ULAH Sujangi, 27, betul-betul membuat penduduk Desa Adipasir di Banjarnegara, Jawa Tengah, marah besar. Ia mengaku kiai utama dan mengajarkan agama. Tak tahunya, semua itu cuma akal bulus agar ia bisa memacari istri Cipto, muridnya, dan membawanya pergi. Baru-baru ini hampir saja ia dikeroyok kalau tak cepat diamankan di Polsek Rakit. Sujangi mulanya datang ke rumah Cipto. Ia berhasil memikat tuan rumah dengan ceramahnya tentang iman dan surga. Juga, karena ia menjanjikan bahwa Cipto bisa mendapat jimat yang sangat didambakannya. Tadinya kiai bedebah itu datang dua minggu sekali, lalu seminggu sekali. Belakangan, dengan dalih agar Cipto bisa lebih menyerap ilmu yang diajarkannya, ia menginap. Cipto, pelayan toko, dicekoki dengan ajaran bahwa seseorang akan dengan mudah masuk surga bila mematuhi semua perintah gurunya. "Tanda iman sempurna adalah jika kita diminta apa saja, harta atau istri, dengan rela bisa kita berikan," begitu kata Sujangi. Dan Cipto, yang sedang gandrung menjadi manusia sempurna, menelan semua kata sang guru. Cipto, 31, jadinya menurut saja sewaktu Sujangi menyuruhnya bersemadi pada malam hari di rumpun bambu tak berapa jauh dari rumahnya. Malam berikut, selama dua malam berturut-turut, Cipto disuruh nyepi di tempat yang agak jauh - yaitu di tepi Sungai Serayu. Waktunya, menjelang tengah malam sampai subuh. Pada saat itulah, Sujangi kian mengetatkan jaringnya untuk menangkap Tumini, 23, istri Cipto. Dan itulah memang tujuan Sujangi yang sebenarnya. Menurut Tumini, pada kunjungan sebelumnya, saat Cipto tak di rumah, Sujangi melihat telapak tangan kirinya. Ia berkata, "Wah, ternyata kau jodohku, bukan jodoh Cipto." Kata-kata itu diucapkan lagi saat Cipto bersemadi. Tumini, yang berwajah cukup manis dan periang, entah mengapa menurut saja diajak kawin. Apalagi perceraian atau perkawinan model Sujangi praktis saja: cukup menyembelih seekor ayam jago. Suatu malam - itu malam kelima Sujangi menginap - Cipto pulang sembahyang dari langgar. Begitu masuk rumah, katanya, ia melihat istrinya duduk di samping Sujangi. Melihat Cipto masuk, Tumini langsung berdiri dan berkata, seperti sudah diatur, "Kang Cipto, selama berumah tangga denganmu aku merasa bahagia. Tapi, karena aku merasa belum puas, aku minta kerelaanmu untuk melepas aku. Aku mau ikut Jangi untuk mencari iman, dan aku tidak akan kembali padamu." Dalam kebingungannya, Cipto menjawab cepat, "Silakan. Aku juga tidak akan menerimamu lagi." Lantas, Sujangi menyambung dengan khotbah bahwa karena telah rela menyerahkan istrinya, berarti Cipto sudah menjadi orang beriman. "Kau nanti akan mendapatkan yang lebih baik dari istrimu ini," katanya. Setelah itu, Sujangi meniduri Tumini, sementara Cipto tidur di belakang bersama dua anaknya. Esoknya, Jangi-Tumini pergi, dan Cipto jadi terbengong-bengong seperti orang sakit ingatan. Ia tak memberitahukan kepada siapa pun kejadian itu. Yang ribut justru tetangganya, yang tahu bahwa Tumini dibawa pergi kiai palsu. Darmosujitno, kepala desa, turun tangan. Cipto dibujuk untuk melapor ke polisi. Setelah lewat sebulan setcngah Tumini diajak bertualang, Mei lalu Sujangi ditangkap. Kini ia terus diperiksa. "Ia diadukan karena telah berina dan mcmbawa lari istri orang," tutur kepala Polsek Rakit, Serka Tono. Sujangi tak ditahan, tapi karena penduduk Adipasir beberapa kali datang ke Polsek untuk menghajar Sujangi, kiai gombal itu meminta dilindungi. Ia mengaku bahwa ajaran agama yang diberikan kepada Cipto semata memang agar ia bisa memikat Tumini. "Saya telah berlaku sesat," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini