DUA minggu setelah dilantik menjadi menteri P & K, Nugroho
Notosusanto segera mengemukakan niatnya untuk mengubah kurikulum
SD. Kurikulum yang berlaku sekarang, katanya, terlalu berat.
Murid tak diberi kesempatan untuk mengolah lebih lanjut. Bahkan
beberapa mata pelajaran yang dirasakan perlu justru tidak
diberikan di sekolah.
Namun kapan dan bagaimana Kurikulurn 1975 yang menurut Nugroho
sudah ketinggalan zaman itu mau diubah, menteri P&K itu belum
tahu.persis. "Tapi pasti ada perubahan, kini sedang diolah
BP3K," katanya, Sabtu pekan lalu kepada Bambang Bujono dari
TEMPO.
Ramai-ramai soal perubahan kurikulum itu muncul ketika acara
pengajuan disertasi Anwarin, staf ahli menteri P&K, 2 April
yang lalu di IKIP Jakarta. Bekas guru SD (1947-1955) yang meraih
doktor dengan disertasi tentang perubahan kurikulum SD itu
memang melihat Kurikulum 1975 yang berlaku sejak 1976 itu sudah
baik. "Masalahnya ialah pelaksanaannya," kata ayah seorang putri
yang berumur 51 itu.
Anwar Jasin yang ikut terlibat ketika menyusun Kurikulum 1975
dan Kurikulum 1968 yang berlaku sebelumnya itu mengakui,
ketentuan satu jam pelajaran hanya 30 menit itu tidak cukup.
Tapi ia tak menunjuk banyaknya materi pelajaran yang harus
diberikan dan soal inisiatif guru yang kurang, sebagai
penyebabnya. Anwar menunjuk pada kenyataan jumlah murid yang
semakin besar dalam satu kelas yang menjadi soalnya.
Kesimpulan AnwarJasin tentang Kurikulum 1975 yang berlaku sejak
1976 itu teruji di lapangan. Misalnya di SD Ibu Jenab, satu dari
tiga SD yang dijadikan proyek uji coba oleh BP3K (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan)
Departemen P&K. Sejak 1980, di SD yang terletak di Cianjur, Jawa
Barat ini proses belajar mengajar benar-benar diberikan sesuai
dengan yang dimaui Kurikulum 1975. Misalnya, alat-alat peraga
diadakan. Guru-guru benar-benar disiapkan untuk bisa mengajar
dengan slstem PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
- sistem yang menghendaki siswalah yang aktif guru tinggal
membimbing.
Maka memang terbukti jam pelajaran yang hanya 30 menit itu
kurang. Emas Bangun, kepala sebuah SD di Medan misalnya,
merasakan benar kekurangan waktu itu. Apalagi SD yang
dipimpinnya tidak cukup mempunyai alat peraga, hingga untuk
menjelaskan soal matematika misalnya dibutuhkan waktu lebih
banyak. Akibatnya, belum lagi semua murid paham satu bahan
pelajaran, waktunya sudah harus dilanjutkan dengan mata
pelajaran lain.
Keluhan lain, bahwa buku pedoman untuk guru belum memadai,
misalnya datang dari seorang kepala SD di Wonokromo, Jawa Timur
yang tidak bersedia disebutkan namanya. "Pedoman untuk pelajaran
IPS hanya sirigkat-singkat," tutur pak kepala lulusan IKIP ini.
"Guru memang diwajibkan mengembangkan itu."
Soalnya, tak semua guru mampu mengembangkan yang tercantum dalam
buku pedoman. Ini pula yang dilihat oleh Suraji, 44 uhun, kepala
SD Fransiskus, Jakarta. Para guru kurang persiapan untuk
menerapkan Kurikulum 1975. "Memang ada penataran guru dari
Departemen P & K," tutur Suraji yang sudah sejak 1961 menjadi
guru SD. "Tapi penataran kurang terpadu, simpang-siur,
kadangkala pengetahuan penatar malahan kurang dibanding guru
yang ditatar."
Jadi bagaimana soal jam pelajaran yang hanya 30 menit dan soal
guru dipecahkan di SD Ibu Jenab? "Itu memang paling susah,"
tutur Saripudin kepala SD tersebut. "Lanus kami menggunakan
skala prioritas. Ada materi pelajaran yang perlu diperdalam, ada
yang kami berikan sebagai informasi saja."
Semenura itu Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana
Pendidikan BP3K, Prof. Dr. Conny Semiawan, memang sudah
memonitor hasil uji coba di SD Ibu Jenab itu dan sejumlah sampel
lagi, termasuk sistem pengajaran di Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan yang ada di delapan IKIP. Tapi bagaimana sih
kurikulum baru itu, "tunggu, nanti saja," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini