Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perjalanan Pencurian

Keluarga Umar Ibrahim ayah, ibu, & enam anak, melakukan safari pencurian dari kota ke kota. Caranya, si anak dijadikan ujung tombak berpura-pura mencari sumbangan. 3 orang ditangkap di Bojonegoro.(krim)

8 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bukan kisah dalam film. Sebuah keluarga, terdiri ayah, ibu, dan enam a nak, melakukan safari dari kota ke kota. Mereka bukannya piknik menikmati acara santai: di setiap kota yang disinggahi, sang ayah merencanakan pencurian. Tiga anaknya, berumur antara 11 dan 22 tahun, dijadikan ujung tombak untuk mencari sasaran. Dua pekan lalu, ketiga ujung tombak itu ditangkap polisi Bojonegoro, Jawa Timur. Mereka dituduh melakukan pencurian uang Rp 1 juta dan sebuah arloji di rumah Jamhari, seorang karyawan kantor P & K di kota itu. Sang ayah, Umar Ibrahim, terakhir diketahui berdomisili di Pasuruan, langsung kabur meninggalkan ketiga anaknya. Semula, ia mau ikut ditangkap, tapi tak ada bukti. "Dia memang galak. Pintar berkelit dan menggertak mau mempraperadilankan polisi," ujar Komandan Satserse Polres Bojonegoro, Mayor Moedjito. Ketika polisi masih ragu inilah, Umar dan istri beserta tiga anaknya yang lain yang masih kecil-kecil, menghilang dari Wisma Jaya, Bojonegoro, tempat mereka menginap. Dalam setiap operasi pencurian, Umar memang tak pernah terjun langsung. "Papa hanya memberi pengarahan. Soal prakteknya di lapangan, terserah kami," tutur Ferry, 11, mewakili kedua abangnya, Yulius (18) dan Boy (22). Ketiganya mengaku tak tamat SD. Ferry, yang kelihatan lebih gesit dan terbuka dibanding kakaknya, mengaku sekurangnya sudah 24 kota mereka singgahi dan jarah. Bukan hanya kota-kota di Jawa Timur, tapi juga Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. Cara keluarga ini beroperasi begini. Si anak biasanya dibekali sepucuk surat. Bunyinya, agar bapak atau ibu yang terhormat mau memberi bantuan ala kadarnya karena orangtua si anak lagi sakit. "Semoga bantuan Ibu/Bapak dibalas oleh Tuhan. Tertanda Ver Hoven." Bila rumah yang diincar ada orangnya, surat itu ditunjukkan. Pemilik rumah tentu menduga, anak itu sekadar mau mencari sumbangan. Tapi bila rumah yang dituju kebetulan lengang, inilah kesempatan: mereka langsung menjarah. Misalnya waktu Ferry dan Boy ke rumah Jamhari. Keduanya langsung menuju kamar tuan rumah dan membukai lemari pakaian. Kunci laci, yang disimpan di tempat tersembunyi, sepertinya mudah saja bisa ditemukan. Laci dibuka dan uang Rp 1 juta disikat -- termasuk arloji yang tergeletak di meja. Istri Jamhari, yang berada di kamar lain, dan pembantu yang sedang menjemur pakaian sedikit pun tak tahu rumah itu telah disatroni. TUAN rumah baru tahu ada yang hilang sore harinya, ketika hendak mengambil uang. Toh mereka tak segera tahu, siapa yang mengambil, karena lemari tetap rapi, tidak diacak-acak. Adalah Gimin, abang becak, yang menaruh curiga sebab kedua penumpangnya menghitung uang secara demonstratif. Dua pekan kemudian, kebetulan Gimin melihat Ferry -- yang kali itu sudah berganti pasangan dengan Yulius. Abang becak ini melapor ke polisi. Setelah diperiksa barulah tersangka mengaku. Dalam keluarga ini ada juga etika yang harus dipatuhi. "Kami dimarahi kalau tak berhasil mencuri. Lalu Papa bilang: ayo bangkit lagi," ujar Ferry. Boy menambahkan, "Setiap kembali dari operasi, kami digeledah. Papa tak senang kalau kami korupsi." Toh terkadang Ferry suka nekat. Balik dari rumah Jamhari, ia mencoba menyembunyikan Rp 125 ribu di kamar mandi. Papa tahu dan marah. Papa juga selalu menekankan agar semua anaknya setia. "Jangan coba-coba berbuat aneh atau minggat dari kelompok keluarga. Kalian akan celaka," begitu kata Boy menirukan ancaman papa. Lolos dari Bojonegoro, Papa Umar ternyata balik ke Pasuruan. Di Desa Tanggungangin, ia sedang membangun sebuah rumah di atas tanah seluas hampir 100 m2. "Dia baru September lalu jadi warga di sini. Katanya pindah dari Semarang," ujar Sanusi, sekretaris desa kepada Jalil Hakim dari TEMPO. Kini, adakah Papa dan Mama Umar merindukan ketiga anaknya itu, dan -- seperti cerita film -- lalu berusaha membebaskan mereka? Yang pasti, mereka dinyatakan buron oleh polisi Bojonegoro. Laporan Jalil Hakim (Jawa Timur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus