Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Fenomena Keraton Agung Sejagad, Ahli UGM: Melawan Arabisasi

Sindung pun menyarankan pemerintah agar tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam melihat fenomena seperti Keraton Agung Sejagad.

17 Januari 2020 | 11.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dua pemimpin Keraton Agung Sejagat Fanni Aminadia (kiri) dan Totok Santosa (kanan) dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolda Jawa Tengah, Semarang, Rabu, 15 Januari 2020. Menurut Kapolda Jateng, kedua pemimpin Keraton Agung Sejagat yang kini menjadi tersangka itu memiliki motif untuk menarik dana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya melalui simbol-simbol kerajaan dengan harapan kehidupan akan berubah. ANTARA/Immanuel Citra Senjaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta- Dosen Fakultas Filsafat Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sindung Tjahyadi menyatakan munculnya Keraton Agung Sejagad di Purworejo bukan sesuatu yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, keberadaan perkumpulan-perkumpulan yang mengklain penerus Kerajaan Majapahit, semacam Keraton Agung Sejagad, itu untuk menjaga identitas atau kultural.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semangat menjaga identitas tadi berkaitan dengan gerakan perlawanan kultural atas menguatnya politik identitas yang masif dikampanyekan oleh kelompok tertentu.

“Perlawanan terhadap politik identitas secara masif, misalnya gerakan 212 dan yang ke-Arab-araban,” kata Sindung ketika dihubungi hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.

Dia berpendapat bahwa fenomena itu muncul seiring dengan situasi sosial, ekonomi, dan politik.

Dia mencontohkan munculnya semangat ratu adil. Bahkan, ketokohan Pangeran Diponegoro dibangun dari persemaian harapan munculnya ratu adil.

Sindung pun menyarankan pemerintah agar tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam melihat fenomena seperti Keraton Agung Sejagad.

Tugas pemerintah mengidentifikasi mana yang terindikasi kriminal dan mana yang kultural.

Identifikasi bisa dilakukan oleh dinas pariwisata dan kebudayaan di tiap daerah.

Dia juga mengkritik pemerintah yang dinilainya tidak mempunyai strategi dan peta jalan kebudayaan untuk menghadapi tekanan globalisasi.

Sindung mencontohkan, apa yang harus dilakukan oleh orang Jawa, Bali, Padang agar bisa mempertahankan identitasnya tanpa gagap menghadapi perubahan zaman.

Perkembangan teknologi secara global. menurut Sindung, sesuatu yang harus disambut dan dikelola.

Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus