KENDATI hukum acara, KUHAP, sangat dibanggakan sebagai produk hukum, yang sangat menjamin hak tersangka, toh masih ada tahanan yang terkatung-katung tanpa kepastian. Misalnya Dedi Supriyadi, 18 tahun, seorang terpidana setahun penjara karena kasus pembunuhan. Seharusnya Dedi yang ditahan sejak 22 Agustus 1987, sesuai dengan masa hukumannya, sudah bebas demi hukum pada 22 Agustus lalu. Ternyata, sampai akhir pekan lalu, anak muda itu masih mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta, tanpa status yang jelas. Pelajar tsanawiyah itu bersama tiga orang temannya, di antaranya Warsid, ditahan polisi dengan tuduhan menganiaya Sumanta hingga korban meninggal dunia di daerah Cengkareng, Jakarta Barat. Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang mengadili kasus itu, pada April lalu, memvonis Dedi setahun penjara -- sementara Warsid di persidangan terpisah dihukum 10 tahun penjara. Jaksa T.H. Sirait, yang sebelumnya menuntut Dedi 4 tahun penjara, rupanya tak puas atas vonis itu. Sebab itu, Sirait, dua hari kemudian, menyatakan banding. Ternyata, Pengadilan Tinggi Jakarta, Juli lalu, mengukuhkan vonis pengadilan bawahannya. Dedi menerima putusan banding ini. Sebab itu, Dedi telanjur berharap bisa bebas di hari terakhir masa penahanannya itu. "Saya kangen sekali dengan orangtua," ucap Dedi, yang rencananya akan melanjutkan sekolahnya setelah bebas. Tanggal 22 Agustus telah lewat. Toh Dedi masih mendekam di tahanan. Pihak Rutan tak juga menentukan sikap. Ternyata, tepat pada hari selesamya masa tahanan itu, Jaksa Sirait mengajukan kasasi. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta, Soehadibroto, pihaknya wajar menyatakan kasasi pada tanggal tersebut karena baru menerima vonis banding itu pada 15 Agustus. "Jaksa 'kan perlu waktu untuk mempelajari putusan, setelah itu baru menentukan sikap akan kasasi atau tidak," kata Soehadibroto. Persoalannya, sampai pekan lalu, Dedi tak juga dikeluarkan dari tahanan kendati ia sudah menjalani tahanan melebihi masa hukumannya. Menurut pengacara Dedi, Alex Tantrajaya dan Herman Syafe'i, kliennya itu kini tak jelas berstatus tahanan Instansi yang mana. "Itu 'kan sama saja mempermainkan nasib Dedi, " ujar Alex dan Herman, yang berniat menuntut ganti rugi atas penahanan berlebihan itu. Menurut Soehadibroto, sesuai dengan KUHAP, begitu jaksa mengajukan kasasi, tanggung jawab penahanan langsung beralih ke Mahkamah Agung (MA). "Seharusnya Rutan menanyakan tanggung jawab penahanan itu ke Mahkamah Agung," ujar Soehadibroto. Menurut Ketua Muda Pidana Umum Mahkamah Agung (MA), Adi Andojo Soetjipto, berkas perkara itu belum sampai ke instansinya. Kendati begitu, Sabtu pekan lalu, lewat berita telegram, MA memerintahkan agar Rutan segera membebaskan Dedi. "Karena lamanya terdakwa ditahan sesuai dengan pidana penjara yang sudah dijalaninya," kata Adi Andojo. Tapi sampai Sabtu petang pekan lalu, Kepala Rutan Pondok Bambu, Wijono, menyatakan belum menerima perintah MA itu. "Begitu perintah Mahkamah Agung kami terima, Dedi akan kami lepaskan," ujar Wijono. Agaknya, Dedi hanya korban kelambatan bagian ekspedisi berbagai instansi penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini