Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Raja Keraton Agung Sejagad Digulung, Sempat Diincar Polisi Yogya

Gerakan Jogja Dec pimpinan "raja" Keraton Agung Sejagad itu diawasi polisi karena terindikasi penipuan dan meresahkan masyarakat.

15 Januari 2020 | 11.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu simbol di dalam ruangan ruangan Keraton Agung Sejagad. Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan bahwa Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Ia menambahkan keraton ini merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai 2018. Twitter.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Keberadaan Keraton Agung Sejagad di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dengan “raja” yang bernama Totok Santoso Hadiningrat disinyalir sempat beraktivitas di wilayah Yogyakarta sebelum berpindah ke Purworejo. Setelah kasus Totok dan keratonnya merebak, media sosial belakangan ramai menyebut Totok sebenarnya pernah beraktivitas di Yogya dengan mengusung organisasi bernama Jogja Dec. Kepanjangan Jogja Development Committee.

“Kasus di Purworejo ini apa juga melibatkan orang sama (bernama Totok) yang dulu beraktivitas di Yogya dengan organisasinya, masih akan kami pastikan, “ ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian DI Yogyakarta Komisaris Besar Burkan Rudi Satria kepada wartawan Selasa petang 14 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Totok dan istrinya, Fanni Aminadia alias Kanjeng Ratu Dyah Gitarja, yang diklaim sebagai permaisuri keraton fiktifnya itu telah ditangkap Kepolisian Resor Purworejo di ‘kerajaannya’ di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo Selasa malam, 14 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi Jogja Dec Totok saat itu model gerakannya memungut uang pendaftaran dan iuran dari warga yang ingin menjadi anggota organisasi itu dengan biaya sekitar Rp 50 ribu. Jika sudah menjadi anggota gerakan itu maka bisa mendapat imbalan berupa gaji sebesar US$ 100-200 per bulan yang diambilkan dari simpanan sebuah bank di Swiss yang menyimpan Esa Monetary Fund (EMF). “Modusnya saat itu yang saya ingat betul, kalau uang yang akan diberikan (sebagai gaji untuk anggota) merupakan harta peninggalan Presiden Soekarno di luar negeri,” ujarnya.

Benar saja, janji imbalan dari Totok yang saat itu mengaku Totok yang saat itu mengaku sebagai Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia Wilayah Nusantara Jogja DEC itu tak pernah terwujud hingga satu per satu anggota organisasi itu mundur.

Jogja Dec lantas tenggelam dengan sendirinya dan tak terdengar lagi kabarnya sampai belakangan munculnya Keraton Agung Sejagat yang memunculkan nama Totok lagi. “Jogja Dec saat itu aktivitasnya pindah-pindah, pernah di Sayegan, di Ngaglik (Kabupaten Sleman),” ujar Burkan.

Gerakan Jogja Dec pimpinan "raja" Keraton Agung Sejagad itu diawasi polisi karena terindikasi penipuan dan meresahkan masyarakat. “Sebab (imbalan) yang ditawarkan organisasi itu sangat tidak masuk akal,” kata Burkan yang melihat modus serupa di beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Kendal.

 

Endri Kurniawati

Endri Kurniawati

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus