MEMBUKTIKAN adanya pencurian ikan di perairan nasional, tak
semudah membuktikan pencurian di kamar sendiri. Terasa ada, ter-
buktikan tidak. Karena itu masyarakat di Tanjung Pinang pernah
merasa kecewa lantaran pak hakim membebaskan beberapa orang
nelayan Taiwan, yang oleh jaksa dihalau sebagai pencuri ikan di
sekitar kepulauan Riau (TEMPO, 6 Maret 1976).
Di Tapaktuan pun begitu. Sementara kalangan masyarakat merasa
gundah, ketika Majelis Hakim yang dipimpin Azhar Lubuk SH
menyatakan bahwa tuduhan jaksa terhadap beberapa nelayan
Singapura tidak seluruhnya terbukti. Jaksa Erman Syukur SH
sebelumnya telah berpayah-payah menunjuk beberapa pasal yang
kemungkinan bisa menjaring pemburu-pemburu ikan itu. Terhadap
awak kapal kecil (boat) SMF 837, Majelis hanya berkenan men-
jatuhkan hukuman denda Rp 300 ribu atau kurungan 10 hari.
Sedangkan terhadap awak dari SMF 552 dan 486 dikenakan hukuman 2
bulan penjara potong tahanan, dan barang bukti dikembalikan.
Jaksa sebelumnya berharap agar Pengadilan akan mendera
masing-masing tertuduh dengan 5 bulan penjara serta denda Rp 1
juta atau kurungan satu bulan. Barang bukti, kapal-kapal SMF
552, 486 dan 83 diminta untuk disita.
Hansip
Biarpun jaksa tak puas, tapi pernyataan banding tidak segera
diucapkan. Karena itu selang beberapa hari setelah vonis para
nelayan tetangga se-ASEAN itu telah berbenah-benah akan me-
ninggalkan pelabuhan Tapaktuan. Tapi tiba-tiba datang pem-
beritahuan bahwa jaksa naik banding. Kepada TEMPO, Sebelumnya
jaksa Erman mengatakan bahwa ia sudah berbuat secara maksimal.
Ia menduga putusan hakim tidak berjarak jauh dari apa yang
dituntutkannya. Apalagi, katanya masalah ini lagi ramai
dibicarakan. Masyarakat Pulau Banyak, tentu masih ingat jerih-
payah yang disumbangkan Peltu Syamsuddin, bulan Desember tahun
yang silam. Ia dibantu beberapa tenaga Hansip telah berjaya men-
ciduk ketiga kapal penangkap ikan asing tersebut.
Namun begitu saksi Syamsuddin, maupun Hansip Tachsin sayangnya
tak dapat memperkuat pembuktian kejadian itu. Jaksa Erman
mengakui hal ini. Para tertuduh mengakui memasuki perairan
Indonesia tanpa izin. Tapi mereka bilang itu tidak sengaja,
sebab mesin kapal mereka rusak. Saksi Tachsin memang ada
mendengar bunyi mesin yang pincang dari alat pelayar itu. Mereka
memang menangkap ikan, tapi di perairan bebas. Lalu mereka
menolak dituduh memakai bahan peledak, sebab yang mereka gunakan
hanyalah alat pancing. Sampai di sini jaksa Erman cepat-cepat
tarik suara. Dia bilang tak logis, bila akibat kerusakan mesin,
kapal-kapal tersebut lalu pergi ke Pulau Banyak, kenapa tidak ke
Sinabang (Pulau Simeulu) atau ke Satang di Pulau Weh. Iapun
membantah bahwa ikan-ikan ditangkap di laut lepas. Sebab jenis
ikan tersebut adalah jenis ikan pantai. Pasal menangkap ikan
dengan pancing, menurut penuntut umum, ini adalah atasan yang
dibuat-buat. "Masakan menangkap ikan berton-ton hanya dengan
pancing?" Sembari demikian jaksa Erman mengambil sebiji alat
peledak yang jadi barang bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini