Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Permainan Sang Tangan Kanan

KPK menelusuri dugaan permainan restitusi pajak PT Bhakti Investama. Pelaku dipastikan tak hanya dua orang yang tertangkap melakukan transaksi suap. Peran petinggi Bhakti ditelusuri.

18 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di restoran Hotel Harris, empat pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Perusahaan Masuk Bursa bersantap siang. Berangkat dari kantor mereka di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, empat pemeriksa pajak itu sebenarnya tak sekadar singgah untuk makan. Di hotel bintang empat itu, Rabu dua pekan lalu, ada yang mereka tunggu. Dua jam menanti dan yang ditunggu tak muncul, mereka sepakat meninggalkan hotel.

Mereka tak tahu, tak jauh dari tempat tersebut, di rumah makan Sederhana, juga di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, sekelompok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi baru mencokok orang yang mereka tunggu-tunggu itu: Tommy Hindratno.

Selain menangkap Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP Pratama Sidoarjo Selatan, Jawa Timur, itu, di tempat yang sama KPK menangkap anggota staf pajak PT Agis Tbk, James Gunardjo, dan Hendy Anuranto, ayah Tommy. Tommy tertangkap tangan tengah menerima suap dari James yang diduga berkaitan dengan penanganan restitusi pajak Bhakti.

KPK juga menyita paper bag cokelat berisi pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu total senilai Rp 280 juta. Uang yang diserahkan James ke Tommy itu diduga sebagai imbalan membantu restitusi pajak Bhakti tersebut. "Ini pintu masuk untuk membongkar mafia pajak," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Menurut sumber Tempo, jika tidak keburu diringkus KPK, Tommy akan menyerahkan fulus tersebut ke empat pegawai pajak. "Mereka sudah sepakat bertemu di Harris," ujar sumber ini. Duit itu, kata sumber ini, sebagai imbalan empat pemeriksa pajak tersebut mengurus dan mempercepat pencairan restitusi pajak penghasilan (PPh) badan Bhakti Investama sebesar Rp 3,4 miliar. Mei lalu, negara membayar restitusi tersebut.

Kamis pekan lalu, empat pemeriksa restitusi pajak Bhakti yang menanti bagian fulus mereka di Hotel Harris diperiksa KPK. Mereka adalah Agus Totong sebagai supervisor tim, Hani Masrokim sebagai ketua tim, dan Heru Munandar sebagai anggota tim. Satu lagi, Fery Syarifuddin, hanya membantu tiga sejawatnya memeriksa restitusi pajak Bhakti. Setelah diperiksa sekitar sembilan jam, keempatnya menutup mulut rapat-rapat saat ditanya wartawan. Bahkan mereka membantah dimintai keterangan penyidik. "Hanya jalan-jalan," kata Hani Masrokim.

Sepanjang pekan lalu, penyidik memusatkan pemeriksaan pada James. James mengaku ia hanya suruhan Antonius Z. Tombeng, komisaris independen Bhakti Investama. Antonius juga meminta James menjadi penghubung ke orang-orang pajak (lihat "Jejaring Makelar"). Menurut sumber Tempo, Antonius sebenarnya menyerahkan Rp 340 juta ke James sebagai "honor" jasa aparat pajak. Namun yang diserahkan James ke Tommy hanya Rp 280 juta. "Sisanya, Rp 60 juta, ditilap James," ujar sumber ini.

Kepada Tempo, seorang bekas petinggi di Bhakti Investama menegaskan, James tangan kanan Antonius dalam mengelola persoalan pajak Bhakti dan anak usahanya. James, ujar dia, memang anggota staf pajak PT Agis Tbk. Menurut sumber ini, kalau dilihat dari pemilik sahamnya, PT Agis seolah-olah bukan anak usaha Bhakti Investama. Tapi dia memastikan Bhakti Investama secara de facto masih menguasai PT Agis melalui tangan-tangan pemilik saham publik. "Antonius ini atasan James, Antonius ini otak pajak di Bhakti," katanya. "Ia tangan kanan Harry Tanoe, pemilik Bhakti."

Dari catatan kariernya, seperti tertulis dalam laporan tahunan Bhakti Investama ke Bursa Efek Indonesia pada 2011, Antonius pernah menduduki sejumlah posisi penting di beberapa anak usaha Bhakti. Pada 1995-1997, misalnya, ia menjadi Direktur Bhakti Investama, dan dari 1997 hingga 2004 menjabat Direktur PT Agis. Posisi penting yang masih ia pegang hingga sekarang adalah direktur di PT MNC Asset Management. "Dia banyak ditunjuk sebagai direktur keuangan dan pajak," kata sumber Tempo yang juga bekas salah seorang direktur di grup perusahaan Bhakti itu.

KPK juga mempunyai keyakinan sama. Dari keterangan sejumlah saksi, James adalah anggota staf pajak PT Agis yang terafiliasi dengan Bhakti. Menurut seorang penyidik, Antonius yang mengatur permainan restitusi pajak Bhakti. Menurut dia, dari duit restitusi Rp 3,4 miliar yang diterima Bhakti dari negara, Rp 800 juta diambil oleh Antonius. Dari jumlah itu, penyidik ini menegaskan, Rp 340 jutanya diserahkan ke James untuk menyuap aparat pajak yang telah membantu mengurus restitusi. Dia menekankan, "Tidak mungkin Antonius bekerja untuk keuntungan pribadi."

Tak mau bidikannya lari ke luar negeri, KPK meminta Direktorat Imigrasi mencekal pria yang sudah belasan tahun berkarier di Bhakti tersebut. Pada 8 Juni lalu, Imigrasi resmi melarang Antonius bepergian ke luar negeri. Hal yang sama diminta KPK untuk ayah Tommy, Hendy Anuranto. Hendy kini dicekal.

Seorang penyidik mengatakan Hendy yang sehari-hari berdagang mebel itu sebenarnya diperalat Tommy. Dia disorongkan untuk menerima uang tersebut. "Itu supaya tidak terkesan suap, karena yang menerima ayahnya," katanya.

Untuk mengurai permainan pajak ini, KPK sudah menggeledah sejumlah tempat. Pada Jumat dua pekan lalu, penyidik KPK menggeledah kantor Bhakti Investama dan Agis di MNC Tower di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dua hari kemudian, giliran rumah Tommy di Lempung Baru, Tandes, Surabaya, digeledah. Pada hari yang sama, penyidik KPK menggeledah kantor Tommy di Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak ditangkap, Tommy sudah dicopot dari jabatannya. Dari penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah dokumen pajak Bhakti Investama dan dokumen pajak yang pernah diperiksa Tommy.

KPK terus menelisik soal dugaan permainan restitusi pajak yang diduga dilakukan Bhakti. Dugaan awal kecurangannya, kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas, adalah ketidaksesuaian jumlah restitusi yang harus dibayar negara. Diduga Bhakti mempermainkan besaran pengembalian pajak pemerintah. Busyro menunjuk indikasi penyimpangannya jelas, yakni adanya imbalan ke pemeriksa pajak." Modus kecurangannya pakai cara-cara lama," kata Busyro.

Sumber Tempo di Kantor Pusat Pajak mengatakan, dugaan permainan restitusi pajak Bhakti ini memang konvensional. Ia mengatakan, pihak Bhakti bersekongkol dengan pemeriksa pajak mengatur obyek-obyek pajak di PPh badan Bhakti Investama sedemikian rupa sehingga hasilnya Bhakti mempunyai kelebihan bayar. Guru besar pajak dari Universitas Indonesia, Gunadi, tak menyangkal bahwa restitusi PPh memang rawan dipermainkan. "Banyak celahnya. Apalagi kalau pemeriksa pajaknya juga ikut bermain," katanya.

Pemilik Bhakti Investama, Hary Tanoesoedibjo, membantah tuduhan yang menyebutkan perusahaannya memainkan pajak restitusi. Menurut dia, restitusi pajak Bhakti tidak bermasalah. Hary menegaskan, Bhakti adalah wajib pajak yang taat. Sedangkan soal tuduhan ke Antonius, ia tak banyak berkomentar. "Masih terlalu jauh, apakah beliau dinyatakan bersalah atau tidak. Bagaimanapun, dia masih komisaris independen Bhakti Investama," kata Hary.

Pemilik MNC Group ini juga menyatakan tidak mengenal James Gunardjo dan Tommy Hindratno. "James bukan karyawan Bhakti." Adapun pengacara PT Bhakti Investama, Andi F. Simangunsong, membantah beredarnya informasi yang menyebutkan PT Agis anak usaha Bhakti. "Setahu saya tidak ada kaitannya," katanya.

Sekretaris Perseroan PT Agis, Boling Aruan, juga menyatakan hal yang sama. Menurut dia, Agis saat ini bukan lagi anak usaha Bhakti. Dia juga membantah bahwa James adalah karyawan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi elektronik tersebut. Kendati pernah melakukan konsultasi pajak, pihak Agis membantah memiliki ikatan dengan James. "Kami juga tidak pernah melakukan kerja sama ataupun ikatan kerja dengan James," kata Boling.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan pihaknya akan mengusut permainan pajak itu hingga ke otak pelaku. KPK, ujar dia, segera memeriksa siapa saja yang dinilai mengetahui dan terlibat kasus itu. Jumat pekan lalu, KPK sudah memeriksa Hary Tanoe. Pekan ini, lembaga antirasuah itu sudah menjadwalkan memeriksa Antonius serta sejumlah anggota staf pajak dan keuangan Bhakti Investama.

Anton Aprianto, Tri Suharman, Isma Savitri, Akbar Tri Kurniawan


Jejaring Makelar

SETELAH lima jam dikuntit, Tommy Hindratno akhirnya diringkus penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di sebuah restoran di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Rabu dua pekan lalu itu dia tertangkap tangan menerima suap terkait penanganan restitusi pajak PT Bhakti Investama Tbk.

Pukul 07.30
Tommy Hindratno, yang sehari-hari bertugas sebagai Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan, Jawa Timur, tiba di Bandara Djuanda, Surabaya ---> Gerak-geriknya ini sudah dipantau KPK.

Pukul 08.10
Menumpang pesawat Garuda, Tommy ditemani ayahnya, Hendy Anuranto, terbang ke Jakarta.

Pukul 09.30
Tommy tiba di Terminal 2 F Bandara Soekarno-Hatta. Sepuluh petugas KPK sudah mengintainya di sana.

Pukul 09.30-10.30
Sembari istirahat, Tommy menelepon James Gunarjo, "orang" Bhakti Investama, mengatur pertemuan. Awalnya James meminta bertemu di Hotel Harris, Tebet. Dengan dalih banyak CCTV di hotel, Tommy menolak dan meminta bertemu di sebuah rumah makan Padang di Tebet. Jaraknya tak jauh dari Hotel Harris.

Pukul 11.00 WIB
Bersama sang ayah Tommy meluncur ke rumah makan menumpang taksi Express --> Menumpang dua mobil, sepuluh penyidik KPK menguntit mereka.

Pukul 13.00
Tommy dan ayahnya datang di rumah makan dua lantai itu. Lalu, ayah Tommy menuju ruangan tanpa penyejuk udara untuk tamu yang merokok. Sedangkan Tommy duduk di ruangan berpenyejuk udara, yang sama-sama berada di lantai 1.

Pukul 13.30
Diantar koleganya dengan mobil Toyota Fortuner, James tiba di rumah makan. Ia langsung menemui Tommy --->Empat penyidik KPK masuk ke rumah makan menyamar sebagai pembeli. Enam lainnya menyebar di parkiran.

Pukul 14.00
Setelah ngobrol sejenak, Tommy mengantar James menemui ayahnya di ruangan tanpa penyejuk udara. Di sana ia meminta James meletakkan paper bag yang ia bawa di lantai depan meja tempat duduk ayahnya. Menggunakan kakinya, Tommy mendorong paper bag itu ke kolong meja.

Pukul 14.20
James pamit dan bergegas ke luar. Di parkiran, ia disergap penyidik KPK. Tak lama berselang, Tommy dan ayahnya ditangkap di parkiran setelah keluar rumah makan dari pintu berbeda.

Pukul 14.30
Setelah paper bag itu diperiksa, penyidik KPK menemukan gepokan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Totalnya Rp 280 juta. Tommy mengaku duit itu terkait dengan urusan utang-piutang.

Pukul 14.35
Tommy mengirim pesan singkat ke nomor telepon atasannya di KPP Pratama Sidoarjo Selatan, meminta izin ke Jakarta karena mertuanya sakit.

Pukul 17.00
Ketiganya digelandang ke kantor KPK. Setelah diperiksa maraton, Tommy dan James ditetapkan sebagai tersangka. Adapun Hendy dilepas karena keterlibatannya tidak kuat. Keesokan harinya, Tommy dijebloskan ke Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, dan James ke Rumah Tahanan Polres Jakarta Selatan.


Membongkar yang Besar

Mengandalkan pengakuan Tommy dan James, KPK menelisik komplotan yang diduga memainkan restitusi pajak Bhakti Investama. Inilah dugaan mata rantai mereka.

Profil Jaringan

Antonius Z. Tombeng

  • Komisaris/komisaris independen Bhakti Investama
  • Komisaris di dua anak perusahaan Bhakti Investama
  • Pernah menjadi direktur di sejumlah perusahaan Grup Bhakti.
  • Berlatar belakang pendidikan akuntansi, ia dipercaya menangani persoalan pajak di Bhakti Investama dan anak usahanya.
  • Ia diduga yang memerintah James menyuap Tommy.
  • Pernah menjadi atasan James ketika PT Agis Tbk

    James Gunarjo

  • Staf pajak PT Agis Tbk yang secara de facto dikuasai Bhakti Investama. Disebut-sebut sebagai konsultan pajak Bhakti Investama
  • Mengenal Tommy ketika ia bertugas di KPP Perusahaan Masuk Bursa pada 2003-2004
  • Perantara diduga sebagai kurir dan makelar yang berhubungan dengan Tommy

    Tommy Hindratno

  • Memiliki hubungan erat dengan sejumlah pemeriksa pajak di KPP Perusahaan Masuk Bursa karena pernah bertugas di sana
  • Memiliki jaringan ke pemeriksa karena pernah lama bertugas di Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak di Kantor Pusat Pajak
  • Perannya diduga sebagai perantara ke pemeriksa pajak

    Ferry Syarifuddin

  • Pemeriksa di KPP Perusahaan Masuk Bursa
  • Diduga membantu menangani restitusi pajak Bhakti Investama

    Agus Totong (Supervisor), Hani Masrokim (Ketua Tim), dan Heru Munandar (Anggota Tim)

  • Pemeriksa di KPP Perusahaan Masuk Bursa yang diduga mempermainkan restitusi pajak Bhakti Investama.

    Patgulipat Restitusi

    Restitusi merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, yang terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Restitusi acap kali dijadikan celah untuk menggangsir duit negara. Untuk melakukan kejahatan itu wajib pajak berkomplot dengan pegawai pajak.

    Inilah sejumlah praktek kejahatannya.

    Pajak penghasilan (PPh)

  • Mengurangi nilai omzet perusahaan
  • Memperbesar biaya operasional
  • Melakukan permainan di tarif
  • Manipulasi dalam transaksi PPh yang dipotong bendahara

    Pajak pertambahan nilai (PPn)

  • Manipulasi dengan membuat faktur fiktif
  • Menciptakan perusahaan fiktif dengan faktur pajak perusahaan lain
  • Membuat transaksi ekspor fiktif

    Naskah: Anton A. Sumber: Ditjen Pajak, KPK, wawancara

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus