Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dari mr. no ke mr. go

Perkembangan asean. untuk peningkatan kerjasama ekonomi, akan dibentuk asean free trade area. dalam organisasi, kedudukan sekjen menjadi setingkat menteri.

15 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA 8 Agustus lalu ASEAN merayakan HUT ke-25. Cukup banyak perkembangan baru terjadi dan patut diberi catatan. Ketika ASEAN dibentuk, yang paling penting adalah alasan politik dan keamanan, bukan ekonomi. Di Indonesia ada perubahan rezim, dan pemerintah baru meninggalkan politik konfrontasi terhadap negara-negara tetangganya. Maka, Indonesia mau menggunakan ASEAN untuk menunjukkan sikap baru yang mengutamakan pembangunan ekonomi dan kerja sama dengan bangsa-bangsa di dunia. Sikap ingin damai dari Indonesia sangat penting bagi proses pembangunan dan stabilitas di seluruh wilayah. Kalau mau bukti, bandingkan saja dampak SAARC dari Asia Selatan. Selama 10 tahun pertama para menteri luar negeri ASEAN banyak bertemu dan unsur-unsur masyarakatnya belajar kenal satu sama lain. Inilah tahap confidence building measures yang sangat penting dalam pertumbuhan regionalisme. Kerja sama ekonomi baru diwujudkan pada KTT di Bali, 1977. Pendekatannya juga berhati-hati. "Integrasi" ekonomi tidak menjadi sasaran, melainkan kerja sama perdagangan dan investasi berdasarkan suatu "sistem preferensial" yang diberi bentuk rumus-rumus PTA (Preferential Trading Arrangement), AIP (ASEAN Industrial Projects), AIC (ASEAN Industrial Complementation), AIJV (ASEAN Industrial Joint Ventures), dan sebagainya. Rumus-rumus kerja sama ekonomi yang harus meningkatkan perdagangan dan investasi intra ASEAN ini, setelah dipraktekkan lebih dari 10 tahun, tidak menghasilkan banyak. Sebab utama adalah nasionalisme ekonomi yang masih terlalu kuat di berbagai negara anggota, dan politik industrialisasi yang mengutamakan pasar dalam negeri dan yang menghendaki proteksi terhadap saingan dari luar negeri. Misalnya, Indonesia takut bersaing dengan barang-barang dari Singapura. Anehnya, selama dua dasawarsa lebih, semua ekonomi ASEAN maju pesat secara individual. Ekspor dan impor meningkat, tetapi sebagai hasil perdagangan dengan seluruh dunia, terutama dengan Amerika, Jepang, dan Eropa, bukan hasil perdagangan intra ASEAN. Dalam dasawarsa 1980 sampai sekarang negara-negara ASEAN juga banyak melakukan deregulasi dan restrukturisasi industri, sehingga dinamika pertumbuhan ekonomi jadi semakin kuat. Bersama Jepang, negara industri baru (Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong), dan RRC, kawasan Asia Timur dan Tenggara menjadi kawasan yang pertumbuhannya paling cepat di dunia. Sekali lagi, kerja sama ekonomi ASEAN tidak terlalu berperan. Apakah negara-negara ASEAN betul-betul memerlukan asosiasi untuk meningkatkan kemakmuran? Ikatan dan goodwill politik ASEAN pasti banyak membantu menjamin keamanan dan stabilitas yang diperlukan oleh proses pembangunan di tiap negara anggota. Setelah KTT ASEAN di Singapura akhir tahun lalu, kerja sama ekonomi ditingkatkan dan disetujui pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dalam 15 tahun. Integrasi ekonomi diterima sebagai wawasan jangka panjang, untuk dicapai secara bertahap. Sebelumnya, istilah "integrasi" (ekonomi) adalah tabu, paling tidak di Indonesia. Apakah Indonesia berubah haluan? Bisa dibilang demikian. Dengan suksesnya ekspor nonmigas hasil industri manufaktur sejak 1987, kepercayaan diri (industri) Indonesia bertambah. Setelah dipaksa bersaing di pasar internasional dan proteksi dalam negeri dikurangi, dan industrinya tetap tumbuh, Indonesia berubah sikap dari Mr. No (tukang tolak) menjadi Mr. Go (tukang dorong?)! Dewasa in persiapan meluncurkan tahap pertama AFTA masih digodok para pejabat senior sebelum direstui di sidang para menteri ekonomi beberapa bulan mendatang. Apakah semua perundingan berjalan lancar, hingga publik tidak tahu? Di negara masing-masing ada banyak suara yang mendukung dan mengelu-elukan AFTA, tetapi ada juga sektor-sektor industri yang khawatir. Di Indonesia, misalnya, sudah terdengar suara-suara cemas dari industri elektronik. Di Muangthai, industri minyak sawit takut persaingan bebas dengan Malaysia dan Indonesia. Kalau tiap sektor takut dan bersembunyi di belakang exclusion list, sejarah PTA akan terulang, dan proyek AFTA bisa gembos. Di KTT Singapura disetujui berbagai kebijaksanaan untuk memperkuat organisasi ASEAN, dan ini diharapkan mendorong aktualisasi peran baru ASEAN. Sekretaris Jenderal ditingkatkan posisinya. Dulu ia (hanya) sekjen (kantor) sekretariat ASEAN, nanti (1993) ia menjadi sekjen ASEAN dengan kedudukan setingkat menteri. Sekretariat juga akan sangat diperkuat dalam susunan personalianya. Rekrutmen akan dilakukan secara terbuka dan berdasarkan kualifikasi profesional, bukan lagi penempatan berdasarkan prinsip rotasi. Kemampuan staf sekretariat juga ditingkatkan, sehingga pejabat-pejabatnya bisa berpikir dan bertindak dengan semangat ASEAN. Berbagai komite dibubarkan, dan kepada badan SEOM (Senior Economic Officials Meeting) dipercayakan pengujian dan perencanaan proyek-proyek ASEAN yang banyak sekali. Mudah-mudahan penggantian sistem komite oleh SEOM ini akan meningkatkan efektivitas kerja sama. Selain sidang menteri ekonomi ASEAN (AEM) yang berfungsi membuat kebijaksanaan, dibentuk pula suatu badan tingkat menteri yang mengawasi pelaksanaan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang menjadi dasar bagi peluncuran AFTA. Walau tata mainan ASEAN untuk kerja sama ekonomi banyak ditingkatkan, kenyataannya peningkatan kemakmuran negara-negara anggota ASEAN akan lebih bergantung pada perdagangan internasional yang lebih global. Maka, ASEAN harus memperhatikan perkembangan perdagangan dan investasi di dunia, baik secara regional (Asia Pasifik) maupun global. Dalam hal ini ASEAN harus mempunyai sikap dan kebijaksanaan yang proaktif. Sementara dunia menunggu hasil Putaran Uruguay yang tak kunjung datang, ada bayangan buruk (dalam bentuk proteksionisme) dari pembentukan blok perdagangan Eropa dan Amerika Utara. Di Asia Pasifik tidak ada blok, yang ada hanya forum APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Peran ASEAN di APEC sangat penting. Maka, pertemuan tingkat menteri APEC, September depan, harus menelurkan suatu "kemajuan". Misalnya, apa yang sudah dapat dikerjakan sebagai kerja sama ekonomi (perdagangan, investasi, teknologi, dan sebagainya) sambil menunggu hasil Putaran Uruguay. ASEAN harus menyesuaikan diri dengan proses globalisasi ekonomi. Kalau GATT baru sudah ada dan diratifikasi oleh negara-negara anggotanya, apakah ASEAN serta negara berkembang lain Asia bisa memperjuangkan perlindungan jangka pendek dan menengah berbagai sektor pertanian, industri, dan jasa yang masih belum terlalu kuat?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus