Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersengat Riset Mobil Listrik

Kejaksaan Agung menjerat pencipta mobil listrik dengan pasal korupsi. Kegagalan riset yang berujung penjara.

10 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam dua bulan terakhir, pabrik mesin PT Sarimas Ahmadi Pratama di Cilodong, Depok, semakin sepi saja. Tak ada pemesan baru yang datang ke pabrik itu. Puluhan pekerja yang biasanya meramaikan pabrik pun satu per satu mengundurkan diri. "Karena tak ada proyek, perusahaan tak bisa membayar gaji mereka," kata Kepala Personalia PT Sarimas, Ginting Gumelar, Rabu dua pekan lalu.

Ancaman kebangkrutan mulai membayangi pabrik itu sejak pemiliknya, Dasep Ahmadi, menjadi tersangka kasus korupsi pada 15 Juni 2015. Semua karyawan PT Sarimas, menurut Ginting, benar-benar terpukul ketika Kejaksaan Agung akhirnya menahan Dasep pada 28 Juli lalu.

Kejaksaan Agung menetapkan Dasep sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik yang didanai sejumlah badan usaha milik negara. Korps Adhyaksa menjerat Dasep dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Langkah Kejaksaan menahan Dasep mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Di dunia maya, 779 netizen menyokong Dasep lewat petisi berjudul "Bebaskanlah Sang Inovator Karena Dia Bukan Koruptor" di situs www.change.org. Sementara itu, di kalangan ahli dan praktisi hukum, muncul anggapan bahwa perkara Dasep tak cukup kuat dibawa ke ranah pidana. "Perjanjian Dasep dengan BUMN bersifat business to business, jadi lebih pas perdata," ucap Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang juga penggagas proyek mobil listrik garapan Dasep.

* * * *

Gagasan membuat mobil tanpa bahan bakar itu muncul pada 2012 dalam sebuah rapat perencanaan Konferensi Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2013. Pengusulnya Menteri BUMN Dahlan Iskan, selaku penanggung jawab konferensi. Selanjutnya, proyek inovasi itu berkali-kali dibicarakan dalam rapat kabinet yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Agar tak membebani anggaran negara, Dahlan menawarkan pendanaan proyek mobil listrik ke sejumlah BUMN. Pada Februari 2013, Dahlan mengundang tiga perusahaan pelat merah, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Perusahaan Gas Negara, dan Pertamina, ke Kementerian BUMN. Kala itu, Dahlan pun memperkenalkan Dasep sebagai personel Putra Petir—tim riset mobil listrik bentukan sang Menteri.

Lewat serangkaian pertemuan, ketiga BUMN akhirnya sepakat meneken kontrak pemesanan 16 mobil berwujud bus dan mobil eksekutif itu. Untuk mendanai proyek, ketiga BUMN memilih skema sponsorship dan corporate social responsibility (CSR). Mereka berkomitmen urunan dana sebesar Rp 32 miliar, dengan catatan semua mobil listrik sudah siap sebelum pembukaan konferensi APEC pada 1 Oktober 2013.

Ternyata, pada hari yang dijanjikan, hanya tiga unit mobil ciptaan Dasep yang tampil. Itu pun, karena belum memperoleh surat laik jalan dari Kementerian Perhubungan, mobil Dasep hanya nongkrong di stan pameran.

Menurut Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Sarjono Turin, jaksa mulai mengusut kasus ini pada Maret lalu. Jaksa menganggap kegagalan proyek Dasep memenuhi unsur pidana korupsi, antara lain karena menimbulkan kerugian negara. "Total kerugian negara sekitar Rp 32 miliar, atau sekitar Rp 2 miliar per mobil," ujar Sarjono.

Dalam menghitung kerugian negara, menurut Sarjono, jaksa merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara menyebutkan kekayaan negara yang dikelola oleh pihak lain, termasuk yang dipisahkan pada BUMN, merupakan keuangan negara. Nah, di mata Sarjono dan kawan-kawan, uang yang dikeluarkan ketiga BUMN, baik dari pos dana sponsorship maupun dari pos dana CSR, termasuk uang negara.

Kejaksaan Agung juga menuduh Dasep memperkaya diri dengan menggelembungkan harga mobil listrik. Mobil eksekutif yang menyerupai Toyota Alphard, misalnya, dihargai Dasep Rp 2,4 miliar. "Mustahil semahal itu," tutur Sarjono. Apalagi, ketika diuji coba, mobil buatan Dasep pun banyak "penyakitnya". Baru menempuh jarak 20 kilometer, menurut Sarjono, mesin mobil sudah kepanasan. Mobil pun hanya bisa dipacu sampai kecepatan 70 kilometer per jam. "Naik-turun tanjakan enggak kuat," katanya.

Ketika diperiksa penyidik, Kepala Departemen Hubungan Kelembagaan PGN Santiaji Gunawan menyatakan bahwa Dasep juga melanggar perjanjian. Dasep belum memenuhi kontrak sponsorship pembuatan prototipe bus listrik dan mobil listrik APEC 2013 senilai Rp 10,67 miliar.

Ada beberapa klausul yang menurut PGN dilanggar Dasep. Pertama, Dasep hanya menampilkan dua mobil berlogo PGN dari lima mobil yang dijanjikan. Kedua, mobil yang dipesan oleh PGN tak laik jalan. Ketiga, Dasep belum memamerkan mobil berlogo PGN di acara lain setelah ia gagal memamerkan mobilnya di arena APEC. "Sudah saya jelaskan semuanya kepada jaksa," ucap Santiaji ketika dimintai konfirmasi.

Kuasa hukum Dasep Ahmadi, Vidi Galenso, tak menyangkal bahwa Dasep gagal memenuhi kesepakatan dengan BUMN. "Itu urusan perdata," ujarnya. Karena itu, Vidi menilai Kejaksaan Agung kebablasan menganggap Dasep melakukan pidana korupsi. "Beberapa unsur yang disebutkan jaksa tak ada dasarnya," katanya.

Unsur kerugian negara, menurut Vidi, tak bisa diterapkan karena proyek mobil listrik Dasep termasuk kategori riset. Hal itu diwakili kata "prototype" pada dokumen kontrak. Prototipe, menurut Vidi, merupakan ciptaan baru dari yang sebelumnya tidak ada. "Dalam riset, kegagalan tak bisa dianggap kerugian," ucapnya.

Tuduhan markup, menurut Vidi, juga tak masuk akal. Sebagai prototipe, mobil ciptaan Dasep tak memiliki pembanding. Akibatnya, tuduhan penggelembungan harga sulit dibuktikan. Karena itu, Vidi meyakini Dasep telah menjadi korban ketidakpahaman jaksa akan terminologi riset.

Ketika ditahan jaksa, meski tak memberontak, Dasep tak menerima jika dirinya dipersalahkan. Dia mengatakan telah mengerjakan proyek mobil listrik sesuai dengan kontrak. Sebelum kasusnya ditangani Kejaksaan Agung, Dasep pun mengaku tak pernah menerima komplain dari ketiga BUMN penyandang dana. "Ini merusak reputasi saya. Nanti kita buktikan secara hukum," ujar Dasep sembari menuju mobil tahanan.

Istman M.P., Imam Hamdi


Spesifikasi tiga jenis mobil listrik ciptaan Dasep

1. Ahmadi
Jenis: Bus
Ukuran bus:Medium
Kapasitas penumpang:20 orang
Kecepatan:80 kilometer per jam
Kapasitas baterai:7.000 watt
Jarak tempuh:120 kilometer
Lama isi baterai:45 menit (fast charging), 7 jam (normal)

2. Evina
Jenis: Hatchback
Ukuran: Medium
Kapasitas penumpang: 5 orang
Kecepatan: 120 kilometer per jam
Kapasitas baterai: 21.000 watt
Jarak tempuh: 135 kilometer
Lama isi baterai: 30 menit (fast charging), 4-5 jam (normal)

3. Mobil Executive (APEC 2013)
Jenis: Sport utility vehicle
Ukuran: Medium
Kapasitas penumpang: 6-7 orang
Kecepatan: -
Kapasitas baterai: 60.000 watt
Jarak tempuh: -
Lama isi baterai: -

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus