Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembunuhan wartawan yang menimpa Rico Sempurna Pasaribu beserta keluarganya, yang terjadi pada 27 Juni 2024, telah menarik perhatian publik. Tiga terdakwa, Bebas Ginting alias Bulang, Yunus Tarigan, dan Rudi Sembiring, kini dihadapkan pada tuntutan hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dinyatakan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ketiga terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primair,” ujar JPU Gus Irwan Selamat Marbun di Pengadilan Negeri Kabanjahe, Karo, Sumut, Senin, 17 Maret 2025 yang dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rico Sempurna Pasaribu adalah wartawan media lokal, Tribrata TV yang ditemukan tewas dalam kebakaran yang melahap rumahnya. Kebakaran tersebut tidak hanya menghanguskan rumah, tetapi juga menelan Rico beserta istri dan kedua anaknya dalam kobaran api.
Awalnya, kebakaran tersebut dianggap sebagai kecelakaan biasa, tetapi penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan adanya unsur pembunuhan berencana. Namun, pertanyaan yang muncul dari adanya tragedi ini adalah, apa sebenarnya motif di balik tindakan keji ini?
Personel Polda Sumut memeriksa rumah wartawan Sempurna Pasaribu di Jalan Nabung Surbakti, Kabupaten Karo, yang terbakar pada 27 Juni 2024. (ANTARA/HO-Polda Sumatera Utara)
Motif Pembunuhan
Beberapa hari sebelum kematiannya, Rico menerbitkan laporan investigasi lengkap beserta foto lokasi judi, alamat, dan identitas oknum yang diduga terlibat. Berita investigasi berjudul “Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125 Sim’bisa” yang diunggah dalam laman Tribata TV pada 22 Juni 2024. Dalam berita yang ditulis oleh Rico tersebut, korban menyinggung oknum TNI, Koptu HB.
Setelah artikel tersebut dipublikasikan, korban tidak kembali ke rumahnya karena menerima ancaman. Koptu HB kemudian menghubungi kantor Rico, meminta agar berita yang dimuat dihapus, tetapi tidak ada kesepakatan yang tercapai.
Beberapa waktu setelah itu, Rico Sempurna Pasaribu beserta istri, anak, dan cucunya tewas dalam kebakaran di rumahnya. Eva Meliani Pasaribu, putri kandung korban, meyakini bahwa kebakaran tersebut merupakan bagian dari rencana untuk membunuh ayahnya.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara (Sumut) mendesak Polisi Militers Kodam (Pomdam) untuk menetapkan Koptu HB sebagai tersangka utama karena dianggap sebagai aktor intelektual dibalik kasus ini. Meskipun sudah ada bukti tambahan yang diserahkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dan KKJ Sumut mengenai keterlibatan Koptu HB, hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan terhadapnya. Apalagi, motif dari pembunuhan berencana ini, belum juga diungkapkan ke publik.
Kumpulan Bukti Elektronik
Eva bersama KKJ Sumut dan LBH Medan menyerahkan tujuh bukti elektronik terbaru kepada Pomdam 1 Bukit Barisan terkait dugaan keterlibatan Koptu HB dalam kematian wartawan Tribata TV, pada Sabtu, 15 Februari 2025. Bukti tersebut mencakup rekaman percakapan antara Eva dan Bebas Ginting alias Bulang, di mana Bulang mengakui bahwa ia diperintahkan oleh Koptu HB untuk melakukan tindakan keji tersebut.
Bukti lainnya adalah rekaman dari persidangan di Pengadilan Negeri Kabanjahe yang menghadirkan empat saksi di bawah sumpah. Para saksi menyatakan bahwa Koptu HB adalah pemilik lokasi perjudian yang dilaporkan oleh korban. Mereka juga menyebut Bulang sebagai orang kepercayaan Koptu HB yang bertugas menjaga bisnis perjudian dari ancaman ormas dan wartawan.
LBH Medan menyampaikan protes dan meminta agar Pomdam 1/BB segera memeriksa ketiga terdakwa, yang saat itu diwakili oleh Mayor Sitepu dan Kapten Erly selaku penyidik kasus ini. Lembaga tersebut menilai terdapat banyak kejanggalan dalam penegakan hukum terhadap Koptu HB.
Eva dan KKJ Sumut juga merasa tidak pernah diinformasikan secara resmi mengenai perkembangan kasus yang ditangani oleh Pomdam 1/BB. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan pandangan negatif, seolah ada upaya untuk menutup-nutupi fakta-fakta tertentu. LBH Medan meminta Pomdam untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai hukum.
Mei Leandha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.