Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sang jagoan masuk bui

Pemuda di tebatkarai yang ditakuti penduduk itu menerima hukuman atas dirinya. menurut penduduk, ia sering membuat onar. polisi kalah cepat.

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOFYAN Hadi masuk bui. Lelaki berusia 34 tahun itu diganjar tujuh tahun penjara, Sabtu pekan silam. Sofyan, menurut majelis hakim di Pengadilan Negeri Curup, terbukti membunuh Kiai Syafri. "Saya menerima hukuman ini," ujarnya. Ia adalah warga Desa Tebatkarai, Kecamatan Kepahiyang, Kabupaten Rejanglebong. Pembunuhan atas Kiai Syafri terjadi Selasa malam, 22 November 1993. Hanya sekali tusuk, ayah enam anak itu rebah bersimbah darah. Dada kiri khatib Masjid Baiturrachim di Tebatkarai itu robek. Lelaki berusia 55 tahun itu meninggal di tempat. Awalnya, polisi mengira yang membunuh Syafri adalah Nanung. Nanung, 55 tahun, tentu mati-matian mungkir. Dia satu-satunya saksi yang melihat Sofyan menghabisi Syafri saat mereka keluar dari masjid seusai salat isya. "Pembunuh itu si Sofyan," ujar Nanung. Berdasarkan kesaksian itu, Sofyan ditangkap. Kepada polisi, ia mengaku terus terang membunuh kiai itu, dan pisaunya dibuang. Kenapa Syafri dibunuh? Motifnya mirip dengan nasib Nyonya Musia tempo hari, yakni soal skandal seks. Menurut cerita penduduk, Syafri dibunuh karena kiai itu memergoki Yarman, 45 tahun, menzinai istri Nanung di rumah petani kopi itu. Desa ini berpenduduk 2.000 jiwa, dan umumnya dihuni petani kopi. Pada siang hari, desa itu suasananya sepi. Penduduk, terutama pria, seharian bekerja di ladang kopi. Rupanya, saat itulah Nyonya Nanung yang berusia 32 tahun dan belum punya anak itu bisa dirayu Yarman. Apalagi Yarman, ayah tiga anak, juga dikenal menyukai cewek. Syafri memergoki kedua insan lain jenis ini bercinta di rumah Nanung selagi ia bermaksud menemui Nanung, yang sudah pergi ke ladang. Sebelum kepergok itu, ihwal Yarman ada affair dengan istri Nanung sudah jadi rahasia umum. Malah, percintaan gelap itu telah diselesaikan dengan upacara adat. Waktu itu, Yarman mengakui perbuatannya dan minta maaf kepada Nanung. Persoalan akhirnya selesai. Lalu, Nanung menceraikan istrinya. Perzinaan ini tidak diadukan kepada polisi. Itu sebabnya, Yarman tidak pernah diperiksa polisi. Setelah peristiwa asusila itu merebak ke pelosok desa, Syafri segera melakukan konsolidasi, mengangkat topik akhlak dan perzinaan dalam khotbah-khotbahnya. "Itu memang kewajiban ulama memperbaiki akhlak masyarakat, dan beliau tak pernah menyebutkan nama maupun peristiwanya," ujar Sueb, salah seorang pengurus masjid di sana. Walaupun Syafri dalam khotbah-khotbahnya tak pernah menyebut nama, Yarman merasa tersindir. Apalagi ia merasa dipermalukan dalam upacara adat. Diam-diam, rupanya, ia menaruh dendam. Dicurahkannya perasaannya kepada Sofyan Hadi, jagoan yang juga adik kandungnya sendiri. Sofyan lalu menguntit Syafri yang malam itu bersama Nanung pergi menengok istri Hasan Basri, 70 tahun, yang sakit. Istri bekas Kepala Desa Tebatkarai itu masih saudara kandung Syafri. Sepulang dari situ, mereka salat isya di Masjid Baiturrachim. Begitu keluar dari masjid, Sofyan beraksi. Syafri ditebas dengan pisau, sampai tewas. Dalam pemeriksaan, Sofyan mengaku membunuh khatib itu karena dendam, bukan disuruh Yarman. "Ia menuduh saya kafir dan memfitnah ayah saya imam cabul. Sejak itu, saya berniat menghabisi nyawa kiai itu," ujar Sofyan kepada polisi. Kisah ia membunuh Syafri karena skandal abangnya kepergok kiai memang tidak pernah diusut polisi. "Skandal itu delik aduan. Karena tidak ada pengaduan, saya tidak memeriksa perkara itu," ujar Kepala Polsek Kepahiyang, Letnan Satu Tomex Kurnia, kepada TEMPO pekan silam. Dalam persidangan, Jaksa Solahuddin menemui kesulitan. Pisau yang dipakai menghabisi Syafri raib di tempat kejadian perkara (TKP) sehingga tidak bisa dijadikan barang bukti. Pembunuhan itu kemudian dinyatakannya bukan berencana. Itu sebabnya, ia hanya menuntut Sofyan Hadi sepuluh tahun penjara. Ihwal terdakwa mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) karena disiksa, menurut Kepala Kepolisian Resor Rejanglebong, Bengkulu, Letnan Kolonel J. Sriono, itu merupakan alasan klise. "Pakai saja logika. Apa mungkin seorang kiai berusia 55 tahun berani menyerang si Sofyan Hadi, pemuda yang konon dikenal jagoan itu?" ujar Sriono. Ketika vonis terhadap Sofyan dijatuhkan hari itu, ternyata sambutan warga desa tersebut dingin. Menurut mereka, Sofyan yang ditakuti penduduk itu sudah berulang-ulang membikin onar dan membunuh orang. Sebelumnya, mereka membayangkan Sofyan akan divonis 15 tahun penjara. Tak ada yang berani melaporkan perbuatan jahat pria bertubuh atletis yang suka berburu babi hutan ini kepada polisi. "Ia memiliki ilmu kebal. Ketika masih sekolah, dikeroyok 30 orang, tak sedikit pun ia cedera," ujar Azis, teman sekolahnya. Sejak saat itulah Sofyan, yang sekolah hanya sampai kelas dua SMEA, ditakuti masyarakat. Kemudian Yarman, kakak kandungnya, yang menjadi kepala desa, mengangkat Sofyan menjadi Ketua Taruna Karya. Pada tahun 1987, di Tebatkarai ada peristiwa pembunuhan. Perempuan berusia 50 tahun tewas mengenaskan di tepi kali. Kepalanya nyaris pecah. Penduduk tampaknya maklum bahwa pelakunya adalah Sofyan Hadi. Waktu itu, kabarnya, perempuan itu memergoki Yarman bermain serong dengan seorang janda muda di kampungnya. Tak jelas apakah untuk tugasnya itu Sofyan dibayar atau tidak. Dan polisi bak mati angin. Pembunuhan atas ibu dua anak itu memang tak pernah bisa disidik. Peristiwa lain terjadi akhir 1992. Darmi Fauzi, 30 tahun, nyaris mati ditusuk. Penduduk yakin, Sofyan pelakunya. Konon, waktu itu, polisi kehilangan jejak untuk mengungkap kasus ini. Sofyan menghilang. "Tapi kami curiga, pelakunya adalah Sofyan Hadi," ujar sumber di Kepolisian Resor Rejanglebong.Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum