Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rekening Tambun Kakak-Adik

15 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nama kakak-adik itu kini menjadi buah bibir tak hanya di kampung halaman mereka, Pulau Belakang Padang, Batam. Niwen Khairiah dan kakaknya, Ahmad Mahbub alias Abob, mendadak terkenal setelah media bertubi-tubi memberitakan mereka.

Yang membuat banyak orang penasaran adalah asal-usul uang di rekening Niwen, 38 tahun, yang telah dibekukan aparat. Pegawai negeri di Badan Penanaman Modal (BPM) Kota Batam itu memiliki rekening dengan nilai transaksi sekitar Rp 1,3 triliun. Niwen sendiri kini mendekam di tahanan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.

Sehari-hari penampilan Niwen terhitung sederhana. Perempuan berkerudung itu tak pernah memakai perhiasan yang mencolok. Sesekali memang ia suka mentraktir teman-temannya "wisata kuliner". Restoran seafood jadi tempat favorit lulusan STIE-Stikubank, Semarang, itu. "Meski ramah, dia jarang ngerumpi," kata seorang pegawai BPM Batam, Rabu pekan lalu.

Sebagai pegawai golongan III-B, dengan masa kerja tujuh tahun, Niwen hanya mendapat gaji pokok Rp 2,7 juta. Menjabat Kepala Subdirektorat Kerja Sama Investasi Luar Negeri BPM Kota Batam, ia tentu mendapat beberapa tunjangan tambahan. Tapi total gaji bulanan itu tak cukup menjelaskan akumulasi transaksi lima tahun terakhir di rekeningnya yang tambun tersebut.

Rumahnya sama juga, tak memamerkan tanda-tanda kemewahan. Rabu pekan lalu, Tempo menyambangi tempat tinggal Niwen di perumahan Puri Legenda Blok B-9 Nomor 15, Batam Centre. Hanya ada dua sepeda yang teronggok di sudut teras rumah itu. Mobil Toyota Fortuner, yang menurut tetangga biasa dipakai Wisnu Wardhana, suami Niwen, tak ada di garasi. Ketika pintu pagar diketuk, tak ada penghuni rumah menyambut. "Pak Wisnu kayaknya lagi ke luar," ujar seorang tetangga, Sri Wahyuni. Meski ramah dan suka bertegur sapa, menurut tetangga, keluarga dua anak itu jarang bercerita perihal kehidupan mereka.

Ketika Tempo hendak meninggalkan rumah Niwen, seorang perempuan muda keluar. Namun wanita berbaju seragam bertulisan "Nayadam" itu tak bersedia menjelaskan ke mana majikannya pergi. "Saya kurang tahu," katanya. Tempo lantas mencari Wisnu ke gerai Nayadam di Blok D1 Nomor 3, Puri Legenda. Tapi di sini pun pria itu tak ada. "Pak Wisnu sudah lama tak ke sini," ucap seorang pegawai.

Niwen memang tak melulu mengandalkan gaji sebagai pegawai negeri. Suaminya, Wisnu, pengusaha muda yang tengah naik daun. Wisnu kini punya tujuh gerai penjualan kue bikang bakar dengan merek dagang Nayadam. Dua tahun lalu, dalam wawancara dengan Tempo, Wisnu bercerita soal kisah sukses usahanya. Dibuka dengan modal awal Rp 5 juta pada 2009, kata dia, omzet Nayadam rata-rata Rp 100 juta per bulan. Toh, angka itu masih jauh di bawah nilai transaksi di rekening sang istri.

Setelah Ahmad Mahbub tertangkap, asal-usul uang di rekening Niwen menjadi lebih terang. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Kamil Razak menyebutkan selama ini rekening Niwen menjadi tempat penampungan sementara duit sang kakak.

Berbeda dengan Niwen, nama Abob, 48 tahun, lebih dulu "termasyhur" di kalangan pengusaha Batam. Selama ini Abob dikenal sebagai pemasok bahan bakar untuk kapal-kapal asing yang melintas di perairan Kepulauan Riau.

Beberapa pengusaha di Batam menuturkan jalan berliku pernah dilalui Abob sebelum dia menjadi "raja minyak". Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 5, Tanjung Pinang, bertahun-tahun Abob mengadu nasib dengan pindah-pindah kerja di tanker berbendera asing. Nyali bertualang rupanya diwarisi Abob dari ayahnya, Imam Muhtadin (almarhum), yang puluhan tahun menjadi pekerja harian lepas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.

Bosan menjadi "buruh", Abob merintis usaha mandiri jual-beli solar. Usahanya berkembang. Salah satu perusahaan milik Abob, PT Lautan Terang, menjadi mitra kerja PT Pertamina sejak awal 2007. Kini PT Lautan Terang mengendalikan sembilan tanker pengangkut bahan bakar minyak, yang mondar-mandir di Kepulauan Riau sambil sesekali "kencing" di tengah laut.

Jumat siang pekan lalu, Tempo mendatangi kantor PT Lautan Terang di kompleks Trikarsa Equalita, Batam, yang dibagi menjadi tiga pintu. Pintu pertama untuk kantor, pintu kedua buat tempat penukaran uang (money changer), dan pintu ketiga untuk jualan alat-alat kapal. Namun semua pintu kantor di Blok A Nomor 30-32 itu tertutup rapat. Plang bertulisan "PT Lautan Terang" pun tak tampak lagi. "Dicabut kemarin," kata Mahmud, tukang parkir.

Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau Brigadir Jenderal Arman Depari mengatakan polisi masih menelusuri jaringan penyelundup BBM bersubsidi yang berkomplot dengan Abob. "Siapa pun yang terlibat akan kami tindak tegas," ujar Arman.

Jajang Jamaludin, Reza Aditya, Rumbadi Dalle (Batam)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus