Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengacara Berkudung

Menteri Agama Alamsyah (sebelum menyerahkan jabatannya) memutuskan bahwa tamatan fakultas syariah bisa berpraktek sebagai pengacara di peradilan agama. (hk)

16 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM menyerahkan jabatan, Menteri Agama Alamsyah sempat memikirkan nasib tamatan IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Lulusan jurusan syariah dari perguruan tinggi agama itu mulai tahun ini boleh mendapatkan lapangan kerja baru. Profesi yang dibuka Alamsyah untuk mereka: sebagai pengacara di peradilan agama. Menyusul penandatanganan naskah Surat Keputusan Bersama dengan Ketua Mahkamah Agung, Mudjono, diam-diam Alamsyah menandatangani sebuah surat keputusan yang sudah lama ditunggu-tunggu kalangan peradilan agama dan juga IAIN. Surat keputusan yang mengatur pemberian bantuan hukum di peradilan agama itu, juga menentukan syarat-syarat dari pemberi bantuan hukum. Selain SH-SH dari fakultas hukum, mulai tahun ini sarjana syariah juga diizinkan berpraktek. Untuk menyambut keputusan tertanggal 6 Januari itu, hari-hari ini Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga - Yogyakarta berbenah. "Kami sekarang memasuki tahap penyesuaian untuk menyambut keputusan itu,'' kata Dekan Drs. Asyumni. Penyesuaian itu berupa penambahan kurikulum dengan pelajaran praktek hukum. Pada semester yang tengah berlangsung sekarang ini, mahasiswa jurusan itu diwajibkan mengikuti persidangan di peradilan agama. Mahasiswa tingkat terakhir malah harus membuat acara "peradilan semu". "Kekurangan selama ini hanya soal keterampilan saja," kata Asyumni. Kebutuhan pengacara dari IAIN itu menurut Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama, Muchtar Zarkasyi, sudah lama terasa di kalangannya. Selama ini, katanya, perkara di peradilan agama - kebanyakan soal "kawin cerai" - diurus oleh pengacara dari fakultas hukum. Padahal, urusan di peradilan agama memakai hukum khusus, fiqh. Sebab itu, kata Muchtar, sejak 1977 dalam lokakarya yang diselenggarakan direktoratnya telah disimpulkan akan kebutuhan itu. Namun saat itu belum mungkin dilakukan. Kesempatan itu baru terbuka, kata Muchtar lagi, setelah ditandatanganinya SKB antara ketua Mahkamah Agung dan menteri agama awal tahun ini. Berbagai kesulitan pihak peradilan agama dengan pembela-pembela yang SH, diakui juga oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Alimi. "SH-SH itu tidak lengkap pengetahuan mereka tentang hukum Islam," ujar Alimi. Karena itu tidak aneh, kalau sekali waktu ada pengacara - SH meminta seorang wanita menjadi saksi dalam suatu perkawinan Islam. "Padahal menurut hukum Islam itu tidak boleh," kata Alimi. Dalam kasus perceraian, keluh Alimi, banyak pengacara yang tidak tahu makna mut'ah. Pengacara itu menganggap, setelah perceraian, seorang janda hanya berhak mendapatkan tunjangan hidup dari bekas suaminya. Menurut Alimi, itu adalah ketentuan hukum perdata Barat. "Pada hukum Islam, selain tunjangan hidup, seorang bekas suami juga wajib membayar langsung kepada jandanya, begitu perceraian disahkan - itu yang dinamakan mut'ah," kata Alimi lagi. Sebab itu pula, Alimi menganggap keputusan menteri agama yang mengizinkan tamatan IAIN berpraktek di peradilan agama, akan banyak membantu pihaknya. Namun sebaliknya ia berharap, tampilnya ahli hukum Islam di sidang-sidang pengadilan agama, jangan menjadi penghambat jalannya peradilan. "Sebab tanpa pengacara, sebenarnya persidangan di peradilan agama tidak pernah mendapat kesulitan," ujar Alimi sambil tertawa. Kekhawatiran yang lebih besar dikemukakan Ketua Pengadilan Agama Yogyakarta Drs. Duror Mansur: "Munculnya pengacara agama jangan membuat penyelesaian perkara jadi berlarut-larut atau malah menambah perselisiban pihak-pihak yang berperkara." Sebab bagi Duror, seperti juga tanggapan Alimi, "ada atau tidak ada pengacara, bagi saya, sama saja." Menurut Duror, jika di peradilan umum para pengacara umumnya semata-mata berpedoman memenangkan kliennya, hal itu tidak mungkin dilakukan di peradilan agama. Sebab, hakikat peradilan agama dalam perkara perceraian, misalnya, mendamaikan kedua pihak. "Kalau pengacara semata-mata membela pihak istri atau pihak suami saja, bisa-bisa suami-istri yang tidak seharusnya pecah, Jadi bercerai gara-gara pembela," ujar Duror lagi. Percaya atau tidak, sampai pekan lalu banyak mahasiswa IAIN Ciputat Jakarta yang belum tahu, kesempatan yang dibuka Alamsyah. "Kami baru tahu sekarang. Kalau itu benar berarti peluang untuk kami bisa mandiri terbuka dan sekaligus juga merupakan tantangan," ujar Janiadi di tengah rekan-rekannya sesama mahasiswa Fakultas Syariah. Di Yogya, para mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga, baru sekadar gembira saja mendengar kabar baik itu. "Habis saya masih ragu, apa saya mampu tampil di persidangan," kata Asminarsih seorang mahasiswi di sana. Ia mengusulkan perubahan kurikulum di fakultasnya, karena sampai sekarang, kepada mahasiswa belum diajarkan keterampilan berpraktek diperadilan. Rekannya, Robiatul Adawiyah, juga mengeluh soal itu. "Saya belum berani menentukan pilihan sebagai pembela. Sebab masalahnya belum jelas, apa profesi itu memungkinkan hidup layak," kata Robiatul lagi. Sebab kasus-kasus di peradilan agama rata-rata hanya soal perkawinan. Itu pun kebanyakan perkara dari orang-orang yang kurang mampu. Yang lebih gembira, tentunya, para mahasiswa yang sudah bertekad memanfaatkan kesempatan itu. "Saya sudah siap untuk jadi pembela, modal utama untuk tampil itu hanya keberanian, karena soal ilmu hukum sudah cukup dipelajari di fakultas ini," ujar Fatahudin seorang anggota senat di fakultas itu. Mungkin dalam waktu dekat ini akan muncul pengacara berkerudung di kantor-kantor pengadilan agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus