TIDAK banyak orang yang kenal Ruwiyanto. Pria berusia 48 tahun, dengan tubuh agak gemuk dan kumis tipis, itu memang dikenal koleganya sebagai orang yang pendiam. Ketika menjabat hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 1978-1983, namanya hanya sempat menjadi buah bibir ketika membebaskan seorang tertuduh penyelundup mobil mewah, Paul Handoko. Seperti juga kini, ketika itu, 1979, ia dihebohkan menerima imbalan Rp 30 juta dari Paul Handoko. Tetapi Ruwiyanto, yang katanya asli Yogyakarta, memilih tidak buka mulut sampai heboh tentang kasusnya itu reda. "Biarkan orang lain 'ngomong, saya hanya melihat saja," kata Ruwiyanto, yang murah senyum, tapi susah diajak bicara. Bukan hanya dalam soal bicara saja Ruwiyanto merendah. Tapi juga dalam penampilan. Ketika kasus Paul Handoko menjadi sorotan, ia mungkin hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang ketika itu berpenampilan paling melarat: pagi-pagi ia sudah tiba di kantor dengan mobil Fiat model tahun 1960-an. Gaya sederhana itu pun dibawanya ke Malang, ketika ia dipromosikan menjadi ketua pengadilan. Sebuah mobil Mercy tahun 1976, yang dibawanya dari Jakarta konon dijualnya di tempat tugasnya yang baru itu. Dan setelah itu ia naik Toyota Kijang -- kendaraan dinas. Rumahnya juga tidak mencerminkan kemakmuran seorang hakim -- apalagi sebagai ketua pengadilan. Di Malang ia tinggal di rumah dinas yang perabotnya tidak tergolong mewah. Begitu pula rumah pribadinya di Jalan Tambesi, Roxi, Jakarta Pusat. Rumah berpagar merah itu kelihatan bersahaja sekali, dengan halaman yang hanyaseluas 2 x 10 meter. Tidak ada yang berbinar-binar di rumah itu -- bahkan bisa disebut suram: lampu teras rumahnya dipadamkan. Ruang tamunya yang sempit, ditata rapi, dengan 6 buah kursi beledu. Dindingnya dihiasi dua lukisan reproduksi Monalisa mengapit sebuah lukisan kembang. Memang mengherankan, orang berpenampilan demikian bisa dituduh melarikan barang bukti atau melakukan tindak kriminal dalam jabatannya sebagai hakim. Dikemanakan uang itu? Hobinya sehari-hari di Malang hanyalah bermain tenis. Main cewek -- seperti sering diributkan sebagai penyebab jatuhnya banyak hakim menurut kritik Almarhum Ketua Mahkamah Agung Mudjono -- menurut seorang rekannya di Malang, kelihatannya tidak dilakukannya. "Ia sangat setia pada istrinya," kata rekannya tadi. Makannya sehari-hari juga sangat tidak repot. "Soto di warung kecil pun jadi," tutur temannya itu. Sebab itu, banyak sumber menyebutkan istrinya, Nyonya Sri Kastuti, yang dikawininya 1968, sebaai penyebab nekatnya Ruwiyanto. Menurut sumber itu, Kastuti, yang telah memberinya empat anak, sebagai putri tunggal di keluarganya suka makan di tempat-tempat mewah, dan bahkan suka berjudi. Kastuti, berhidung mancung dan rambutnya dipotong pendek, memang berpenampilan lain dari suaminya yang berwibawa dan sederhana. Tapi benarkah semua tuduhan itu? Ruwiyanto, yang menamatkan sekolahnya di FH UGM, 1964, dan memulai kariernya sebagai hakim di Palangkaraya, 1966, lebih banyak memilih diam menanggapi semua tuduhan itu. Hakim senior, yang pernah menjabat ketua pengadilan di Ciamis dan Serang sebelum dipromosikan ke Jakarta Pusat, itu ternyata melaksanakan benar ungkapan "diam itu emas". Berikut ini wawancaranya dengan Gatot Triyanto dan Riya Sesana dari TEMPO. Anda diberitakan buronan dan melarikan barang bukti nilainya ratusan juta? Saya tidak tahu itu. Saya hanya berlangganan koran-koran besar dan tidak ada berita yang memuat soal itu. Tapi berita tadi sudah menyebar? Saya memang mendengar dari pembicaran teman-teman, tapi saya 'nggak mau tahu. Lebih baik saya diam. Bukankah berita itu semakin memojokkan kalau tidak dijelaskan? Belum saatnya saya jawab. Nanti kalau sudah tiba saatnya, Saudara akan saya undang. Yang penting, saya sudah lapor ke atasan. Jadi, secara institusional saya sudah melaksanakan kewajiban. Tegasnya: benar atau tidak membawa lari uang konsinyasi tanah sebesar Rp 36 juta yang sebenarnya milik Universitas Brawijaya, Malang, dan juga soal kasus 12 batang emas itu? Lebih baik saya diam -- sampai saatnya tiba. Kapan? Pokoknya, nantilah. Benar itu karena ulah istri yang senang berfoya-foya, terutama setelah dia mengalami kecelakaan? Saya tidak akan menanggapi berita itu. Istri saya memang pernah kecelakaan. Waktu itu dari enam orang yang mnenumpang mobilnya, hanya dua orang yang selamat dengan luka-luka berat. Istri saya, misalnya, patah kaki dan luka di dahinya sehingga dirawat selama 15 hari. Berapa kali diperiksa di Kejaksaan Agung? Saya lupa berapa kali. Yang Jelas, saya pernah datang sekali untuk tanda tangan. Belakangan, menurut Kejaksaan Agung Anda tidak pernah lagi bersedia datang dengan alasan sakit? Saya memang menderita sakit. Menurut dokter, vertigo. Kalau saya lagi banyak pikiran atau susah, suka terasa pusing. Menurut dokter, ada penyempitan pada pembuluh darah di bagian belakang kepala saya. Tetap tidak bersedia menerangkan duduk soal yang sebenarnya? Bagaimana kalau berita yang kami terima berbeda dengan yang Anda laporkan ke atasan? Tidak apa-apa -- saya lebih baik diam. Pengalaman, 1978, saya diributkan karena membebaskan Paul Handoko. Kenyataannya, setelah tidak saya tanggapi, akhirnya berita itu diam sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini