HOTEL Marcopolo di bilangan Menteng Jakarta, Kamis 5 April lalu
nyaris dilelang kepada umum. Keputusan Ketua Pengadilan Negeri
Jakara Pusat HM Soemadijono SH telah menetapkan semua
inventaris hotel itu, kalau perlu berikut tanah dan bangunannya
harus dilelang.
Uang hasil lelang akan digunakan membayar tuntutan karyawan
berupa kekurangan gaji, uang lembur, uang servis dan semacamnya
sebanyak Rp 18 juta. Nasib baik masih melindungi hotel itu.
Paginya HM Soemadijono menangguhkan pelelangan.
"Sampai permohonan verzet dari BNI 46 diputuskan" kata HM
Soemadijono tentang alasan penangguhan itu. Sehari sebelumnya
ternyata BNI 46 Cabang Tanah Abang (Jakarta) mengajukan bantahan
(verzet) ke Pengadilan Negeri sebagai pemilik hipotek atas
barang-barang tersebut. Termasuk benda-benda bergerak yang ada
di hotel tersebut. "Memang benda-benda bergerak di hotel itu
juga dijadikan jaminan hipotek oleh direksinya" kata Suwito,
Kepala Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sengketa antara majikan dan buruh itu dimulai 1975. Saat itu
Hotel Marcopolo telah berjalan sekitar 3 tahun. Seperangkat
janji Direksi PT Bhakti Kesatrya Utama, pemilik hotel itu diang
gap karyawannya tidak kunjung dipenuhi. Begitu juga tuntutan
uang lembur, uang servis dan kekurangan gaji. Ini mendorong
karyawan membentuk Persatuan Karyawan Agustus tahun itu.
Direktur Utama, J. Rambe (purnawirawan Mayjen) juga hadir dalam
pembentukan organisasi itu.
Kejadian selanjutnya ternyata lebih meresahkan pihak karyawan.
"Pengurus organisasi karyawan dimutasikan dengan berbagai
alasan," kata Sabar Sihite, Ketua Persatuan Karyawan Hotel
Marcopolo. Sekretarisnya Sahut Toruan malah mendekam di kantor
polisi bersama 4 rekannya dengan tuduhan mencuri dan mengancam.
Tuduhan ini kemudian tidak terbukti di Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Mereka dibebaskan.
Diakui
Akibat tindakan pihak direksi tersebut, organisasi karyawan
meleburkan diri ke FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) basis
Hotel Marcopolo. Keputusan ini mengakibatkan para pengurus
organisasi dipecat dari pekerjaan. Persoalan memasuki bidang
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah Jakarta
(P4D). Melalui kantor itu, soal pesangon dapat diselesaikan
dengan cepat. Tetapi uang servis, lembur dan sebagainya belum."
Padahal gaji dipotong kalau absen sehari, tetapi tidak ada uang
lembur" kata Sabar Sihite.
Melalui kuasa buruh, Henry Hasibuan dari Kantor Advokat Albert
Hasibuan Associates tuntutan dilanjutkan. Tahun '76 itu juga
P4D, diketuai drs JM Situmorang mengabulkan tuntutan buruh.
Direksi diwajibkan membayar sebanyak Rp 30 juta kepada 157 orang
buruh yang menuntutnya. Pihak direksi tidak menerima dan
mengajukan banding ke P4 Pusat. Pihak buruh tetap menang --
walaupun tuntutan yang dikabulkan hanya Rp 18 juta. Hanya,
putusan yang dikeluarkan oleh Saleh Sanjaja dari P4 Pusat,
ternyata tidak dijalankan pihak direksi hotel.
Sabar Sihite cs tidak sabar lagi. Permohonan penyitaan dan
pelelangan harta PT Bhakti Kesatrya Utama diajukan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Ketua Pengadilan, HM Soemadijono
memerintahkan penyitaan dan pelelangan terhadap Hotel Marcopolo.
Di saat pelelangan akan dilaksanakan itulah BNI 46 Cabang Tanah
Abang tampil dan memohon pelelangan ditunda. Alasannya semua
harta Hotel Marcopolo berikut tanah dan gedung telah
dihipotekkan. Permohonan itu disusul dengan verzet (bantahan)
terhadap putusan pengadilan.
Pihak Direksi Hotel Marcopolo tidak banyak komentar atas
kejadian itu. Tapi salah seorang pimpinannya mengakui adanya
pemecatan karyawan sebanyak 17 orang. Tetapi menurutnya
pemecatan itu perlu. "Karena reorganisasi dan adanya
penyalahgunaan wewenang" ujarnya. Ia juga mengakui pihak Direksi
Hotel Marcopolo telah melanggar peraturan perburuhan yaitu
menghentikan karyawan melebihi 9 orang dalam waktu satu bulan.
"Tapi kami masih menunggu kasasi dari Mahkamah Agung, atas
keputusan pengadilan itu" kata pihak direksi hotel itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini