Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Polri Jelaskan Soal Ekshumasi pada Kasus Kematian Brigadir J

Hasil autopsi yang dilakukan Polri akan memberi gambaran kepada keluarga Brigadir J dan menghindari berbagai spekulasi.

20 Juli 2022 | 11.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo. Dok: Divhumas Polri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan soal pengertian ekshumasi atau autopsi ulang yang bakal dilakukan pihak keluarga Brigadir J. Sebagaimana diketahui, pihak keluarga ingin proses itu dilakukan karena ditemukan kejanggalan luka pada jasad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dalam istilah kedokteran forensiknya itu adalah ekshumasi. Ekshumasi itu adalah penggalian kubur, kemudian dilakukan untuk peradilan,” ujarnya saat memberi keterangan pers di Mabes Polri, Selasa, 19 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dedi mengatakan bahwa ekshumasi mesti dilakukan oleh pihak berwenang dan berkompeten di bidangnya, seperti penyidik Polri. Proses tersebut dilakukan berdasarkan keilmuan dan standar internasional agar bisa dipertanggungjawabkan.

“Karena ini menyangkut masalah benda mayat, harus expert. Yang melakukan siapa? Adalah kedokteran forensik yang memiliki keahlian di bidangnya akan melakukan itu. Ini akan dilakukan terang benderang,” tuturnya.

Dia menuturkan bahwa spekulasi atau kejanggalan soal luka yang berkembang saat ini karena disampaikan oleh bukan orang yang berkompeten. Hasil autopsi yang dilakukan Polri akan memberi gambaran kepada keluarga Brigadir J dan menghindari berbagai spekulasi.

Selain itu juga dianggap bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat soal penyebab kematian ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Nonaktif Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo tersebut. Dedi menyampaikan bahwa pihak keluarga dipersilakan untuk melakukan ekshumasi atau autopsi ulang.

Menurutnya itu sebagai wujud komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam investigasi yang berdasarkan pada scientific crime investigation. Jika proses autopsi ulang dilakukan dan menemukan bukti-bukti tambahan, maka Polri akan menerima hasilnya.

Untuk kepentingan penyidikan, itu dinilai penting ketika memasuki tahapan di persidangan.

“Untuk menjaga transparansi dan akuntabel, boleh kita mengambil dari ahli forensik dan dari instansi yang kredibel juga untuk bersama-sama menyaksikan proses tersebut. Pengacaranya kan menyaksikan, jadi kita akan terbuka semaksimal mungkin dalam proses penyidikan,” tutur Dedi.

Baca: Spekulasi Luka Janggal Brigadir J, Polri: Yang Menyampaikan Bukan Expert

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus