Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin buka suara ihwal kekhawatiran masyarakat mengenai adanya BBM Pertamax dari Pertamina yang diduga ‘dioplos’ imbas dari terbongkarnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018–2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan bahwa kondisi bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang beredar di pasar saat ini sudah sesuai standar Pertamina. Ia menegaskan bahwa waktu terjadinya perkara itu adalah pada 2018-2023, sehingga Pertamax yang diproduksi setelahnya tidak berkaitan dengan objek penyidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bahan bakar minyak sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini adalah baik, dalam kondisi yang baik, dan sudah sesuai dengan spesifikasi,” ujar Burhanuddin, di Gedung Kejaksaan Agung, Kamis, 6 Maret 2025.
Terungkapnya kasus korupsi di Pertamina ini tidak lepas dari jasa ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung yang memiliki peran sentral dalam penetapan kasus rasuah. Dia bahkan sukses mengungkap sejumlah kasus korupsi kelas kakap atau big fish yang merugikan keuangan negara ratusan miliar hingga triliun rupiah.
Lantas, seperti apa sebenarnya sosok dan profil dari Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Profil ST Burhanuddin
Sanitiar Burhanuddin atau yang akrab dengan ST Burhanuddin lahir di Cirebon, 17 Juli 1954. Dia adalah Jaksa Agung yang telah memimpin Kejaksaan Agung sejak 2019 lalu.
Burhanuddin merupakan adik kandung dari politikus PDIP TB Hasanuddin, yang pernah menjabat Ketua Departemen Politik DPP PDI Perjuangan. Pada 2012, TB Hasanuddin dipercaya sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Barat yang kemudian diusung PDIP maju dalam Pilgub Jawa Barat 2018 untuk periode 2018-2023.
Melansir dari Antara, Burhanuddin memulai kariernya di bidang hukum dengan mengikuti Pendidikan Pembentukan Jaksa pada 1989. Dua tahun kemudian, dia mulai meniti karier di Kejaksaan dan secara perlahan ditugaskan mengisi sejumlah posisi penting.
Kariernya semakin bersinar ketika ditugaskan sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bangko Jambi pada 1999. Dia juga tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan strategis, seperti Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi, Asisten Pidana Khusus Kejati NAD, Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap, Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NAD.
Pada 2007, lulusan sarjana hukum dari Universitas Diponegoro pada 1983 itu mendapatkan promosi menjadi Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Setahun kemudian, Burhanuddin mendapatkan promosi sebagai Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada 2008.
Kemudian pada 2009, lulusan Magister Manajemen UI 2001 tersebut, kembali ke Kejaksaan Agung dengan jabatan inspektur V Jaksa Agung Muda Pengawasan. Berlanjut pada 2010, ST Burhanuddin mendapatkan promosi kembali sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi.
Dia lalu diangkat menjadi Jaksa Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2010 hingga akhirnya memutuskan untuk pensiun pada 2014. Pria yang menamatkan pendidikan doktornya di Satyagama Jakarta 2006, ini pernah meraih penghargaan Satyalancana Karya Satya dari Presiden pada 2007.
Usai pensiun, Burhanuddin kembali ke Kejaksaan Agung ketika dipercaya mantan presiden ke-7 Joko Widodo untuk menjabat sebagai Jaksa Agung. Hal itu diumumkan Jokowi bersamaan dengan pengumuman menteri-menteri di Istana Negara, Jakarta pada Rabu, 23 Oktober 2019.
Masuknya Burhanuddin di lembaga Kejaksaan Agung membawa pengaruh yang besar. Di bawah kepemimpinannya, sejumlah kasus korupsi kelas kakap yang merugikan negara ratusan miliar hingga triliun, terbongkar.
Satu kasus megakorupsi yang berhasil diungkap oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung adalah perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertimbangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022, yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Terbaru, Kejagung sedang memproses dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018–2023. Perkara rasuah ini merugikan negara senilai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023 saja. Adapun waktu perkara tersebut terjadi pada tahun 2018 hingga 2023.
ST Burhanuddin pernah dikaitkan dengan inisial BR di action plan surat dakwaan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Action plan ini terkait dengan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung untuk membebaskan buron Djoko Tjandra pada 2020 lalu. Dalam proposal itu, Pinangki mengurus fatwa Djoko Tjandra atas bekingan ST Burhanuddin.
Antara dan Danar Trivasya Fikri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.