JANJI muluk mendapatkan kerja, kadang menjerat wanita ke dunia hitam. Begitulah setidaknya tragedi yang dialami cewek belia di Surabaya, sebut saja Ati, 16 tahun. Lulusan SLTP yang lugu dan berwajah kekanak-kanakan ini, ketika suatu hari bersolek di sebuah salon di Jalan Pacarkiling di Kota Buaya itu, tergiur tawaran kerja sebagai pelayan restoran. Pemilik salon, Nyonya Sumiati, 35 tahun, menurut pengakuan Ati di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis pekan lalu, menawarinya pekerjaan di sebuah restoran mewah di Ujungpandang, Sulawesi Selatan. Ternyata, menurut penuturan Ati, "Setelah di Ujungpandang, saya dipekerjakan di bar Primadona untuk melayani tamu berbuat mesum." Rupanya nasib hitam itu juga menimpa 57 cewek di bawah umur lainnya -- sebagian besar berasal dari Surabaya. Sampai kini mereka masih berkiprah di Bar & Massage Primadona, Ujungpandang. Nasib malang yang menimpa Ati, boleh jadi tetap gelap, sentana orang tuanya, Suwito, tidak gigih melacak anak gadisnya yang raib sejak awal September silam. Suwito mengadu ke Polres Tambaksari, Surabaya. Laporan itu belum ditanggapi polisi, sampai Suwito menemukan amplop surat beralamat Ujungpandang dari Ati. Setelah mengadu kembali ke Polda Jawa Timur, Ati bisa diboyong ke Surabaya, akhir Februari lalu. Sejak itu mulai terungkap bahwa salon Sumiati punya pintu serong. Para cewek muda yang bersolek di situ setelah setuju dengan rayuan Sumiati, lalu dijemput oleh kaki tangan David, bos Primadona. Kepada pemeriksa, Sumiati mengaku "menyerah terimakan" Ati kepada utusan David dengan memperoleh imbalan Rp 250.000. Uang ini, oleh pihak David juga dimaksudkan agar bisnis gelap itu tidak bocor. Sumiati juga sesekali melancong ke Ujungpandang, untuk memastikan putusnya komunikasi Ati dkk. dengan kerabatnya di Surabaya. Ati, misalnya, dilarang menulis surat kepada orang tuanya. Namun kepada TEMPO, Sumiati bersikeras menampik tuduhan telah menjebak Ati dkk. "Saya bilang terus terang kepada mereka, kalau kerja di bar itu nanti, nglakoni nakal. Kasarnya, jadi pelacur gitu," cerita Sumiati. Ia tak ditahan, padahal kasusnya diancam hukuman lebih dari lima tahun penjara. Selain itu Sumiati hanya mengakui cuma menggaet Ati dan delapan wanita lainnya. Bukan 58 orang. Imbalan dari David, katanya, hanya Rp 50.000 per wanita. "Kalau saya dapat imbalan, kan biasa. Wong nyarikan pembantu rumah tangga saja dapat komisi," katanya. Ia mengaku menjalankan praktek pialang itu seorang diri. Dalam pada itu, Manajer Pelayanan Primadona, Hendra, menyatakan pihaknya tak pernah membeli anak-anak -- sebutan untuk Ati dkk. -- dari siapa pun. Mereka, memang pernah bekerja di bar serupa di Surabaya, katanya, datang sendiri melamar sebagai pelayan sekaligus teman kencan tamu di situ. "Tidak benar kalau kami dituduh memaksa mereka untuk menjadi wanita penghibur," ujarnya. Sanggahan pihak tertuduh tentu sah adanya. Sebaliknya Jaksa Ahmad Balbeid yakin Sumiati telah memperniagakan perempuan belum dewasa (Pasal 297 KUHP). Maka, jaksa juga berupaya menghadapkan David ke pengadilan. "Saya menduga praktek ini dilakukan secara rapi oleh sebuah jaringan," katanya. Happy Sulistyad dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini