SERUAN awas terhadap orang perlente mungkin layak didengar. Karena, pria seperti itulah yang diadukan Mobil Oil Indonesia (MOI) ke Polres Aceh Utara di Lhokseumawe. Gemar gontaganti mobil, Susanto, 40 tahun, pria tersebut, dituduh memasok bahan kimia palsu hingga MOI rugi sekitar Rp 2,2 milyar. Perbuatan itu telah dilakukan dalam lima tahun terakhir, dan baru terkuak akhir tahun lalu. Kapolda Aceh, Kolonel M. Syafuan, mengakui bahwa baru dalam pekan-pekan ini kasus itu diusut polisi. Juga, Polda Sumatera Utara menanganinya. Susanto, yang bergerak atas nama PD Chemicomm, berkantor di Medan dan Lhokseumawe. Pemalsuan bahan kimia itu dilakukan Chemicomm di Medan, lalu dilego ke MOI. Dalam pengaduan E.B. Jones, Manajer Operasional dan Produksi MOI, penipuan itu licik. Katanya, Susanto mencaplok merek Penetone sebagai produknya. Padahal, itu merek dagang CitriKleen, Kalon Export Division. Hasil korespondensi Jones dengan CitriKleen: perusahaan Inggris itu tak pernah mengangkat Chemicomm sebagai agennya di Indonesia. Dari tes laboratorium MOI terhadap Penetone-1280, tampak bahan kimia ini bereaksi keras. Juga, menimbulkan panas yang melelehkan aluminium. Bahkan, Penetone 9570 menunjukkan daya korosi tinggi pada peralatan mesin MOI. Perusakan itu sebenarnya bernilai besar, dan angka Rp 2,2 milyar itu hanya yang didata komputer sejak 1988. Permainan ini, menurut polisi, berjalan mulus karena diduga ada orang dalam yang ikut. Mereka kini diperiksa. Manipulasi ini tersibak karena tak beresnya pembagian rezeki antara Susanto dan mitra kerjanya, Ridwan R.H., 45 tahun, pedagang di Lhokseumawe. Pada 1982, Susanto ke Lhokseumawe menemui Ridwan. Waktu itu Ridwan menjadi pengurus Kadin, lalu memperkenalkan Susanto kepada bos MOI. Kemudian, pada 1986, Susanto dengan bendera PD Chemicomm menjadi pemasok di MOI. Dan disepakati bahwa Ridwan akan mendapat 1% tiap kontrak. Ternyata, komisi itu tak pernah dinikmatinya. Bahkan ia ditahan 3 hari di Polda Sumatera Utara, Juni lalu. Ia dituduh memalsu tekenan Susanto. Setelah dilepas, Ridwan membalas melaporkan permainan Susanto kepada MOI. Menurut Ridwan, untuk Penetone Chemical 5072 dan 5073 sebagai penjernih air, Susanto membeli Swim Tring. Dari 5 liter bahan ini, dicampur dengan 20 liter air, jadilah Penetone kemasan jeriken berisi 25 liter. Di pasaran, Swim Tring harganya Rp 5.625, dan dijual kepada MOI hampir lima kali lipat. Susanto, yang disebut buron oleh Polda Aceh, kini tenang di Medan. Selain membantah bahwa ia buron, Susanto juga menyangkal melakukan manipulasi. "Saya punya hak paten," katanya kepada TEMPO. Hak paten untuk merek Penetone itu dikeluarkan Direktorat Paten dan Hak Cipta, 21 Mei 1987, yakni sebagai bahan kimia untuk membersihkan dan merawat industri, lem untuk besi, serta cat antikarat. Diakuinya, hak paten itu tak ada hubungannya dengan Chemicomm. Paten itu atas nama Sukyanto, abang kandung Susanto, dan dikuasakan lagi kepada Lies Purnama dan Roni Gunawan dari Union Patent International, Jakarta. "Saya pelaksana yang ditunjuk abang saya," katanya. Ia menganggap kasus ini lebih dipicu oleh kemurkaan Ridwan, yang telah memalsu tanda tangannya tadi. Susanto belum ditangkap. Polisi menahan diri karena kasus ini spesifik: menyangkut kejahatan pengolahan bahan kimia, yang langka ditemui. Begitupun, Kadit Serse Polda Sumatera Utara, Letkol. Husni Sofyandi, mengaku sedang meneliti pabrik pemalsu bahan kimia di Medan itu. "Reserse ekonomi sudah bergerak ke sana," katanya. Bersihar Lubis, Irwan E. Siregar, dan Sarluhut Napitupulu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini