Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA umur 50 tahun, Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi perwira termuda yang menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal dalam satu dekade terakhir. Pendahulunya berusia antara 51 dan 54 tahun saat menduduki posisi itu. “Karena beliau polisi berprestasi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal, Kamis, 12 Desember lalu.
Kepala Polri Jenderal Idham Azis menunjuk lulusan Akademi Kepolisian 1991 itu sebagai Kepala Bareskrim lewat telegram rahasia pada Kamis, 5 Desember lalu. Sebelumnya, Sigit menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan sejak Agustus 2018.
Karier Sigit meroket tiga tahun belakangan. Ia perwira pertama yang meraih pangkat jenderal di angkatan 1991. Sigit menerima bintang pertama saat menjabat Kepala Kepolisian Daerah Banten pada Oktober 2016. Ia akan menerima pangkat komisaris jenderal saat dilantik sebagai Kepala Bareskrim.
Pengalaman pertama Sigit sebagai reserse dimulai saat menjabat Kepala Unit II Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Tangerang pada 1993. Ia masih menyandang pangkat inspektur dua. Setelah itu, selama enam tahun ia tak bersentuhan dengan dunia penyidikan. Ia kembali menggeluti dunia reserse saat menjabat Kepala Kepolisian Sektor Duren Sawit, Jakarta Timur, pada 1999.
Ketika menjabat Kepala Polsek Duren Sawit, Sigit membantu tim Gegana Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya -memburu pengebom Plaza Atrium, Senen, Jakarta Pusat, bernama Dani. Bom itu meledak pada 1 Agustus 2001. Anak buahnya menggeledah rumah kontrakan Dani di Perumnas Klender. Mereka menemukan bahan dan peralatan bom di rumah berlantai dua itu.
Dua tahun kemudian, Sigit menjabat Kepala Polsek Tambora, Jakarta Barat, dengan pangkat komisaris. Dia selanjutnya menjadi Kepala Satuan Intel dan Keamanan Polres Jakarta Barat pada 2005. “Saya banyak mendapatkan ilmu lobi saat menjadi intel,” ujar Sigit kepada Tempo, Jumat, 13 Desember lalu.
Karier reserse Sigit mandek saat ia berpangkat ajun komisaris besar. Ia bertugas di berbagai jabatan administratif di Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Metro Jaya mulai 2006 hingga awal 2009.
Kariernya mulai menanjak pada 2009. Saat itu, Mabes Polri berencana merotasi sejumlah kepala polres di Pulau Jawa. Menurut seorang mantan penegak hukum, Sigit menemui sejumlah jenderal senior untuk mendapatkan rekomendasi sebagai Kepala Polres Pati, Jawa Tengah. Para senior sempat alot memberikan dukungan karena prestasi Sigit tak mengkilap. “Catatan kariernya biasa saja,” kata sumber ini.
Walau begitu, Sigit akhirnya menjabat Kepala Polres Pati sejak Oktober 2009. Setahun kemudian, ia menjabat Wakil Kepala Polres Kota Semarang. Menurut Sigit, selama bertugas di Pati dan Semarang, ia mulai berkenalan dengan para kiai. Salah satunya mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Penasihat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kiai Sahal Mahfudz, yang memiliki pondok pesantren di Pati.
Sigit kembali menggeluti reserse saat menjabat Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Umum Bareskrim. Setahun kemudian, ia menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara. Saat itu, ia mengungkap pembunuhan dua perempuan yang melibatkan polisi berpangkat ajun komisaris besar.
Sigit menerima kenaikan pangkat menjadi komisaris besar saat menjabat Kepala Polres Surakarta pada April 2011. Saat itu, Joko Widodo masih menjabat Wali Kota Solo. Di sana ia pertama kali mengenal Jokowi. Keakraban Sigit dan Jokowi terbangun setelah peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Solo pada 25 September 2011. “Kami bersama-sama mengembalikan citra Solo yang sempat rusak karena bom itu,” ucap Sigit.
Setelah Jokowi menjadi presiden pada 2014, Sigit diboyong ke Istana. Dua tahun menjadi ajudan, Sigit menjabat Kepala Polda Banten dengan pangkat brigadir jenderal. Dua tahun kemudian bintang di pundaknya bertambah lagi setelah ia dilantik sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan. Belum sempat memimpin kepolisian daerah tipe-A atau penugasan lain, jabatan Sigit naik lagi menjadi Kepala Bareskrim.
Sigit mengatakan terpilihnya dia sebagai Kepala Bareskrim merupakan kewenangan atasan. Ia merasa tak menorehkan prestasi luar biasa sepanjang berkarier sebagai polisi. “Saya ini polisi yang biasa saja,” katanya.
MUSTAFA SILALAHI, WAYAN AGUS PURNOMO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo