Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sandra Dewi diperiksa sebagai saksi untuk dugaan korupsi timah.
Kasus korupsi dan pencucian uang selalu beriringan.
Kejaksaan perlu menelusuri keterlibatan pelaku TPPU pasif.
KEJAKSAAN Agung memeriksa pesohor Sandra Dewi sebagai saksi dalam dugaan korupsi timah, kemarin, 4 April 2024. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Kejaksaan menetapkan suami Sandra, Harvey Moeis, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandra Dewi tiba di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada pukul 09.25 WIB mengenakan blus putih dan celana kulot abu-abu gelap. Ia hanya melempar senyum kepada juru warta yang menyerbu dengan berbagai pertanyaan. Begitu juga saat dia selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 14.30 WIB. Sandra hanya meminta para pewarta tidak salah dalam menulis berita. "Jangan bikin berita yang tidak benar. Tolong lihat data yang benar, ya," kata Sandra sebelum masuk ke mobil dan meninggalkan gedung Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan pemeriksaan terhadap Sandra merupakan kelanjutan dari penyitaan dan pembekuan sejumlah rekening oleh penyidik. Pembekuan itu dilakukan setelah Harvey menjadi tersangka pada 27 Maret lalu. Penyidik, kata Kuntadi, membutuhkan keterangan Sandra agar jaksa bisa menentukan rekening yang digunakan untuk pencucian uang. “Agar penyidik tidak salah dalam penyitaan ini,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artis Sandra Dewi usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, 4 April 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Menurut jaksa, Harvey Moeis disebut mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT). Ia mendekati Mochtar Riza Pahlevi Tabrani—Direktur Utama PT Timah periode 2016-2021—agar penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah bisa diakomodasi. Dari sejumlah pertemuan, Harvey dan Mochtar Riza diduga membuat kesepakatan penyewaan alat peleburan timah di wilayah IUP PT Timah. Dari kesepatakan ini kemudian diatur supaya PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN bisa terlibat dalam peleburan timah itu.
Atas jasanya, diduga Harvey dan sejumlah tersangka menerima aliran dana dari para pemilik smelter sebagai imbalan. Modusnya, pemilik smelter mengeluarkan dana dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) lewat PT QSE yang difasilitasi oleh Helena Lim. Sebelum kasus ini muncul, publik mengenal Helena sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ia sudah juga sudah menjadi tersangka. Begitu juga dengan Mochtar Riza.
Secara keseluruhan, dari 174 orang yang diperiksa, kejaksaan telah menetapkan 16 tersangka. Adapun kerugian negara yang muncul akibat praktik lancung pertambangan timah ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun. Kerugian itu didasarkan atas penghitungan kerugian ekologis, ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan di area tambang.
Pasangan Harvey Moeis-Sandra Dewi mulai mendapat sorotan publik ketika menggelar resepsi pernikahan di Disneyland Tokyo, Jepang, pada 8 November 2016. Pada 2019, Harvey kembali disorot setelah membelikan jet pribadi tipe Bombardier Challenger 605 untuk anak pertamanya. Sandra juga tidak sungkan-sungkan mengunggah konten di media sosial yang menunjukkan harta kekayaannya. Misalnya, ketika dia menerima hadiah satu unit mobil Mini Cooper S Countryman F60 merah dari Harvey.
Setelah Harvey menjadi tersangka pencucian uang timah ilegal, jaksa menyita mobil tersebut sebagai barang bukti. Mobil itu diambil dari apartemen Harvey di The Pakubuwono House, Jakarta Selatan, pada 1 April lalu. Selain Mini Cooper, jaksa juga menyita satu unit mobil Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam.
Pakar hukum pidana Yenti Garnasih mengatakan, dalam setiap perkara korupsi, akan selalu muncul potensi pencucian uang. Sebab, untuk menyembunyikan kejahatannya, pelaku perlu menyamarkan uang hasil korupsi. Cara yang paling umum adalah mengalirkan uang ke berbagai tujuan agar terkesan uang tersebut berasal dari kegiatan legal.
Karena itu, kata Yenti, dalam kasus korupsi timah, seharusnya bukan hanya Harvey Moeis yang dijerat TPPU. “Perlakuan yang sama harus dilakukan kepada semua tersangka,” katanya. Apalagi aset yang disita tidak sebanding dengan perkiraan jumlah kerugian negara.
Dalam kasus pencucian uang, kata Yenti, kejaksaan mesti jeli menelusuri pelaku pasif agar tidak hanya berfokus pada pelaku aktif. Pelaku aktif adalah orang pertama yang berniat dan secara langsung melakukan pencucian uang. Pelaku aktif bisa dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Ancaman hukuman untuk pelaku aktif maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Adapun pelaku pasif adalah orang yang tidak terlibat dalam praktik korupsi, tapi ikut menerima dan menikmati aliran dananya. Pelaku pasif bisa dijerat menggunakan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Pasti ada (pelaku) pasifnya, kalau tidak ada, itu kegagalan Kejaksaan Agung,” katanya.
Untuk menentukan pelaku TPPU pasif, kata Yenti, penyidik mesti menelusuri dari bukti-bukti yang ada. Jika mengetahui atau justru ikut serta dalam TPPU, orang tersebut bisa saja dijerat untuk pertanggungjawaban pidana.
Petugas berjaga di dekat mobil Rolls Royce milik Harvey Moeis di halaman Kejaksaan Agung RI, 2 April 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan sudah sepatutnya penyidik meminta keterangan Sandra Dewi ihwal perkara yang melibatkan suaminya. Sebagai istri, kata dia, Sandra semestinya menerima aliran uang dari Harvey. Apalagi mobil Rolls-Royce dan Mini Cooper sudah disita kejaksaan. “Soal dia tahu atau tidak tahu asalnya, itu urusan lain,” kata Bonyamin yang melaporkan kasus ini dengan tuduhan pencucian uang.
Menurut Boyamin, jika tidak tahu detail pekerjaan suaminya dan cara memperoleh uang itu, Sandra Dewi cukup berstatus sebagai saksi. Namun ada konsekuensi lain, yaitu penyitaan uang yang disimpan Sandra oleh kejaksaan karena diduga hasil kejahatan. Penentuan status Sandra hanya sebagai saksi atau justru terlibat yang mesti diteliti jaksa. “Tergantung ada alat bukti atau tidak,” katanya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, mengatakan dugaan korupsi timah memiliki nilai besar sepanjang sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun dia berharap kejaksaan tidak hanya berfokus pada penghitungan kerugian negara. Sebab, ketika masuk persidangan, jumlah kerugian negara dalam kasus-kasus korupsi yang berhubungan dengan lingkungan hidup kerap dianulir oleh hakim. Misalnya, dalam perkara korupsi usaha perkebunan sawit PT Duta Palma Group yang menjerat Surya Darmadi.
Kasus Surya Darmadi menjadi perbincangan karena sempat disebut sebagai skandal korupsi terbesar dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 100 triliun. Dalam persidangan, Surya didakwa melanggar pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang menyebabkan kerugian negara Rp 78 triliun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada Surya. Konglomerat itu juga diharuskan membayar ganti rugi Rp 2,23 triliun dan Rp 39,7 triliun. Belakangan, Mahkamah Agung menghapus vonis uang pengganti yang harus. MA hanya mewajibkan Surya Darmadi membayar kerugian negara senilai Rp 2,23 triliun dengan subsider atau hukuman pengganti 5 tahun penjara.
Atas dasar itu, kata Egi, cara kejaksaan dalam menangani kasus korupsi timah saat ini adalah terobosan yang perlu didukung. “Kita perlu mengawal Kejaksaan Agung hingga persidangan nanti,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini