Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI industri mobil listrik Tanah Air, Dasep Ahmadi bukan nama asing. Lelaki kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 50 tahun lalu itu getol mempromosikan mobil listrik sejak 2012. Pernah bekerja sebagai ahli mesin di Astra International selama enam tahun, Dasep berambisi membuat mobil listrik untuk pasar mobil keluarga. Tak tanggung-tanggung, untuk menembus pasar mobil keluarga yang persaingannya sangat ketat itu, dia berencana membuat ribuan unit mobil listrik dengan harga di bawah Rp 200 juta.
Salah satu produk mobil listrik Dasep yang paling terkenal adalah Evina, Electric Vehicle Indonesia. Mobil hasil kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara itu bodinya kecil dan ringan, cocok untuk bermanuver di jalan padat. Inilah mobil yang dipersiapkan Dasep untuk pasar mobil keluarga. Namun mobil yang pernah dites Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah kepala daerah itu akhirnya hanya menjadi obyek uji coba.
Karya Dasep tak berhenti di mobil Evina. Pada 2013, ia membuat bus listrik bernama Ahmadi. Dia memilih jenis bus setelah melihat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta giat membangun sarana angkutan umum untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota. "Saya juga membidik bus antar-jemput," kata Dasep, yang juga mengaku mengincar proyek bus Transjakarta.
Untuk menarik minat pasar angkutan umum, Dasep menawarkan harga paket Rp 25 miliar untuk 10 unit bus. Mobil berkapasitas 20 orang ciptaannya dilengkapi pembangkit listrik tenaga surya berdaya 70 ribu watt.
Memang proyek Ahmadi tak langsung mendapat lampu hijau dari Kementerian Perhubungan. Soalnya, Kementerian menilai bus Ahmadi belum sesuai dengan standar. Salah satu kekurangannya terletak pada sistem pengereman. Toh, upaya Dasep berhasil menarik perhatian Dahlan Iskan, yang waktu itu Menteri Badan Usaha Milik Negara. Dasep lantas diminta menjadi anggota Putra Petir—tim riset mobil listrik bentukan Dahlan.
Kepada Dasep, Dahlan menawarkan proyek pembuatan mobil listrik untuk keperluan Konferensi Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2013 di Bali. Setelah mendapat komitmen pendanaan sebesar Rp 32 miliar, Dasep menyanggupi pembuatan 16 unit mobil kelas eksekutif selama tujuh bulan.
Dasep lalu berburu komponen mobil listrik ke berbagai negara. Bodi mobil, misalnya, dia ambil dari Cina. Adapun komponen mesinnya sebagian ia ambil dari Eropa. Dasep merakit semua komponen itu di pabriknya di kawasan Cilodong, Depok.
Ternyata membuat mobil dalam hitungan bulan bukan perkara gampang. Pencairan dana yang lamban dan birokrasi di kepabeanan yang berbelit-belit menghambat rencana Dasep. Target Dasep pun meleset. Pada pembukaan APEC, 1 Oktober 2013, dia baru menyelesaikan 3 dari 16 mobil yang ia janjikan. Sewaktu 16 mobil listrik selesai, APEC sudah lewat. Mobil-mobil Dasep pun akhirnya dihibahkan ke sejumlah universitas untuk menjadi obyek penelitian.
Tatkala Kejaksaan Agung menganggap kegagalan Dasep merugikan negara, sang inovator tak bisa berbuat banyak. "Saya hanya insinyur yang menjalankan tugas negara," kata alumnus jurusan teknik mesin Institut Teknologi Bandung itu ketika digiring ke mobil tahanan jaksa pada 28 Juli lalu.
Istman M.P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo