Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Reguk darah, siksa kamisah

Kamisah, 18, seorang pembantu rumah tangga, selama 5 bulan disekap & disiksa majikannya: hadi agus bujang. hadi sempat memakan darah beku yang ditoreh dari tubuh kamisah. hadi & istrinya dibekuk polisi.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAIMIN dan bininya, menangis dan menjerit-jerit menyambut kedatangan putrinya. Sudah 5 bulan anaknya, Kamisah, 18 tahun, merantau ke Padang, 300 kilo dari desa mereka, di permukiman transmigrasi Lunang III, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Awal Juni lalu Kamisah pulang dan membawa berita "derita pembantu rumah tangga". Tanpa cerita pun, tetangganya bisa membaca derita Kamisah. Wajahnya kuyu. Tulang persendiannya menonjol keluar. Bekas luka bertebaran di sekujur tubuh, termasuk payudara dan kemaluannya. Bagian atas daun telinganya buntung. Kasimin, ibunya, langsung mendekap Kamisah. "O, Nduk, siapa yang bikin begini?" ratap ibunya. Di sela tangisnya, Kamisah menjawab, "Majikan saya ...." Penderitaan anak bungsu dari tiga bersaudara itu segera dilaporkan ke polisi setempat. Menurut Kamisah kepada polisi, seminggu setelah menjadi pembantu rumah tangga, ia sudah dipukul majikannya, Hadi Agus Bujang, yang baru sehari keluar dari LP Muarapadang. Hadi, 35 tahun, memarahi dan menuduhnya tak becus mencuci seprai putih. Kamisah dikurung di kamar merangkap gudang berukuran 2 X 2 meter dengan kaki terikat. "Majikan saya sadis. Empat bulan lebih saya dikurung di kamar itu," kata Kamisah kepada TEMPO. Setiap hari, majikannya datang dan menyiksanya dengan pukulan. Kepalanya disetrika hingga botak. Punggung dibakar dengan sengatan listrik. Kamisah yang berhidung mancung itu tak bisa menjerit. Mulutnya disumpal dengan kain, kemudian diikat dengan tali plastik. Karena terlalu lama diikat, kedua sudut bibir hingga ke pipinya membekas dan luka. Berbagai cara siksaan telah dilakukan. Jadi, suatu hari, datang dengan siksaan baru: menoreh tubuh Kamisah dengan silet. Darah yang menetes ditampung dalam piring dan kemudian disimpannya di kulkas. Setelah beku, cerita Kamisah, darah itu diiris-iris seperti agar-agar. Lalu, masya Allah, sang majikan, mengunyah darah itu. Ini dilakukannya beberapa hari. Pada kesempatan lain, Hadi menjepit tangan Kamisah dengan dua potong papan yang dipaku dari atas. Darah mengucur karena paku menusuk punggung tangan. Kisah penyiksaan mulai tersingkap sekitar Lebaran lalu. Parmin, 26 tahun, kakak tertua Kamisah, datang ke rumah Hadi. Maksudnya, ia mau menjemput adiknya untuk berlebaran di Lunang. Tapi, si tuan rumah menjawab, Kamisah sudah pulang. Parmin pun percaya, dan segera kembali ke rumah orangtuanya. Sampai usai Lebaran pun yang ditunggu tak juga muncul. Akhirnya keluarga transmigran asal Bojo, Semarang, Jawa Tengah, itu mulai curiga. Parmin diutus balik ke Padang. Kali ini ia mengancam tuan rumah. "Kalau Kamisah tidak Bapak tunjukkan, saya akan melapor ke poisi," kata Parmin. Rupanya, Hadi, anak bungsu bekas pengacara senior di Padang itu, gentar juga. Dia berjanji mengantarkan Kamisah bcsoknya. Dan 4 Juni lalu, dia membebaskan Kamisah dari sekapan. Hadi mengantarnya ke terminal lintas bis Andalas, Padang. Sambil memberi uang ongkos perjalanan, Hadi membujuk Kamisah supaya jangan pulang ke Lunang. Ini yang membikin pembantu itu menangis. Ketika itulah, muncul Adi Oyong, sopir bis trayek Lunang-Padang. Adi kenal Kamisah yang berkulit hitam manis itu. "Saya juga kenal orangtuanya. Biar saya mengantarkannya," kata sopir itu. Menjelang magrib, Kamisah kembali kepada orangtuanya. Karena kondisi tubuhnya yang semakin lemah, ia dibawa ke RS Dokter Jamil, Padang, 10 Juni lalu. Akan halnya Hadi, bersama istrinya Zulfitrita, 30 tahun, keduanya segera dibekuk polisi. Hadi menolak tuduhan Kamisah. "Saya hanya memukul Kamisah, sekadar memberi pelajaran," kata Hadi, pegawai kantor Gubernur Sum-Bar itu. Sebaliknya, sumber TEMPO di Polresta Padang yakin akan kebenaran keterangan Kamisah. Alat-alat penyiksa Kamisah sudah disita sebagai barang bukti. Selain itu, polisi juga mengenal peri laku Hadi. Tiga tahun lalu, Hadi ditangkap, gara-gara menyiksa anak tirinya. Darah anak itu pun direguknya. Untuk kejahatannya itu, Hadi dihukum PN Padang 3 tahun. Monaris Simangunsong (Medan) & Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus