RUMAH sakit kini rupanya sudah masuk daftar tempat yang empuk untuk dijadikan sasaran pencurian. Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, belum lama ini kecurian sejumlah barang dari gudang. Yang dicuri, sungguh aneh, tak lain obat bius merk Fluothane. Banyaknya 54 botol, @ 250 cc, senilai sekitar Rp 5,4 juta. Menurut Dokter Marsudi Rasman, ahli anestesi di rumah sakit itu, Fluothane yang merupakan merk dagang dari obat bius jenis halothane - merupakan obat bius yang paling banyak digunakan para dokter. Dibanding ether, daya kerjanya lebih cepat lima kali lipat. Seorang pasien yang akan dioperasi dan membutuhkan waktu kira-kira satu jam keadaan tanpa sadar, kata Marsudi, cukup diberi 15 cc - dengan cara diisapkan lewat hidung. Karena keampuhannya membuat orang tak berdaya itulah dikhawatirkan barang yang tercuri itu digunakan untuk melakukan kejahatan. Sebab itu, Poltabes Bandung kini giat melakukan penyidikan, meskipun sampai pekan lalu jejak si pencuri belum diketahui. Pencuri masuk ke gudang rumah sakit dengan cara membobol langit-langit. Dan, meski gudang seluas 25 m2 itu penuh dengan berbagai macam obat-obatan, antara lain obat keras yang masuk daftar G, yang diambil ternyata hanya Fluothane. "Si pencuri seperti tahu saja bahwa kami baru saja memasukkan obat bius itu ke dalam gudang," ujar seorang petugas. Obat bius itu, menurut Marsudi, mungkin bukan diambil oleh pecandu narkotik - yang biasa mencuri atau memanfaatkan obat daftar G. Sebab, Fluothane tidak menimbulkan rangsangan seperti yang diakibatkan oleh obat-obatan jenis narkotik. Tapi, obat itu memang bisa digunakan untuk melakukan kejahatan. Misalnya, kata Marsudi lagi, untuk membekap seorang gadis dan kemudian memperkosanya. Obat bius itu memang bekerja sangat cepat. Dalam waktu beberapa menit saja, seseorang yang menghirupnya akan "tertidur" sampai sekitar satu jam. Dan bila semua obat yang hilang itu digunakan untuk kejahatan, berarti akan bisa membuat teler ratusan, dan bahkan sekitar seribu, orang. Penggunaan semacam obat pembius dalam dunia kejahatan bukannya tak pernah terjadi. Pada Oktober 1984, seorang pengemudi sedan dibuat tak berdaya oleh sebuah semprotan. Ketika itu Prihadi, 26, sedang menanti anak majikannya pulang sekolah di depan SMP Tarakanita Kebayoran Baru di Jakarta Selatan. Seseorang tiba-tiba menghampirinya dan menyemprotkan sebuah alat sebesar spidol. Prihadi merasakan matanya perih, napas sesak, dan kemudian pingsan. Alat yang digunakan penjahat, yang kemudian membawa kabur mobil sedan itu, adalah gas yang mengandung sejenis obat bius. Alat tadi sebenarnya justru alat bela diri - yang penggunaannya mesti seizin polisi (TEMPO, 27 Oktober 1984). Masih di Jakarta, seorang pria juga pernah menggunakan sejenis obat bius untuk menundukkan korban, cewek-cewek, yang diajaknya kencan di hotel. Begitu korban tak berdaya, dengan mudahnya perhiasan serta uangnya dipreteli. Nyonya M. Siregar, yang tinggal di Tasikmalaya, pernah pula disatrom pencun bersenjata obat bius. Agustus tahun lalu, dinihari, ia mengaku didatangi dua pencuri bertopeng. Seorang di antaranya menodongkan pistol. Yang seorang lagi, memegangi tangannya, dan menusukkan benda semacam jarum suntik. Setelah itu, Nyonya Siregar merasa lemas dan tak berdaya, sehingga uang Rp 250 ribu dan emas 12 gram miliknya dibawa kabur. Belum jelas untuk apa obat bius yang dicuri dari Rumah Sakit Hasan Sadikin itu akan digunakan. Dijual lagi untuk keperluan medis, tentunya juga laku. Yang menimbulkan tanda tanya, bila ia berniat mencuri, mengapa pula hanya obat bius itu yang diambil. Tapi, pada tahun 1983, rumah sakit itu juga pernah kehilangan benda yang tak mungkin dijual di pasar bebas: seperangkat jarum dan benang untuk keperluan operasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini