Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STATUS tersangka tak membuat Wakil Direktur PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Krish Pribadi melempem dan memilih mendekam di rumahnya. Hingga kini ia masih menempati ruang kerjanya di lantai 20 Wisma Mulia, Jakarta Selatan. Tugasnya sebagai orang nomor dua di anak perusahaan PT Telkom itu masih ia jalankan. "Direksi belum mempertimbangkan untuk menggantinya," kata Direktur Utama PT Telkomsel Sarwoto Atmosutarno. Krish tak berada di ruangannya ketika Tempo mengunjungi bilik kerjanya pada Kamis pekan lalu.
Krish dituduh terlibat kasus pencurian pulsa pengguna Telkomsel. Pulsa disedot tanpa izin pemilik nomor telepon dengan kedok layanan SMS premium. Kasus ini tengah ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Markas Besar Kepolisian. Jumat dua pekan lalu, penyidik juga menetapkan dua tersangka lain, yakni Direktur Utama PT Colibri Networks Nafing H.B. dan Direktur Utama PT MediaPlay berinisal WMH. Dua perusahaan tersebut adalah content provider mitra PT Telkomsel.
Kendati sudah menetapkan mereka sebagai tersangka, polisi belum menahan ketiganya. Pekan lalu penyidik sudah memanggil Krish untuk diperiksa. Tapi ia tak datang dengan alasan sakit. Polisi juga telah melebarkan sayap dengan memanggil perusahaan penyedia jasa telekomunikasi lainnya, yaitu PT XL Axiata. Pekan lalu direktur utama perusahaan tersebut, Hasnul Suhaimi, sudah diperiksa. "Dia masih berstatus saksi," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman kepada Tempo. Selain Hasnul, ada sekitar seratus orang yang diperiksa. Mereka kebanyakan penyedia jasa telepon seluler.
David M.L. Tobing yang pertama kali memperkarakan pencurian ini. Pada 13 September tahun lalu pengacara tersebut menggugat PT Telkomsel ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu berupa permintaan ganti rugi Rp 90 ribu kepada Telkomsel karena telah memotong pulsanya lewat SMS yang belasan kali masuk ke telepon selulernya. David menyatakan tak pernah mendaftarkan diri sebagai pelanggan layanan SMS premium itu. Pada 9 Februari lalu, pengadilan menolak gugatan David karena isi gugatannya dinilai kabur.
Langkah David ini lantas diikuti Mochamad Feri Kuntoro, 36 tahun, seorang karyawan swasta. Pada Oktober tahun lalu, Feri mengadu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya karena mengaku dirugikan SMS premium dari 9133. Awalnya Feri mendaftar ke *933*33# untuk mengikuti sebuah kuis berhadiah BlackBerry. Setelah undian berakhir, ternyata gempuran SMS dari 9133 tak kunjung berhenti. Sialnya, setiap menerima pesan dari nomor itu, pulsanya terpotong Rp 2.000. Terhitung sejak Maret hingga Oktober 2011, duitnya tergerus Rp 450 ribu. "Saya sudah coba unreg tapi gagal terus," katanya saat mengadu di Polda Metro Jaya.
Hendry Kurniawan, warga Bogor, ikut mengadu ke polisi pada Oktober tahun lalu. Ia merasa tertipu setelah membalas sebuah SMS undian yang berhadiah ibadah umrah dan naik haji. Ia tertarik membalas pesan itu karena disebutkan undian itu gratis. Pengiriman SMS-nya juga gratis. Ternyata itu omong kosong, karena sejak Agustus pulsanya langsung terpotong saat menerima pesan dari nomor pengirim undian tersebut. "Total sudah empat orang yang melapor ke polisi," kata Sutarman.
Sarwoto menganggap yang dialami para pelapor itu bukan penipuan. Menurut dia, data yang dimiliki perusahaannya mencatat, mereka sendiri yang mendaftar ke layanan SMS premium. Ia menyayangkan kasus ini melibatkan polisi karena perusahaan mereka memiliki mekanisme komplain dari konsumen. Menurut dia, perusahaannya siap mengembalikan uang pelanggan yang merasa dirugikan. Tiap bulan, ujarnya, Telkomsel mengeluarkan uang Rp 200 juta sebagai restitusi kepada konsumen. "Ini bentuk tanggung jawab kami," katanya.
Kerja sama dengan content provider semacam PT Colibri dan PT MediaPlay memang membengkakkan pundi-pundi Telkomsel. Setiap tahun Telkomsel meraup sekitar Rp 2,5 triliun—atau 3 persen dari total pendapatan—dari bisnis ini. Ada sekitar 400 perusahaan yang bekerja sama dengan Telkomsel di bisnis yang berkembang sejak 2002 ini. Dari sekitar 108 juta pelanggan, sekitar 42 juta orang menjadi pelanggan layanan SMS premium. Jumlah sebesar ini, kata Sarwoto, memungkinkan terjadinya kesalahan di sistem komputer mereka. "Tak ada sistem yang sempurna," katanya.
Sarwoto menolak tuduhan yang mengatakan layanan sms premium hanya akal-akalan content provider. Baginya, itu hanya trik perusahaan agar menambah isi pundi-pundi, yang lazim digunakan sebuah perusahaan. Karena itu, ia membantah bila Telkomsel dan content provider telah melakukan kejahatan korporasi. "Terkadang memang mitra kami terlalu agresif," katanya. Cara kerja yang agresif itu, katanya, tak diimbangi dengan pengetahuan yang baik oleh para pelanggan. "Tak mungkin kami mencuri pulsa konsumen sendiri," katanya.
Polisi menilai semua ini hanya alasan mereka yang tersudutkan. Faktanya, kata Sutarman, korban sedot pulsa dengan beragam modus itu tak bisa dibilang sedikit. "Banyak yang tak menyadari pulsanya dicuri," ujarnya. Penyidik, ujar Sutarman, tetap mengusut perkara ini meski Feri dan PT Colibri telah berdamai dan sama-sama mencabut laporan. "Ini bukan delik aduan. Kami tetap berwenang menyidik kasus ini hingga tuntas," kata Sutarman.
Mustafa Silalahi, Ananda W. Teresia
Tetap Disidik Meski Ditarik
Kasus pencurian pulsa ini penuh ”warna” dan lika-liku. Mulai saling lapor ke polisi hingga adanya ancaman fisik terhadap pelapornya. Polisi ngotot menuntaskan kasus pencurian pulsa meski pelapor pertama kasus tersebut sudah berdamai. Berikut ini perjalanan kasus tersebut.
13 September 2011
Pengacara publik David Tobing menggugat Telkomsel ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia merasa dirugikan sejumlah Rp 90 ribu atas layanan SMS premium yang tak pernah ia ikuti.
5 Oktober 2011
Mochamad Feri Kuntoro mengadu ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya karena merasa dirugikan layanan SMS berbayar *933*33#. Pulsa di telepon selulernya terpotong Rp 2.000 tiap menerima SMS dari layanan ini.
6 Oktober 2011
Belakangan diketahui layanan SMS berbayar *933*33# dikelola oleh PT Colibri Networks. Perusahaan ini balik melaporkan Feri karena dianggap mencemarkan nama baik.
8 Oktober 2011
Feri Kuntoro meminta dukungan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Dua hari kemudian, ia mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban karena merasa terancam atas pengaduannya ke polisi.
10 Oktober 2011
Saat mengikuti rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan akan membawa kasus penyedotan pulsa ke ranah hukum.
14 Oktober 2011
Polda Metro Jaya memanggil istri Feri Kuntoro, Maya Masfufah. Dia diperiksa sebagai saksi atas kasus suaminya, pelapor kasus sedot pulsa. Pemeriksaan dilakukan di Satuan Cyber Crime.
Pada hari yang sama, seorang warga Bogor bernama Hendry Kurniawan melaporkan penyedotan pulsa yang dialaminya sejak Agustus 2011 ke Polda Metro Jaya.
1 November 2011
Hendry Kurniawan, 36 tahun, pelapor pencurian pulsa, dianiaya dua orang tidak dikenal di Terminal Pondok Labu saat sedang menunggu angkutan umum. Keesokan harinya ia kembali mendapat ancaman dari orang tak dikenal. Hendry melaporkan ancaman ini ke Markas Besar Kepolisian RI.
9 November 2011
Mochamad Feri Kuntoro, bersama kuasa hukumnya, mendatangi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk memberi keterangan atas pengaduan pencurian pulsa.
1 Desember 2011
Polri memeriksa salah seorang petinggi Telkomsel, yaitu Bob Apriawan, Vice President Humas Resources System Telkomsel.
27 Januari 2012
Feri Kuntoro dan PT Colibri sepakat berdamai dengan saling menarik laporan mereka di polisi.
7 Februari 2012
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menyurati sembilan operator dan 58 perusahaan penyedia jasa premium atau content provider yang ditemukan melanggar aturan terkait dengan kasus pencurian pulsa masyarakat. Sembilan operator itu:
- PT Bakrie Telecom
- PT Hutchison CP Telecommunications
- PT Indosat
- PT Mobile-8 Telecom
- PT Axis Telekom
- PT Smart Telecom
- PT Telekomunikasi Indonesia
- PT Telkomsel
- PT XL Axiata
9 Februari 2012
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan yang diajukan David Tobing dengan alasan gugatan tidak jelas.
27 Februari 2012
PT Extent Media Indonesia dan PT Era Cahaya Brilians menggugat BRTI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena merasa dituduh mencuri pulsa. Mereka meminta ganti rugi Rp 688,4 miliar.
9 Maret 2012
Mabes Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus pencurian pulsa, yaitu Vice President Telkomsel Krish Pribadi, Direktur PT Colibri Networks Nafing H.B., dan Direktur PT MediaPlay berinisial WMH.
13 Maret 2012
Direktur Utama PT XL Axiata diperiksa di Badan Reserse Kriminal.
Mustafa S. Driyan/PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo