POLISI Medan punya cara baru menggiring pengakuan tersangka, tanpa harus mengencangkan otot untuk kekerasan. Mereka merasa berhasil mengungkap pengakuan - lewat klenik - siapa pembunuh Jenda Ukur beru Ginting, 20 tahun. Dari hasil penyidikan itu, Sabtu pekan lalu M.A. Arumasi alias Topan, 26 tahun, dihadapkan lagi ke Majelis Pengadilan Negeri (PN) Medan. Ia didakwa membunuh seorang gadis cantik, pacarnya sendiri. Penyidikan unik ini terungkap di PN Medan 9 Juni lalu. Waktu itu, Darwan, S.H. selaku penasihat hukum Topan dari LBH Medan, mengajukan eksepsi dan meminta hakim menolak dakwaan jaksa. Pasalnya, ya, itu tadi: kliennya mengaku membunuh Jenda alias Ceceq tak lain karena pengaruh mistik seorang dukun. Misteri ini berawal dari kematian Jenda 4 Maret tahun lalu. Mayatnya ditemukan polisi tengah malam itu dalam keadaan mengerikan di jalan raya Tanjung Morawa, 16 km dari Medan. Visum dokter menunjukkan ia mati karena pendarahan di kepala dan perut. Tengkoraknya retak. Hati dan limpanya pecah. Sukar, memang, bagi polisi menyibak kasus ini. Selain tak ada saksi mata, bukti-bukti pun nihil. Satu-satunya petunjuk ringan cuma sebuah buku harian gadis malang itu. Dari situ ia diketahui intim dengan Topan, yang bekerja di Kantor Perparkiran Medan. Berangkat dari situ Polda Sum-Ut menangkap pemuda asal Sul-Ut itu pada 18 Maret tahun lalu. Walau diperiksa selama 6 hari tanpa ditahan, Topan tetap tak mengaku. Padahal, ia sempat dipukuli hina mukanya bengkak. Akhirnya, ia pun dibebaskan . Ibu Jenda, Sungkunen beru Sitepu, 63 tahun, tentu saja penasaran. Setelah 8 bulan menunggu, janda Mayor Bena Ginting, bekas Kepala Staf Kodim di Langkat, Sum-Ut, mengadukan kasus itu ke instansi berwenang lainnya. Artinya, tak lagi ke jajaran Polri. Sepulang kerja pada 19 Desember 1987, Topan ditangkap dua petugas bernama Serda. Ngadiran dan Serda. Koran Barus. Tanpa surat-surat penahanan. Betapa pilu hati Topan. Karena ia baru saja menikahi Yuliana Siregar, gadis tetangganya, pada 1 November. Diperiksa selama 33 hari, hasilnya tetap nihil. Padahal, pelbagai metode telah dilakukan juru periksa. Akhirnya, seorang dukun didatangkan untuk ikut berperan dalam pemeriksaan. Si dukun wanita, konon, mau menolong, petugas tanpa bayaran. Cara melumpuhkan tersangka, ia memijit urat nadi pergelangan tangan Topan. Sambil membaca mantra, ia lalu menembangkan lagu Karo berirama rintihan. Setelah itu Topan muntah dan tubuhnya lunglai seperti terbius. Dalam keadaan seperti itu Topan ditanyai dukun itu agar mengaku sebagai pembunuh Ceceq. "Harimau yang makan manusia di hutan pun menyerah kepada pawang," kata dukun itu. Aneh. Dengan suara lancar Topan mengaku telah membunuh Ceceq. Dengan hasil penyidikan itu, Topan dikembalikan ke Polda Sum-Ut pada 21 Januari 1988. Ditahan Polda selama 86 hari ia diperiksa ulang. "Tapi hanya sekadar agar saya mengulang pengakuan pemeriksaan sebelumnya," kata Topan kepada TEMPO. Hasilnya seperti didakwakan Jaksa A.Harahap 6 Juni lalu. Topan, menurut dakwaan, sudah pacaran dengan Jenda sejak 1985. Mereka naik mobil Daihatsu biru BK 81 AL milik Topan. Dalam perjalanan, Jenda minta segera dinikahi karena telah dinodai Topan. Mendengar desakan itu, Topan menjadi berang dan menuduh Jenda pelacur sembari menampar pipi perempuan itu. Pria itu, menurut dakwaan, lantas membenturkan kepala Ceceq ke pintu mobil dan menendang ulu hatinya. Topan, pemegang sabuk hitam Tae-Kwondo itu, kaget ketika tahu jantung Jenda tidak berdenyut lagi. Dalam keadaan panik, ia membuang mayat korban di tepi jalan raya Tanjung Morawa. Benar tidaknya dakwaan itu bergantung pada kata akhir majelis hakim yang diketuai Nyonya Alida. Tapi, polisi seakan cuci tangan ketika cara penyidikannya lewat dukun diungkap di pengadilan. "Kasus itu kini tak lagi ada kaitannya dengan kami," ujar Kepala Dinas Penerangan Polda SumUt Letkol. Yusuf Umar. Memang, kasusnya tengah ditangani pihak pengadilan. B.L. & Sarluhut Napitupulu (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini