Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat Harga Sepotong Kuping

Jonathan simamora, 28 dan tagor sibagariang, 19, diwakili pengacara djoni irawan, dkk menuntut kepala terminal pulogadung, abdul halim nasution. kedua calo itu kupingnya dipotong oleh oknum llajr.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAPA harga kuping manusia? Tentu tak ada, yang bisa menaksirnya. Sebab, itu, menarik ketika, Kamis pekan lalu, tiga orang pengacara LBH Jakarta, Djoni Irawan, Furqon W. Authon, serta Sukma V. Saubary, menilai harga kuping itu sekitar Rp 1 milyar. Harga itu yang dituntutnya agar dibayar Kepala Terminal Bis Pulogadung, Abdul Halim Nasution, akibat kasus pemotongan daun telinga kliennya, Jonathan Simamora. Menurut pengacara LBH tersebut, dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, kliennya itu, Februari lalu, kehilangan kuping di kantor Abdul Halim. Ketika itu Jonathan, 28 tahun, bersama rekannya, Tagor Sibagariang, 19 tahun, yang sehari-harinya sopir dan kondektur bis Bintang Purnama jurusan Pulogadung-Cikampek, mencoba-coba jadi calo di Terminal Bis Pulogadung. Sebab, pada waktu itu keduanya menganggur akibat surat-surat bisnya kena tilang. Tapi nasib sial bagi mereka. Dua orang berbadan tegap tiba-tiba menyeret mereka ke kantor Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJR) di terminal itu. Di tempat ini, kedua orang tadi -- bersama enam orang lainnya, juga berbadan kekar -- menghajar Jonathan dan Tagor habis-habisan. Belum cukup itu, bagian bawah telinga kanan Jonathan dipotong dengan gunting. Begitu juga nasib kuping Tagor, hilang sepotong. Dalam keadaan tubuh memar, Jonathan mendengar kedelapan lelaki itu mengaku petugas dari sebuah instansi keamanan (TEMPO, 20 Februari 1988). Perlakuan itu, menurut Djoni Irawan, bukan hanya tak manusiawi, tapi juga mengabaikan segala aturan hukum. Sebab Jonathan dan Tagor bisa menunjukkan KTP dan surat tilang SIM miliknya. Tapi semua surat-surat itu, kata Djoni, dirobek-robek orang-orang tadi. "Kepala Terminal Bis Pulogadung membiarkan saja penganiayaan biadab itu berlangsung dl kantor dan wilayah, yang menjadi tanggung jawabnya," ujar Djoni. Bahkan setelah dianiaya, kedua orang itu dikirim ke Polsek Pulogadung. "Kenapa penganiayaan itu bisa terjadi, sampai kini, tak ada penjelasan resmi," kata Djoni. Sikap Abdul Halim itu, menurut Djoni, termasuk perbuatan melawan hukum. Sebab, selaku Kepala Terminal, sekaligus penanggung jawab LLAJR di situ, seharusnya ia mencegah kasus semacam itu di wilayah tempatnya bertugas. Sebab itu, ia bersama rekannya menuntut ganti rugi dari Abdul Halim Rp 1 milyar lebih - Rp 1 milyar untuk cacat seumur hidup dan Rp 361.500 untuk penggantian biaya obat, perawatan, dan kehilangan hari kerja selama 60 hari. Kepala Terminal Bis Pulogadung, Abdul Halim, membantah tuduhan bahwa kejadian pemotongan kuping itu berada dalam wilayah dan tanggung jawabnya. "Pengacara LBH itu belum tahu persis, apa wewenang saya. Persoalan ini sudah ditangani instansi yang lebih tinggi," ujar Abdul Halim, tanpa menjelaskan instansi yang dimaksud. Tapi beberapa waktu lalu, Abdul Halim nernah mengatakan kepada TEMPO bahwa instansinya memang minta bantuan instansi lain untuk menertibkan para calo di terminal itu. Sebab, ulah para calo itu, katanya, tak bisa lagi ditoleransi. "Tempat ini sudah menjadi nerakanya Jakarta," kata Abdul Halim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus