Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persamuhan itu berlangsung selama satu setengah jam di ruang rapat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di lantai 15 Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, -Jumat, 3 Mei lalu. Ada sejumlah isu yang menjadi topik pembahasan. Satu yang paling menyedot perhatian, kata salah seorang peserta pertemuan, Kurnia Ramadhan, “Soal petisi dari ratusan pegawai KPK.”
Kurnia adalah satu dari sebelas perwa-kilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, gabungan pegiat lembaga swadaya masyarakat, yang menemui pimpinan KPK. Mereka datang bersama bekas Ketua KPK, Abraham Samad, serta bekas Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke-uangan, Yunus Husein. Minus Saut Situmorang, empat pemimpin KPK menyambut kedatangan mereka, yakni Agus Rahar-djo, Laode Muhammad Syarif, Basaria Panjaitan, dan Alexander Marwata. Kacang, jagung, dan ubi rebus menjadi suguhan pertemuan.
Koalisi Masyarakat Sipil -Antikorupsi mem-buka pertemuan dengan pertanya-an mengenai sikap pimpinan komisi anti-korupsi tentang petisi bertajuk “Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Pena-nganan Kasus” yang disuarakan ratusan pegawai KPK. Koalisi menyoroti hal ini karena, sejak petisi diajukan pada akhir Maret lalu, pimpinan KPK tak kunjung menyatakan sikapnya ke publik. Koalisi juga mengkonfirmasi kabar yang beredar bah-wa orang yang dituding oleh petisi adalah Inspektur Jenderal Firli. Pimpinan Komisi membenarkan soal ini. “Sasaran petisinya Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Firli,” ujar Kurnia.
Agus Rahardjo, Ketua KPK/TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kepada tetamunya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya sudah menugasi tim Pengawasan Internal memeriksa Firli atas tuduhan yang tertuang dalam petisi. Agus meminta Koalisi Masyarakat Sipil menunggu hasil pemeriksaan internal KPK. Pimpinan Komisi berjanji melaksanakan apa pun hasil pemeriksaan Pengawasan Internal. “Kami memberi waktu sepuluh hari kepada Pengawasan Internal untuk mengumpulkan bukti,” ucap Agus.
Digagas 114 penyelidik dan penyidik KPK, petisi merangkum keresahan mereka me-ngenai halangan dan hambatan menangani kasus korupsi dalam satu tahun terakhir. Tak sampai satu pekan, pendukung petisi bertambah menjadi sekitar 500 orang. Mereka tak hanya berasal dari Kedeputian Penindakan, tapi juga dari kedeputian lain, seperti Kedeputian Pencegahan. “Ini bentuk kegelisahan pegawai karena ada yang hendak mengusik independensi dan integritas KPK,” ujar Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, yang juga mene-ken petisi.
Petisi berisi lima poin masalah. Dua yang paling menjadi sorotan adalah tingkat ke--bocoran rencana operasi tangkap tangan yang tinggi dan sering terhambatnya -pengusutan perkara di Deputi Penindakan karena pemanggilan saksi yang tidak di-setujui dan perlakuan khusus terhadap beberapa saksi. Petisi mendesak pimpinan KPK bersikap tegas atas kekacauan itu karena dampaknya menyangkut kredibilitas lembaga dan keselamatan pegawai. “Ada 25 kasus yang gagal ditangani dan terhambat,” kata seorang penegak hukum.
Rencana operasi tangkap tangan yang bocor, misalnya, terjadi pada awal April lalu. Belasan anggota tim KPK ketika itu terbang dari Jakarta ke Banjarmasin karena mendapat petunjuk kuat adanya rencana pemberian suap dari seorang pengusaha setempat kepada penyelenggara negara di sana. Dari pantauan tim, penyerahan uang akan dilakukan pada hari itu di sebuah hotel di Banjarmasin.
Setiba di Bandar Udara Internasional Syam-suddin Noor, tim bergegas menuju -lokasi sasaran operasi penangkapan menggunakan dua mobil berpelat nomor polisi Banjarmasin. Di tengah jalan, ada razia yang dilakukan aparat setempat. Anehnya, mereka hanya menghentikan mobil petugas KPK, sedangkan kendaraan lain tetap dibiarkan melintas. “Mereka berdalih melakukan razia untuk para pemilik kartu tanda penduduk dari luar Kalimantan,” ujar seorang penegak hukum. “Dari mana mereka tahu kami dari luar Kalimantan?”
“Kami memberi waktu sepuluh hari kepada Pengawasan Internal untuk mengumpulkan bukti.”
Agus Rahardjo, Ketua KPK
Belakangan, tim ini mengetahui ada kebocoran rencana operasi tangkap tangan setelah dua pekan kemudian mereka juga gagal menangkap seorang bupati di Kalimantan. Ratusan orang tiba-tiba mengge-ruduk penginapan mereka. “Nama hotel itu tertera di surat jalan. Mustahil kalau orang luar yang membocorkan,” katanya.
Agar operasi penangkapan tak kandas, menurut sumber Tempo lain, tim satuan tugas kerap menalangi sendiri dana operasi tangkap tangan agar informasinya tak bocor ke luar tim satuan tugas. Trik ini berhasil dilakukan dalam sejumlah penangkap-an. Salah satunya terjadi pada penangkap-an Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy, pertengahan Maret lalu.
Di luar operasi tangkap tangan, masalah lain yang sering muncul adalah penyidik kesulitan mengajukan pemeriksaan saksi, terutama dari kalangan pejabat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika kemudian dipanggil, para saksi mendapat perlakuan istimewa, seperti memasuki gedung KPK lewat pintu khusus pegawai, tanpa melewati lobi gedung yang biasa dipenuhi wartawan. Salah satunya terjadi pada pemeriksaan politikus Golkar dalam kasus korupsi anggaran Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, yang menyeret bekas Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, Februari lalu.
Dimintai konfirmasi soal tuduhan Firli, Ketua KPK Agus Rahardjo tidak menyangkalnya. Ia mengatakan rapat pimpinan KPK sudah memanggil Firli untuk menja-wab tudingan soal petisi pada Jumat, 26 April lalu. Rapat, menurut Agus, memutus-kan pimpinan memerintahkan Pengawas Internal membuktikan tudingan tersebut. “Kami akan menentukan sikap setelah itu,” ujar Agus.
Tempo mencoba menghubungi Firli sejak dua pekan lalu, tapi lulusan Akademi Kepolisian tahun 1990 itu tak kunjung merespons pesan pendek dan panggilan telepon permohonan konfirmasi. Didatangi dua kali di rumahnya di Villa Galaxy, Bekasi, Jawa Barat, Firli tak bisa ditemui. Sampai akhir pekan Lalu, Firli juga tak merespons surat permohonan wawancara yang dititipkan kepada petugas keamanan rumahnya. Termasuk surat permohonan wawancara Tempo berisi pertanyaan tentang tudingan di petisi yang dititipkan kepada juru bicara KPK, Febri Diansyah. “Surat sudah disampaikan, tapi tak ada komentar,” kata Febri.
Lima Poin Petisi
1. Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian.
Ini menyebabkan penyidikan hanya berlangsung di level bawah tanpa bisa menyentuh para pejabat tinggi yang diduga menjadi otak korupsi.
2. Tingginya kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup.
Kebocoran ini menyebabkan ketidakpercayaan di antara sesama pegawai yang tengah menjalankan operasi penegakan hukum. Keselamatan para pegawai juga ikut terancam saat berada di lapangan ketika identitasnya terbuka.
3. Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi.
Penyelidik dan penyidik kesulitan mengumpulkan kesaksian dari para pejabat tinggi sehingga memperlambat pengembangan kasus korupsi.
4. Tidak disetujui penggeledahan di lokasi tertentu dan pencekalan.
Penyidik kerap kesulitan mengumpulkan barang bukti dan kerap kehilangan saksi karena telanjur ke luar negeri.
5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.
Para pegawai merasakan penegakan peraturan kode etik tidak merata. Jikapun terdapat hukuman, tidak dijalankan dengan baik sehingga terlupakan.
MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo