) bilang, nanti malam ketemu di ruang laboratorium," ucap B.

Laboratorium tersebut berada di lantai tiga pondok. Di sanalah LM diduga memperkosa korbannya pada malam hari. A menuturkan, rekannya yang menolak ajakan LM biasanya langsung meninggalkan pondok. "Yang menolak langsung dikeluarkan. Besoknya mereka sudah berkemas,” katanya.

A mengaku diperkosa selama hampir setahun, pada 2022 hingga Maret 2023. Pemerkosaan berakhir setelah A memberanikan diri menceritakan peristiwa itu kepada kakak tingkat yang sudah keluar pondok. Cerita tersebut sampai ke keluarga A. Mereka melaporkan pemerkosaan itu hingga polisi menangkap LM pada 7 Maret lalu.

Selepas mencuatnya kasus di pondok LM, polisi membongkar dugaan pemerkosaan santri di Pondok Pesantren AB. Kedua pondok tersebut sama-sama berada di Kecamatan Sikur, tapi tak saling berkaitan. Polisi menangkap HS, pemimpin pondok AB, pada Selasa, 16 Mei lalu. Ia diduga memperkosa santri perempuan sejak 2016 hingga 2023.

Awalnya, satu santri melapor ke polisi. Namun, setelah ada pendampingan Lembaga Bantuan Hukum Apik Nusa Tenggara Barat, korban lain turut melapor. “Meski korbannya diperkirakan mencapai 41 orang, baru dua santri yang berani melapor,” ucap Ketua Koalisi Stop Kekerasan Perempuan dan Anak yang juga Ketua LBH Apik Nusa Tenggara Barat, Nuryanti Dewi.

Kepala Kepolisian Resor Lombok Timur Ajun Komisaris Besar Herry Indra Cahyono meminta kedua kasus pemerkosaan itu tak dikaitkan dengan aktivitas di pondok pesantren. Ia mengklaim peristiwa tersebut terjadi karena ulah perorangan. “Peristiwa ini juga tak berkaitan dengan ajaran sesat,” tuturnya.

Tempo tak mendapat izin mewawancarai LM untuk meminta konfirmasi ihwal tuduhan pemerkosaan. Pengacara HS, Hulain, membantah tuduhan kliennya memperkosa santri. "Tindakan aparat menahan HS terlalu dipaksakan," tuturnya pada Kamis, 18 Mei lalu.

Hulain mengklaim HS menderita diabetes sejak 2011 sehingga tak bisa ereksi. "Bagaimana mungkin dia memperkosa santri sejak 2016?" katanya. Hulain mengaku memiliki semua rekam jejak medis HS. Ia menuding polisi memalsukan sejumlah barang bukti untuk menjerat kliennya.

Ia mencontohkan HS dilaporkan memerkosa seorang santri pada 15 Februari lalu di pondok pesantren. Menurut Hulain, HS tak berada di pondok sejak 13 Februari. Kala itu HS baru menjalani operasi. “Ini dibuktikan dengan absensi dan rekam medis,” ucapnya.

Kepala Kantor Kementerian Agama Lombok Timur Sirojudin membenarkan kabar bahwa polisi menangkap dua pemimpin pondok pesantren di wilayahnya. Pada kasus yang menjerat LM, Sirojudin mengatakan lokasi kejadian bukanlah pondok pesantren. 

Ia mengklaim lokasi tersebut hanya asrama tempat menampung santri yang menempuh pendidikan di berbagai sekolah, seperti madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas, madrasah aliyah, dan sekolah menengah kejuruan.  Mereka tidak mempelajari kitab kuning. Asrama tersebut juga tidak memiliki masjid dan tuan guru layaknya pondok pesantren. "Asrama itu tak terdaftar di Kementerian Agama dan tidak ada nomenklatur ponpesnya," ujarnya.

Sirojudin mengatakan Pondok Pesantren AB yang dipimpin HS merupakan pesantren resmi yang terdaftar di Kementerian Agama. Tapi ia menolak jika disebut kecolongan. Kementerian Agama rutin mengawasi dan membina semua pondok pesantren di Lombok Timur. “Setelah kasus ini mencuat, kami lebih mengintensifkan pengawasan dengan membentuk Satuan Tugas Pengawasan Ponpes,” katanya.

Kepala Dinas Perlindungan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana Lombok Timur Haji Ahmad berharap polisi tak melepas LM dan HS. Ia mencontohkan ada kasus kekerasan seksual lain yang prosesnya mandek. Polisi berdalih barang bukti kasus tersebut belum mencukupi. “Ujung-ujungnya kami diminta memediasi lalu mendamaikan pelaku dan keluarga korban,” ucapnya.

Kepala Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram Joko Junaidi mengatakan pandangan masyarakat Lombok terhadap pondok pesantren membuat kasus pemerkosaan santri sulit tuntas. Selain tertutup, pondok pesantren memiliki tokoh agama yang berpengaruh. “Sehingga ketika ada kasus yang mau diproses sering kali ada keraguan soal stabilitas keamanan,” tuturnya.

Saat ini BKBH Universitas Mataram tengah mendampingi lima kasus pemerkosaan. Menurut Joko, masyarakat Lombok sangat percaya pada tuan guru. Hal ini yang kerap dimanfaatkan pelaku. Sebab, masyarakat mempercayai mereka. “Ketika ada korban di lingkungan pondok, keluarga cenderung tak percaya, bahkan menyalahkan korban,” katanya.

Contohnya Amaq, ayah salah satu korban pemerkosaan LM. Ia sempat marah saat menerima laporan anak perempuannya diperkosa LM. Alih-alih melaporkan LM, ia justru mendamprat anaknya. Ia tak percaya atas pengakuan anaknya. "Hampir saya pukul dia," tutur Amaq kepada Tempo.

Kini Amaq mengaku menyesal. Ia mendukung anaknya melaporkan LM ke kepolisian. Tapi ia masih menyimpan sesak. Sebelumnya, ia mempercayai LM. Empat tahun lalu, Amaq memilih menitipkan anaknya kepada LM karena sudah dianggap sebagai saudara sendiri. "Saya serahkan anakmu ini, didik dan bina dia agar menjadi penerus perjuangan kita," ujar Amaq menirukan ucapannya kepada LM saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Abdul Latief Apriaman meliput dan membuat reportase untuk artikel ini dari Lombok Timur. Di edisi cetak, artikel ini terbit dengan judul "Rayuan Surga Penjaga Santri"

Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus