Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Irfan Kurnia Saleh menyatakan penetapan kliennya sebagai tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW) 101 di TNI Angkutan Udara tahun 2016-2017 tidak sah. Irfan merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi tersebut.
"Penetapan tersangka tidak sah karena terhadap pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka dan atau ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukannya proses penyidikan oleh termohon," kata Marbun, anggota tim kuasa hukum Irfan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 3 November 2017.
Baca: Praperadilan Kasus Heli AW 101, KPK: Berpengaruh pada POM TNI
Marbun mengatakan penyelidik yang menangani kasus ini juga bukan yang diangkat berdasarkan hukum. Jadi, ia menilai, hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 39 ayat 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. "Karena itu, penyelidikan yang dilakukan termohon tersebut tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum. Karena itu, penyelidikan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tuturnya.
Selain itu, tim kuasa hukum Irfan menyatakan penetapan tersangka kliennya itu tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karena belum ada penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, Marbun meminta penetapan tersangka kliennya dibatalkan.
Baca: Praperadilan Kasus Heli AW 101, Gatot: TNI Jalan Terus
Sidang lanjutan praperadilan Irfan Kurnia Saleh akan dilanjutkan pada Senin, 6 November 2017, dengan agenda jawaban dari pihak termohon, yaitu KPK. Sidang ini dipimpin hakim tunggal Kusno.
Dalam kasus korupsi helikopter AW 101 ini, KPK bekerja sama dengan polisi militer TNI telah menetapkan lima tersangka dari anggota TNI dan satu dari pihak swasta, yaitu Irfan Kurnia Saleh. KPK menduga, sebelum proses lelang dilakukan, tersangka sudah melakukan pengikatan kontrak dengan Agusta Westland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp 514 miliar. Atas perbuatan ini, negara diduga dirugikan hingga Rp 224 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini