Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Datang sendirian ke sebuah rumah sakit swasta ternama di Jakarta Pusat, April lalu, Surya Darmadi langsung meminta masuk rawat inap. Sebaliknya, dokter yang memeriksa menyatakan Surya tak perlu diopname. "Lho, Bapak enggak sakit parah. Enggak perlu rawat inap," kata dokter itu, mengulangi saran kepada Surya, ketika berbincang dengan seorang jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Surya berkukuh dengan permintaan semula. Menganggap pasien adalah raja, sang dokter akhirnya membuat rekomendasi agar Surya dirawat. Menginaplah Surya di rumah sakit itu, meski hanya semalam.
Menurut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Irene Putri, belakangan terungkap bahwa permintaan rawat inap itu hanya skenario Surya untuk menghindari sidang kasus suap alih fungsi lahan dengan terdakwa Gubernur Riau Annas Maamun. Surya tiga kali memakai modus serupa di tiga rumah sakit berbeda. Selama persidangan Annas, Surya pun sampai empat kali mangkir. Salah satunya mangkir tanpa alasan. "Dia hampir dijemput paksa," ujar Irene, Jumat pekan lalu.
Surya terseret ke pusaran kasus Annas karena keterangan saksi Gulat Medali Emas Manurung, yang juga terdakwa kasus suap Rp 2 miliar untuk Annas. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau itu berkali-kali menyebut nama Surya, baik di depan penyidik KPK maupun di depan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Menurut Gulat, selaku Presiden Direktur PT Darmex Agro, Surya berupaya mengubah status lahan seluas 18 ribu hektare milik Duta Palma (anak perusahaan Darmex Agro) di Indragiri Hulu, Riau. Sebelumnya, Duta Palma tak bisa memperoleh sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil karena perkebunan sawit yang mereka kelola berada di kawasan hutan. Untuk memuluskan upayanya, menurut Gulat, Surya menyerahkan uang Rp 3 miliar kepada Annas-dari Rp 8 miliar yang dijanjikan.
Sampai tahap dakwaan dan tuntutan, rangkaian cerita uang suap dari Surya untuk Annas belum berubah. Namun, di sidang putusan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung tak sependapat dengan dakwaan jaksa. Menurut hakim, tuduhan suap Surya kepada Annas hanya berdasarkan keterangan Gulat. Tak ada bukti dan saksi lain yang menguatkan. "Dakwaan ketiga jaksa tak terbukti," kata ketua majelis hakim Berita Lumban Gaol ketika membacakan putusan Annas pada 24 Juni lalu.
Annas-yang oleh sanak familinya biasa dipanggil Atuk-akhirnya dihukum enam tahun penjara. Adapun Gulat dihukum tiga tahun penjara. Sedangkan Surya Darmadi, untuk sementara, lolos dari jerat hukum yang ditebar jaksa.
IRENE dan kawan-kawan tak bisa menerima begitu saja putusan majelis hakim yang meloloskan Surya. Meski tak ada bukti bahwa akhirnya Annas menerima uang Rp 3 miliar dari Surya, menurut Irene, niat dan janji Surya memberikan hadiah terbukti. Niat itu, kata Irene, bisa ditelisik sejak Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulher menawarkan perubahan status lahan kepada sejumlah penguasa perkebunan, termasuk Surya.
Tawaran Zulher datang setelah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menawarkan revisi Surat Keputusan Nomor 673 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau pada Agustus 2014. Waktu itu Zulkifli menawarkan perluasan kawasan bukan hutan di Riau sebanyak 30 ribu hektare, dari sebelumnya 1,63 juta hektare.
Pegawai bagian humas dan pengurus perizinan PT Duta Palma, Suheri Tirta, lantas menindaklanjuti tawaran Zulher. Pada 19 Agustus 2014, Suheri menyerahkan surat berkepala PT Palma Satu, nomor DPN-PKU/VIII/042/2014, kepada Annas. Intinya, surat itu meminta lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama, dan PT Seberida Subur dimasukkan ke kawasan bukan hutan versi RTRW Riau terbaru.
Annas selanjutnya mengeluarkan surat disposisi kepada Wakil Gubernur Arsyad Juliandi Rachman. "Wagub: dibantu dan: adakan rapat dg:- bappeda;- Perkebunan; Kehutanan; Ass terkait. Segera, Gubri 20/8/14," demikian tertulis dalam surat disposisi Annas.
Dalam surat dakwaan diterangkan, sebelum diserahkan kepada wakil gubernur, surat disposisi lebih dulu dibawa Suheri kepada Kepala Dinas Kehutanan Cecep Iskandar. Menurut anggota Riau Corruption Trial, Lovina Soenmi, Cecep Iskandar merupakan tangan kanan Annas yang juga berasal dari satu kampung halaman: Rokan Hilir. "Ketika Annas jadi gubernur, Cecep dibawa," ujar Lovina.
Surat disposisi itu tak langsung berbuah persetujuan atas permohonan PT Palma. Surya dan Suheri pun sempat menanyakan perkembangan permohonan mereka kepada Cecep. Baru pada 17 September 2014, Surya dan Suheri mendapat kabar soal permohonan mereka.
Kala itu, sekitar pukul 20.00, Surya dan Zulher menghadiri pertemuan di kantor Zulher. Di samping Zulher yang menyambut Surya, hadir juga Gulat. Itulah untuk pertama kalinya Surya berkenalan dengan Gulat, yang disebut Zulher orang dekat Annas. "Ini ada orang Duta Palma yang akan jumpa Pak Gub (Annas), tapi tidak bisa. Pesannya disampaikan ke Pak Gulat saja, ya?" kata Zulher waktu itu.
Gulat tak serta-merta menerima saran Zulher. Ia menanyakan dulu apa pesan Surya untuk Annas. Gulat sempat berang begitu tahu bahwa Surya meminta 18 ribu hektare lahan Duta Palma masuk revisi RTRW. "Batas revisinya saja hanya 30 ribu hektare. Kalau Duta Palma minta 18 ribu, ya habislah," ujar Gulat waktu itu.
Belakangan, di depan penyidik, Gulat mengakui bahwa dia pun menginginkan "jatah" lahan revisi di RTRW. Untuk itu Gulat menyuap Annas Rp 2 miliar buat memasukkan lahan kebun sawit 1.118 hektare di Kuantan Singingi dan 1.214 hektare di Rokan Hilir, Riau.
Menurut surat dakwaan, ketika mendapat tanggapan sengit Gulat, Surya tak langsung menyerah. Surya malah menyatakan siap menggelontorkan uang Rp 8 miliar untuk Annas, dengan uang muka sebesar Rp 3 miliar. "Nanti untuk Pak Gulat juga ada sedikit," ucap Surya, seperti dikutip dakwaan.
Gulat pun melunak. Dia berjanji menghubungkan Surya dengan Annas. Tentu saja itu tak gratis. Dari pertemuan pertama itu, Gulat pulang dengan mengantongi uang Rp 100 juta. Gulat kembali menceritakan pertemuan dan transaksi di kantor Zulher itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada sidang 19 Januari lalu.
Setelah pertemuan di kantor Zulher, Gulat menghubungi Cecep. Ia merancang pertemuan dengan Annas untuk menyampaikan permintaan Surya. Esok paginya, sekitar pukul 08.00, Gulat mendatangi rumah dinas gubernur. Pada pertemuan itu, Annas meminta Cecep membuka peta hutan Riau. Sang Gubernur rupanya hendak memastikan lokasi lahan Duta Palma. Kelak Annas memasukkan lahan Duta Palma ke lampiran Surat Gubernur tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau.
Begitu lahan Duta Palma dipastikan aman, siang hari sekitar pukul 13.00, Gulat melanjutkan pertemuan dengan Suheri di Hotel Arya Duta, Pekanbaru. Pada surat dakwaan disebutkan, di hotel itulah Suheri menyerahkan dua amplop tebal dan tipis kepada Gulat. Amplop tebal untuk Annas, berisi dolar Singapura setara dengan Rp 3 miliar. Adapun amplop tipis untuk Gulat, berisi dolar Singapura setara dengan Rp 650 juta.
Kepada penyidik, Gulat bercerita bahwa Annas menerima jatahnya hari itu juga, sekitar pukul 17.00, di rumah dinas gubernur. Kepada Annas, Gulat pun berkata, "Ini uangnya dari PT Duta Palma. Katanya, kalau sudah diteken menteri (surat revisi), akan ditambah lagi." Annas pun membalas, "Iyolah, nanti kita usahakan." Sepekan kemudian, Annas tertangkap tangan oleh penyidik KPK di kawasan Cibubur, Jawa Barat, setelah menerima uang dari Gulat.
Surya membantah keterangan Gulat dan dakwaan jaksa. Sebaliknya, Surya menuduh Gulat menyebarkan fitnah soal dirinya menyuap Annas. Padahal tak ada bukti apa pun bahwa dia menyuap Annas. "Itu Gulat hanya cari selamat, bikin alibi. Sembarang ngomong saja dia," ucap Surya ketika ditemui Tempo di kantornya, Menara Palma, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu.
Meski begitu, Surya mengakui pertemuan dengan Gulat di kantor Zulher pada September 2014. Ia datang ke kantor Zulher hanya untuk memastikan status lahan Duta Palma hasil pengambilalihan dari perusahaan lain (takeover) pada 2008. "Pas takeover, empat kebun itu administrasi dan izinnya putih. Tak ada salahnya kami pastikan lagi," ujar Surya.
Seperti halnya Surya, Suheri pun menolak dikait-kaitkan dengan penyuapan Gulat kepada Annas. Berbeda dengan Surya yang lancar menyampaikan bantahan, ketika dimintai konfirmasi Suheri beberapa kali terhenti. Ia kerap terdiam seperti memikirkan jawaban.
Suheri pun akhirnya mengakui pernah bertemu dengan Gulat di Hotel Arya Duta. Namun ia membantah menyerahkan dua amplop berisi uang kepada Gulat. Pada pertemuan selama lima menit di kedai kopi itu, Suheri mengaku hanya mengobrol ngalor-ngidul setelah Gulat meneleponnya. "Kalau di amplop itu disebut ada sidik jari saya, itu bohong," kata Suheri.
Menurut jaksa Irene Putri, nasib Surya dan Suheri baru akan terang setelah putusan perkara Annas berkekuatan hukum tetap. "Kami tunggu in kracht dulu," ujar Irene.
Istman M.P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo