Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sebilah Pisau Untuk Bu Guru

Adnan, siswa SMA, menusuk bekas ibu gurunya, Leni Sari Lubis, yang sedang mengajar di kelas IIA-1 SMA Sri Langkat, Tanjung pura. Peristiwa berawal dari permintaan nilai normatif adnan yang belum diberikan.

30 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENEKATAN pelajar sekarang ini, kadang, tak terbayangkan. Adnan -- bukan nama sebenarnya -- misalnya, Kamis pagi dua pekan lalu, tiba-tiba saja muncul di hadapan bekas gurunya, Leni Sari Lubis, ketika ibu guru itu sedang mengajar di kelas IIA-1, SMA Sri Langkat, Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara. "Wajahnya marah," kata seorang murid kepada TEMPO. Tanpa bicara apa-apa, Adnan, 16 tahun, mencabut pisau pramuka dari balik bajunya dan menikamkan berkali-kali ke tubuh Leni. Murid-murid terpaku menyaksikan adegan mengerikan itu. Semula, berkali-kali Leni berhasil menangkis tikaman Adnan. Toh, pisau Adnan menusuk kepala, perut sebelah kiri yang tembus ke liver, dan tangan kiri Leni. Dalam keadaan terluka parah, Leni, 34 tahun, masih bisa kabur ke jalan raya, tidak jauh dari sekolah milik Yayasan Perguruan Sri Langkat itu. Dengan becak, dia dibawa ke rumah sakit setempat. Hingga akhir pekan lalu, ibu empat anak itu masih diopname di RS Glugur, Medan. Rupanya, Adnan mengira bahwa ibu guru itu sudah tewas di pekarangan sekolah. Karena itu, ia tak mengejar dan malah masuk ke ruang pertemuan guru. "Bunuhlah saya, karena barusan saya membunuh Ibu Leni," katanya terbata-bata, sambil menyerahkan pisaunya. Para guru segera menangkap Adnan, yang tak memberi perlawanan. Kontan, sekolah itu heboh. Polisi datang memborgol anak itu. "Saya menyesal," kata Adnan kepada polisi. Menurut Adnan, dia dendam kepada guru-guru di sekolah tersebut, terutama kepada Leni. Pada 2 November 1989, pimpinan SMA Sri Langkat "mengembalikan Adnan kepada orangtuanya", supaya diasuh kembali. Sebab, ketika menjadi pelajar kelas I di SMA itu, Adnan dianggap bandel oleh para guru. Ia, misalnya, sering kedapatan merokok di kompleks sekolah. Anak ke-7 dari 8 bersaudara itu juga pernah ketahuan melompat dari pagar sekolah. Ia, kabarnya, juga suka mencolek murid wanita. Yang paling tidak senonoh, Adnan gemar memaki dengan kata-kata kotor. Surat pimpinan sekolah, yang mengembalikan Adnan kepada orangtuanya, ditafsirkan Adnan dan kedua orangtuanya -- Gimun dan Masamah -- sebagai surat pemecatan. Masamah pun meminta surat pindah anaknya dari SMA Sri Langkat. Adnan pindah ke SMA Muhammadiyah, 800 m dari sekolahnya semula. Belakangan, pimpinan SMA Muhammadiyah meminta nilai formatif Adnan dari sekolahnya yang lama. Ini yang, menurut Adnan, menjadi pangkal soal. Menurut Masamah, paling tidak, sudah tiga kali Adnan datang ke bekas sekolahnya itu untuk meminta nilai formatif tersebut. Tapi usahanya gagal, karena ia tak pernah bisa bertemu dengan Aulia, guru piket keamanan sekolah (PKS), yang berwenang mengeluarkan nilai formatif tersebut. "Dia merasa dipingpong," kata sebuah sumber di Polsek Tanjungpura kepada TEMPO. Pada pagi sebelum peristiwa terjadi, sekali lagi Adnan datang ke sekolah tersebut untuk urusan yang sama. Lagi-lagi, gagal. Ketika mau pulang, tak sengaja, ia melihat Leni yang sedang mengajar. Rasa kalapnya muncul. Ia segera memburu Leni ke kelas tersebut. Menurut Masamah, sudah lama anaknya benci kepada Leni. Sebab, guru itu pernah mengancam Adnan dengan kata-kata: "Sampai kapan pun, Adnan tak akan naik kelas." Dan Adnan menganggap, Leni-lah dalang yang mengeluarkan ia dari sekolah tersebut. Menurut sumber TEMPO di Polsek Tanjungpura, satu-satunya yang mungkin membikin Adnan jadi badung adalah tanggung jawabnya yang tak sebanding dengan usianya. Adnan, konon, sering menggantikan pekerjaan ayahnya sebagai jaga malam di Dinas Kesehatan Tanjungpura. Akibatnya, ia sering terlambat ke sekolah dan tak bisa mengikuti pelajaran. "Adnan punya penyakit mudah kalap bila menghadapi persoalan berat," kata Masamah. MS & Irwan E. Siregar (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus