Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) Hilman Latief menyampaikan kesiapannya menghadapi Pansus Haji. "Kemenag tentu saja mempersiapkan sebaik-baiknya berbagai penjelasan yang dipinta bila sudah jelas agendanya," Kata Hilman kepada Tempo melalui pesan whatsapp, Selasa, 16 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dirjen PHU tersebut juga telah menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan untuk menjawab dugaan-dugaan Tim Pengawas Haji, perihal penyelewengan kuota haji. Adapun dokumen tersebut, antara lain ialah bukti hasil komunikasi dengan pihak Arab Saudi, serta dokumen yang menjelaskan kenapa kebijakan alokasi kuota tambahan ini muncul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya seperti nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Haji Arab Saudi setelah pernyataan pembagian kuota. Pihak PHU, kata hilman, sudah berupaya berkomunikasi dengan DPR sejak awal. Hanya sampai waktu penyelenggaraan haji tiba, rapat kerja tersebut belum terlaksana.
Menurut Hilman, upaya komunikasi perihal beragam dinamika persiapan haji sudah dilakukan sejak Januari 2024, baik secara formal maupun informal. Bahkan, kata dia, pihaknya sudah bersurat resmi memberitahukan kondisi ini kepada Komisi VIII.
Namun, Hilman menegaskan bahwa pihaknya menghargai apa yang sudah ditetapkan DPR. Kemenag akan mengikuti setiap tahapan prosesnya. "Meskipun sedikit banyaknya membuat kita surprise," Ucap dia.
Adapun DPR menyetujui pembentukan pansus haji dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli 2024. Pansus ini disahkan setelah anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, membacakan pertimbangan alasan dibentuknya pansus haji.
Dia mengatakan ada 35 anggota DPR dari lebih dua fraksi yang menandatangani pembentukan pansus haji ini. Selly mengatakan adanya indikasi penyalahgunaan kuota haji tambahan oleh pemerintah menjadi dasar pembentukan pansus.
Ia mengatakan penatapan dan pembagian kuota haji tambahan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, terutama pada Pasal 64 ayat 2. Dalam pasal itu disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
“Sehingga keputusan Menteri Agama RI Nomor 118 Tahun 2024 bertentangan dengan Undang-Undang dan tidak sesuai hasil kesimpulan rapat panja antara Komisi VIII dengan Menteri Agama terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH),” ujar Selly.
EKA YUDHA SAPUTRA