Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perjalanan Panjang Ganja Aceh

Operasi pemberantasan narkotik dilancarkan terus di kota-kota. Tetapi sumber ganja di Aceh sulit dilenyapkan karena lokasinya sukar didatangi.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPERASI narkotika terus dilancarkan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, Di kedua tempat itu polisi berhasil menyita 7 kg ganja kering. Namun di Aceh daerah asal ganja itu, polisi sulit memusnahkan sumber-sumber barang terlarang itu karena ditanam secara perkebunan dan tersembunyi. Awal November, satuan reserse Kodak Metro Jaya mendapat informasi penting. Isinya: di Cawang, Jakarta Timur, ada basis perdagangan morfin. Komandan reserse, Letkol Pol. Hindarto segera memerintahkan Komandan Unit Reserse Narkotika, Kapten Pol. Gordon Siadari untuk melacak informasi itu. Pemberi informasi dijanjikan hadiah 30 juta jika berhasil membekuk sendiri orang yang disinyalirnya, kata Hindarto. Gordon Siadari cukup hati-hati menjalankan tugasnya. Dengan sebuah keker dari jarak jauh ia mengamati tempat yang dicurigai itu. Memang ia melihat ada kegiatan perdagangan gelap di tempat itu. Gordon menghubungi pasukan di markas komando untuk segera mengepung tempat itu. Hasilnya: 16 orang terciduk dalam operasi singkat itu, berikut barang bukti Hanya saja yang mereka perdagangkan adalah ganja, bukan morfin. Empat orang di antara yang tertangkap mengaku sebagai pemilik baran-barang itu. Menderita Lepra Keesokan harinya, 5 November lalu, seorang anggota KP3, Tanjung Perak, Surabaya, Capa. Pol. Soul Sitompul melihat dua orang menenteng dos-dos di pelabuhan itu dengan gelagat mencurigakan. Ketika didekati, kedua orang itu serta merta membuang dos-dos tadi dan kabur ke balik gudang-gudang pelabuhan. "Saya kira dos-dos itu berisi video tape, eh ternyata ganja," kata Soul Sitompul. Tetapi hasil operasinya ternyata merupakan hasil terbesar di pelabuhan itu, berupa 5 kg ganja kering. Sukses-sukses polisi di bulan ini, ternyata bukan gambaran mudahnya mengungkapkan mata rantai perdagangan narkotik di Indonesia. Dansat Reserse Surabaya, Mayor Pol. Drs. Sumarsono mengakui sulitnya melacak jaringan itu sampai tuntas. Kalaupun ada yang tertangkap, keterangan tidak berhasil dikorek. "Kalaupun ada yang mengaku memperdagangkan, tetapi tidak menyebut nama-nama orang lain," kata Sumarsono. Terbukti dari lima pelaku pengedaran narkotik yang tertangkap di Surabaya tahun ini, semua tutup mulut. Sistem jaringan tertutup itu merupakan pola yang dipakai semua pengedar narkotika di kota-kota besar lainnya. "Organisasi mereka ternyata sangat kuat dan tertutup," kata Dansat Serse Kodak Metro Jaya, Hindarto. Padahal di wilayah Jakarta tercatat pemakaian narkotika terbesar di Indonesia, yaitu 1358 kasus dari 2877 kasus di seluruh Indonesia selama 5 tahun (1974-1980). Dari kasus-kasus itu terlihat pemakaian narkotika terbanyak adalah berupa ganja. Selain tertutup pengedar ganja kelas berat memang cukup lihai. Dari dua-kali operasi ganja di Banda Aceh dalam tahun ini, hanya barangnya yang berhasil ditangkap di stasiun bis Banda Aceh. Pemiliknya tidak berhasil terpegang, walau di karung yang digunakan untuk mengirim ganja darl Banda Aceh ke Medan tercantum alamat lengkap. Tetapi nama dan alamat itu palsu. Rapi dan lihainya organisasi perdagangan narkotika iu membuat ganja dari kebun-kebun rakyat di Aceh Tenggara mengalir lancar ke seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri. Ganja itu tutur Danres Banda Aceh, Letkol Sudarmadji dihasilkan oleh rakyat di Kecamatan Rikib Gaib dan Terangon yang berbatasan dengan Sumatera Utara. Dari kebun-kebun itu, pedagang membawanya langsung ke Kutacane, terus ke Medan. Jika pola ini dilacak polisi, mereka mengalihkannya melalui jalan setapak selama 5 hari perjalanan kaki ke Aceh Selatan. Dari Blang Pidie di Aceh Selatan mereka mengirimkan ganja itu ke Sibolga, Sumatera Utara atau Banda Aceh untuk kemudian disebarkan ke tempat-tempat lain. Jalur-jalur ini pun selalu berubah. Kalau keadaan rawan mereka mengirimkan ganja secara estafet dengan berbagai macam tipuan. Ada orang-orang khusus yang mereka gaji untuk membawa ganja melalui perjalanan panjang dengan menapak bukit barisan menuju Sumatera Utara. Bahkan, orang-orang penyakit lepra--yang tidak dicurigai dan ditakuti orang --mereka gaji untuk membawa ganja melewati tempat-tempat yang diawasi polisi. Sudarmadji sendiri pernah menangkap seorang berpenyakit lepra yang membawa puluhan kilo ganja ke ring untuk diselundupkan ke Malaysia melalui sebuah pulau kecil di Aceh. Interpol Keuntungan perdagangan ganja itu memang memabukkan. Satu kilogram ganja kering di pedalaman Aceh berkisar Rp 3.000. Tapi sampai di Medan harga itu sudah meloncat menjadi Rp 75.000. Jika lolos sampai di Jakaru, harganya meningkat menjadi ratusan ribu. Belum lagi, jika sempat lolos ke luar negeri. Sebab itu pula Aceh dikenal Interpol sebagai sarang utama ganja untuk belahan bumi bagian selatan--selain Segi Tiga Emas, di Muangthai. Tetapi membasmi sarangnya itu, kata Sudarmadji, lebih sulit lagi, sebab lokasinya sangat sukar untuk didatangi. Untuk mencapai kebun-kebun ganja itu harus berjalan kaki berhari-hari. Belum lagi lokasi perkebunan itu terpencar-pencar dan susah dikenali di tengah perkebunan tembakau penduduk. Sudarmadji sendiri pernah membakar satu lokasi ganja seluas 3 hektar. "Itu baru satu lokasi, padahal ada berpuluh-puluh lokasi di tempat itu," kata Sudarmadji yang pernah menjadi Danres Aceh Tenggara. Sebab itu usul Sudarmadji, untuk memusnahkan seluruhnya diperlukan operasi besar-besaran dengan dukungan dana dan personil yang besar pula. Selain pemusnahan diperlukan pula penerangan yang terus menerus kepada penduduk, agar tidak menanam lagi tumbuhan terlarang itu. Kodak I, Aceh sendiri ternyata tidak mempunyai sarana yang cukup. Seorang sumber di-Kodak itu menyebutkan, hanya beberapa orang saja anggota bagian narkotika di Kodak itu. "Itu pun tidak dibekali pengetahuan dan ketrarnpilan yang tinggi untuk melakukan kerja sebesar itu, "katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus