Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kepingan mayat sukabumi

Sembilan potongan mayat di temukan di sekitar kali cikujang, sukabumi. pelaku pembunuhan serta motifnya belum diketahui. diduga jumlah semua potongan ada 14. potongan yang lain belum ditemukan.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak kepalang orang dikeping. Ada lagi mayat dipotong empat belas di Sukabumi. INI rekor tak enak bagi Sukabumi. Kota sejuk di Jawa Barat itu dalam dua tahun ini tiga kali tercatat bagai bumi jagal. Yang terbaru, akhir November lalu, sembilan potongan manusia ditemukan di sekitar kali kecil Cikujang, Sukabumi Selatan. Ceritanya, sore itu Karna, 65 tahun, menemukan dada kiri manusia yang membusuk tersangkut di tanggul. Penduduk Dayeuh Luhur ini memberi tahu tetangganya, yang lalu lapor ke Polres Sukabumi. Besoknya penduduk menemukan kepala di pinggir kali Cikumpul, 1,5 km dari potongan pertama ditemukan. Kepala itu rusak berat bekas bacokan. Telinga kiri putus. Hidung rata dipapas. Tersisa kumis tebal, tanda mayat itu lelaki. Beberapa ratus meter dari kepala tadi, tim polisi, Kodim, dan masyarakat menemukan potongan tapak tangan kiri dan lengan kiri, pergelangan kaki serta betis kanan. Sorenya, ditemukan lagi empedu dan pangkal paha sampai ke lutut. Dua hari kemudian, ditemukan paha kiri dari lutut sampai ke pinggul. Sembilan potongan tubuh itu dikirim ke RS Hasan Sadikin, Bandung, untuk diperiksa. Menurut polisi, jumlah semua potongan empat belas. Jadi, yang belum ditemukan adalah telapak tangan kanan, tapak kaki kiri, betis kiri, perut dan sebagian isinya. Mei 1981, mayat direjang pernah ditemukan petani di pinggir kali Gebang, anak kali Cimandiri di Sukabumi. Korban itu Ety, atau Iroh, alias Saroh, alias Susi. Kepingan tubuh berisi janin lima bulan itu berada dalam bungkusan. Hari berikutnya baru ditemukan bagian lain: wajah tanpa hidung, satu lengan kiri, dan kaki kanan. Menurut berita acara polisi, mayat terpotong empat itu adalah akibat hubungan gelap korban dengan pengusaha Sukabumi, Oey Tjong Kiem. Si wanita, konon, menuntut Oey bertanggung jawab atas bayi yang dikandungnya. Jawabannya: si perempuan dihabisi. April 1991 ada lagi orang dikeping. Pagi itu terdengar jeritan dari rumah Lukman Hasan di Gang Dahlia, Nyomplong, Sukabumi. Ini menarik perhatian Eman Sulaeman, Ketua RT, yang rumahnya berseberangan dengan Lukman. "Nggak apa-apa. Hanya perempuan gila yang lari," kata Lukman kepada Eman. Namun, sekitar pukul 10.00 tetangga di belakang rumah Lukman melihat darah mengalir dari selokan rumah itu. Ia mengintip. Dilihatnya tangan Hasan berlumur darah. Ia lalu melapor ke Polres Sukabumi. Di rumah itu polisi menemukan kopor dan tas plastik. Di dalamnya ada mayat wanita dipotong lima. Dari pengakuan Lukman, korban bernama Imeltha Lorressytha Christie atau Icha. Cewek ini terdampar di rumahnya. Malamnya, seusai bercinta, Icha minta imbalan Rp 50.000. "Ia juga minta dikawini," katanya. Jika permintaannya tak dipenuhi, menurut Lukman, Icha menjerit. Pendek akal, paginya Icha dijagal, dan dicincang potong lima. Akan halnya kepingan mayat yang dijumpai pekan lalu itu belum jelas identitasnya. Pelaku pembunuhan serta motifnya juga masih gelap. Polisi sedang meraba-raba wujud korban lewat pemeriksaan gigi, sidik jari, dan lukisan kehakiman. Mengapa Sukabumi mirip sarang pembunuhan sadistis? "Mungkin karena daerah pinggirannya sepi hingga dianggap aman buat tindak kejahatan," kata Kolonel Pamudji R. Sutopo, Kapolwil Bogor. Namun, ada dugaan korban dihabisi di tempat lain, lalu dibuang ke Sukabumi, seperti yang menimpa seorang pegawai Puspiptek, Serpong, beberapa waktu lalu. Korban dibantai di tempat lain, mayatnya dicampakkan di Cibadak, Sukabumi. Suka tak suka mayat ditanam di bumi, tapi Sukabumi dijadikan tempat mencampakkan mayat, ini tentu perbuatan keji. Rustam F. Mandayun dan Ida Farida

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus