Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angga Dwimas Sasongko menerima kabar mengejutkan itu pada akhir tahun lalu. Film garapannya, Cahaya dari Timur: Beta Maluku, dicoret panitia CinemAsia Film Festival 2015 di Amsterdam, Belanda. "Gara-gara di Internet sudah ada bajakannya," kata pengurus Asosiasi Produsen Film Indonesia ini menceritakan kejadian itu, 6 Juli lalu.
Angga mafhum panitia festival bukan sedang menggertak. Setahu dia, hampir semua panitia festival internasional menyaring ketat setiap film yang akan menjadi peserta. Panitia pun akan langsung mendepak film yang sudah tayang di Internet secara ilegal. Sebelumnya, Angga juga tahu, film The Raid garapan sutradara Gareth Evans, misalnya, batal tayang di beberapa negara lantaran telanjur beredar di situs gratis pengunduh film. "Itu contoh bagaimana pembajakan lewat dunia maya memukul industri perfilman," kata Angga.
Kini Angga dan para sineas Indonesia boleh sedikit tersenyum lega. Soalnya, awal Juli lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Komunikasi dan Informatika menerbitkan peraturan bersama tentang perlindungan hak cipta.
Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Ahmad M. Ramli, peraturan bersama itu mengatur mekanisme penutupan konten—termasuk hak akses—pada situs daring yang membajak karya kreatif, seperti paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan rahasia dagang. "Ini amunisi untuk melindungi karya kreatif yang terus dibajak," ujar Ramli, 4 Juli lalu.
Lembaga swasta pemerhati hak cipta asal Amerika Serikat, International Intellectual Property Alliance (IIPA), pada Februari lalu merilis kajian terbarunya mengenai perlindungan kekayaan intelektual di semua negara. Hasilnya, Indonesia termasuk 13 negara—antara lain Cina, India, Ukraina, dan Filipina—yang paling rawan pembajakan dan minim perlindungan.
Ini untuk kesekian kalinya lembaga semacam IIPA memberi stempel buruk bagi perlindungan hak cipta di Indonesia. Pada kajian tahun-tahun sebelumnya, IIPA pun menyebutkan penegakan hukum di bidang pembajakan di Indonesia masih kurang memberi efek jera. Walhasil, Indonesia seperti menjadi surga bagi para pembajak.
Awal Mei lalu, Tempo bertemu dengan Ady Sensei—bukan nama sebenarnya—yang mengelola tujuh situs film online gratis. Lelaki 20-an tahun ini menuturkan, untuk memulai satu situs film gratis tak perlu modal besar. "Cukup Rp 1 juta," katanya. Padahal keuntungan iklan yang dia peroleh bisa mencapai Rp 40 juta per bulan untuk satu alamat situs.
Menurut Ady, jumlah peminat film gratisan di Indonesia sangat besar. Hal ini setidaknya bisa diukur dengan posisi situs film gratisan di Alexa—situs pemeringkat website berdasarkan jumlah pengunjung. Sebut saja situs nontonmovie.com, yang menempati peringkat ke-52, atau filmbagus21.com, yang berada di peringkat ke-59.
Pengelola situs filmbagus21.com, Radius Rasmangun, membenarkan bahwa tren menonton film streaming memang makin "menggila". Namun Radius membantah mengelola filmbagus21.com untuk tujuan komersial semata—dengan memanfaatkan jumlah pengunjung situs. Sebaliknya, Radius mengaku hanya ingin berbagi koleksi film dengan sesama komunitas pencinta film. "Prinsip kami adalah tidak boleh menerima iklan," ujar Radius, 9 Juli lalu.
Lantaran banyaknya situs film gratisan—setelah Indonesia juga menjadi surga peredaran cakram padat bajakan (DVD)—jumlah penonton film di bioskop pun terus menurun tiap tahun. Berdasarkan catatan filmindonesia.or.id, pengunjung bioskop Indonesia pada 2012 mencapai 16 juta orang. Pada 2013 turun menjadi 15,5 juta orang. Setahun kemudian merosot lagi menjadi sekitar 14,1 juta orang.
Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) juga merasakan kegalauan akibat merebaknya konten bajakan di dunia maya. Ketua Umum Asiri Gumilang Ramadhan mengatakan sekitar 237 juta lagu diunduh secara ilegal per bulan. Jika dibagi dalam satuan waktu lebih kecil, ada 7 juta lagu yang dibajak per hari, 330 ribu lagu per jam, 5.000 lagu per menit. "Jadi kurang-lebih 2,8 miliar lagu di-downloaddalam setahun secara ilegal," kata Gumilang.
Maraknya pembajakan lagu, menurut Gumilang, membuat banyak perusahaan rekaman gulung tikar. Ketika berdiri pada 1978, anggota Asiri 130-an perusahaan. Kini anggota asosiasi ini tinggal 72 perusahaan rekaman Indonesia dan 3 perusahaan asing. "Yang kami cari sekarang ketegasan pemerintah untuk memberantas pembajakan," ujar Gumilang.
Nah, menurut Ramli, peraturan bersama Kementerian Hukum dan Kementerian Komunikasi disahkan untuk mempertegas perlindungan hukum bagi pelaku industri kreatif. "Dulu sebenarnya sudah ada aturan hukumnya, tapi belum spesifik dan tegas," kata Ramli. Ia menambahkan, peraturan bersama itu merupakan turunan dari Pasal 56Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang disahkan pada 16 Oktober tahun lalu.
Peraturan bersama ini, menurut Ramli, berfokus menangani pelarangan pembajakan di dunia maya. Alasannya, di era keterbukaan informasi seperti saat ini, membajak karya kreatif melalui Internet lebih mudah ketimbang membajak secara fisik dengan cakram padat. "Risiko tertangkap aparat lebih kecil. Padahal secara ekonomi jauh lebih menguntungkan pelakunya," ujar Ramli.
Sanksi dalam peraturan bersama ini terbatas pada penutupan akses dan pemblokiran situs konten hasil bajakan. Adapun sanksi pidananya, menurut Ramli, mengacu pada Undang-Undang Hak Cipta. Pasal 112-120 undang-undang tersebut merinci jenis pidana dan ancaman hukuman bagi pembajak serta mereka yang mendukung pembajakan. Hukuman paling tinggi 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Untuk melengkapi peraturan bersama itu, Menteri Hukum telah menerbitkan keputusan tentang manajemen penyidikan tindak pidana kekayaan intelektual, dari pelaporan hingga eksekusi. Berdasarkan keputusan menteri itu, dugaan pelanggaran kekayaan intelektual bisa diadukan ke penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Mekanismenya, Ramli menerangkan, pengadu tinggal mengisi formulir yang bisa diunduh dari situs Kementerian Hukum. Sewaktu melapor, pengadu juga harus menyertakan bukti yang menunjukkan bahwa karya yang dibajak adalah miliknya. Setelah itu, Kementerian Hukum akan meneruskan laporan tersebut ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Mereka yang memiliki wewenang untuk memblokir," kata Ramli.
Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail Cawidu, mengatakan, setelah menerima laporan, Kementerian Komunikasi akan memverifikasi data pelapor selama tiga hari. Selanjutnya, jika datanya sudah lengkap, Kementerian Komunikasi akan memblokir sementara situs yang dilaporkan atau hanya menghapus konten hasil pembajakan.
Selanjutnya, setelah sebuah situs atau konten diblokir, Kementerian Komunikasi punya waktu 14 hari untuk mengumpulkan data tambahan, sebelum membawa kasus tersebut ke pengadilan. Kelak hakim yang akan memutuskan apakah situs tersebut harus diblokir permanen atau tidak. "Jika pengadilan memutuskan untuk dibuka, kami harus menjalankannya," kata Ismail.
Atas nama pengurus Asosiasi Produsen Indonesia, Angga Dwimas Sasongko mengingatkan pemerintah bahwa "perang" dengan pembajakan bukan sekadar urusan menindak para pelakunya. Pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat luas, termasuk mereka yang turut menikmati konten bajakan. Bila tidak, menurut Angga, peraturan bersama menteri itu akan menjadi macan kertas saja.
Syailendra Persada
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo