Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan, Indonesia memerlukan Undang-Undang (UU) tentang Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi. Presiden Prabowo Subianto, kata dia, meminta agar pemberian amnesti diberikan secara selektif untuk kasus-kasus tertentu setiap tahunnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Momentumnya pas untuk kita lakukan. Presiden memberikan saran agar mungkin setiap tahun dengan selektif akan memberikan amnesti untuk kasus-kasus tertentu,” katanya dikutip dari siaran langsung YouTube Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan pada Selasa, 17 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintahan Presiden Subianto berencana memberikan amnesti atau pengampunan terhadap narapidana yang jumlahnya sekitar 44 ribu orang. Menurut Supratman, pemberian amnesti untuk mengatasi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas). Pengampunan ini akan bisa mengurangi kelebihan kapasitas penjara sampai 30 persen.
Di balik rencana untuk mengurangi beban penjara yang over kapasitas, Presiden Prabowo juga menginginkan para narapidana yang nantinya diberi amnesti bisa dimanfaatkan tenaganya untuk swasembada pangan. Mereka akan dimasukkan dalam program Komponen Cadangan (Komcad).
Supratman menjelaskan, bahwa dalam tahun-tahun mendatang, Indonesia akan memiliki agenda-agenda strategis di bidang Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, jajaran Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) perlu mengantisipasi isu-isu aktual, salah satunya tentang grasi, amnesti, abolisi, serta rehabilitasi.
Selain itu, DJPP dminta untuk mulai menyiapkan Undang-undang yang terkait dengan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Ia mengatakan pembentukan UU tersebut telah menjadi kesepakatan pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Sudah sepakat bersama DPR, bahwa UU tentang Pemilu dan Pemilukada akan diinisiasi oleh DPR. Sedangkan UU tentang Partai Politik diinisiasi oleh pemerintah. Perlu dipersiapkan dari sekarang,” ujarnya di Pullman Hotel Central Park, Jakarta.
Supratman mengingatkan jajaran DJPP untuk menguatkan fungsi harmonisasi peraturan perundang-undangan. Ia menyampaikan agar pembentukan peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Asta Cita Presiden Prabowo.
“Perlu penguatan harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan sehingga kita bisa mengatasi over regulasi di berbagai sektor. Kemudian mengurangi peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, konflik norma hukum, atau konflik kewenangan pada masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah,” katanya.
Ia berharap kegiatan refleksi akhir tahun 2024 DJPP dapat memberikan banyak pelajaran dan manfaat guna mendukung kinerja Kementerian Hukum RI di bidang pembentukan regulasi menuju Indonesia Emas 2045.
“Melalui refleksi kita bisa mengevaluasi bersama terhadap apa yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung perbaikan legislasi dan regulasi Indonesia ke depan,” ujarnya.